Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Banyak Tes Alergi Tidak Direkomendasikan

26 Februari 2011   12:20 Diperbarui: 3 Mei 2024   13:48 15628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang ibu sudah demikian frustasinya dalam menangani masalah alergi yang diderita anaknya. Sudah sekian banyak dokter ahli dikunjungi sudah sangat banyak obat yang diminum tetapi keluhan masih hilang timbul  tidak membaik.  Orangtua semakin bingung ketika saat ini banyak sekali tes alergi yang ditawarkan. Beberapa tes alergi yang dilakukan juga tidak memberi hasil bahkan tes yang mahalpun telah dilakukan di kirim ke Amerika. Ternyata banyak tes alergi yang canggih dan baru saat ini banyak yang tidak direkomendasikan oleh institusi Alergi Internasional karena tidak terbukti secara ilmiah. Meski tes tersebut tidak terbukti secara ilmiah, masih banyak dokter dan klinisi yang menggunakannya. Tes alergi yang dianjurkan hanyalah skin prick test (uji kulit) dan tes darah RAST. Alergi makanan dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang sangat mengganggu, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Gangguan fungsi otak itulah maka timbul ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur, gangguan konsentrasi hingga memperberat gejala Autis dan ADHD. Permasalahan menjadi bertambah rumit ketika mencari penyebab alergi sangat sulit. Saat berbagai alergi sulit sembuh, akhirnya orang tua disarankan melakukan pemeriksaan darah IgG4 dengan sekitar 100 panel makanan yang harus dikirim ke Amerika. Banyak lagi orang untuk melakukan tes dengan bioresonansi, tes bandul, tes DNA rambut dan berbagai tes alergi lainnya. Sulitnya mencari penyebab alergi inilah yang menjadi sumber utama terjadinya kontroversi atau perbedaan pendapat di anatara masyarakat awam dan sebagian besar dokter  atau klinisi itu sendiri khususnya dalam diagnosis dan terapinya. Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat kontroversial atau ”unproven diagnosis”. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang sangat rendah. Terapi alternatif tersebut saat ini banyak dilakukan di Jakarta dan kota besar lainnya adalah terapi bioresonansi, tes analisa DNA rambut, Tes IgG4 dan sebagainya. Meskipun tehnologi dan pengetahuan tentang penyakit alergi telah berkembang pesat, namun banyak kasus di masyarakat dijumpai penatalaksanaan masyarakat dilakukan dengan terapi “unproven”. Di Austalia didapatkan sekitar 50-70 % penderita alergi berobat pada diagnosis dan terapi alternatif atau dengan “tes unproven”. Diagnosis dan terapi alternatif atau yang tidak terbukti secara ilmiah ini sering disebut “diagnosis dan terapi “unproven” Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial dan tidak direkomendasikan tersebut adalah IgG4 (biasanya diperiksa dan dikirim ke Amerika), Applied Kinesiology, VEGA Testing, Electrodermal Test atau Bioresonansi, Hair Analysis Testing in Allergy, Auriculo-cardiac reflex, Provocation-Neutralisation Tests, Nampudripad’s Allergy Elimination Technique (NAET), Beware of anecdotal and unsubstantiated allergy tests dan tes analisa DNA rambut. Sampai saat ini organisasi alergi Internasional seperti ASCIA(The Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy) , WAO (World allergy Organization) American Academy of Allergy Asthma and Immunology) atau AAAI (American Academy of Allergy Asthma and Immunology) tidak merekomendasikan penggunaan alat diagnosis alternatif ini. Beberapa organisasi profesi alergi dunia seperti tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut karena tidak terbukti secara ilmiah. Yang menjadi perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang justru sering memperberat permasalahan alergi yang ada. Di bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara klinis sebagai alat diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu baik. Sedangkan pemeriksaan atau alat diagnosis alergi yang harus dikirim ke Amerika Serikat adalah pemeriksaan IgG4 atau Alcat Test. Dimana hanya dengan pemeriksaan sejumlah darah dapat diketahui ratusan makanan penyebab alergi dan penyebab penyakit lainnya. Hal ini biasanya sering dilakukan oleh para penderita Autism atau gangguan perilaku lainnya. Dalam pemeriksaan IgG4 tersebut sebenarnya tertulis catatan kecil dibawah hasil yangdikeluarkan berupa : “Not aprroved by FDA”. Keluaran menyimpang dari pemeriksaan dan pengobatan akan meningkat tidak lazim. Dengan adanya beberapa tehnik diagnosis dan terapi yang tidak lazim mengkibatkan dampak bagi prognosis dn penyembuhan penderita. Pengaruh negatif yang diakibatkan beberapa tehnik diagnosis dan pengobatan tidak lazim berpotensi terjadi kondisi yang berbahaya dan lebih serius dibandingkan perdebatan seputar reaksi simpang terhadap pengobatan herbal. Kesalahan intepretasi dalam menentukan penyebab alergi akan mengakibatkan kesalahan dalam pemberian rekomendasi diet. Bila hal ini terjadi akan mengakibatkan kejadian malnutrisi dan gagal tumbuh pada anak. Bila teknik diagnosis dan terapi yang akurat terlambat, maka akan mengakibatkan penannganan penyakit alergi menajdi tidak adekuat dan menimbulkan komplikasi dan kesalahan dalam penatalaksanaannya. Rekomendasi penghindaran lingkungan dan kimiawi yang tidk bermanfaat. Terapi alternatif alergi selain akan mengaburkan dalam penanganan alergi juga akan dapat meyebabkan pengeluaran biaya pengobatan yang percuma. Seperti diketahui beberapa terapi dan diagnosis alergi alternatif juga mengandalkan tehnik yang mutahir tetapi yang membutuhkan investasi dana yang tidak sedikit bagi pemilik alat diagnosis. Hal ini juga akan mengakibatkan biaya terapi alternatif tersebut sangat besar dan tidak ringan, apalagi bila dilakukan berulang-ulang dalam jangka panjang. Pertanyaan bagi praktisi klinis yang masih menggunakan terapi dan diagnosis “unproven” Meskipun terapi dan diagnosis alergi “unproven” tidak terbukti secara klinis dan ilmiah, tetapi kenyataannya sehari-hari masih sering digunakan oleh para dokter dan klinisi lainnya. Karena tidak terbukti secara ilmiah dan tidak direlomendasikan maka penggunanya tidak ada dari kelompok praktisi yang kompeten di bidang alergi imunologi. Di Indonesia saat ini praktisi klinis atau dokter yang menggunakannya sampai saat ini bukan dokter ahli alergi imunologi tetapi dokter umum, pakar Autis, dokter penyakit dalam, dokter THT dan dokter ahli lain. Bahkan saat ini terdapat kecenderungan menjadi prosedur baku untuk penanganan penderita autism dengan mengirimkan sampel darah yang harus dikirim ke Amerika. Mengingat investasi alat tersebut tidak sedikit maka promosi jasa layanan medis tersebut bukan hanya dari mulut ke mulut tetapi sudah langsung disampaikan lewat media masa elektronik atau cetak. Bila hal ini terjadi maka pemahaman tentang penanganan alergi akan jadi lebih menyesatkan baik bagi para klinisi maupun masyarakat awam. Bagi klinisi atau yang berkecimpung di bidang terapi alternatif mungkin melakukan berdasarkan pengalaman klinis segelintir kasus dan sebagian dokter yang pernah berhasil. Tetapi mereka tidak melihat bahwa yang tidak berhasil juga sangat banyak. Sehingga secara ilmiah hal ini harus dilihat dalam kejadian ilmiah berbasis bukti berupa penelitian atau uji klinis. Hingga saat ini penelitian ilmiah tidak ada yang pernah membuktikan bahwa diagnosis dan terapi alternatif tersebut tidak terbukti. Hal ini terjadi karena metodologi alat ukur tersebut tidak berkaitan dengan kaidah ilmiah baik secara biomolekular ataupun secara biofisika. Bila para klinisi atau para dokter saling berkontroversi maka masyarakat awam sebagai penerima jasa berada dalam posisi yang membingungkan. Sedangkan secara legal di Indonesia saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal ini. Akibatnya banyak pertanyaan dan tuntutan dari beberapa pihak kepada para praktisi pengguna terapi alternative dan diagnosis unproven tersebut. Bagaimana secara ilmiah dan rasional alat diagnosis tersebut bekerja ? Secara ilmiah pemeriksaan tersebut sensitivitas dan spesifitasnya masih belum terbiukti secara ilmiah. Kalaupun ada penelitiannya masih sebatas laporan serial kasus. Hal ini dapat dilihat tidak ada dalam jurnal kedokteran internasional yang kredibel seperti pubmed yang melaporkan manfaat berbagai alat diagnosis tersebut. Dalam menghadapi kontrovesi yang berkepanjangan ini, sebaiknya pihak yang berkontroversi harus dihadapkan dalam satu forum ilmiah. Untuk memastikan bahwa semua tindakan tersebut nantinya tidak akan malah dapat merugikan penderita alergi baik secara medis ataupun secara finansial. Semua pihak khususnya para klinisi sebaiknya lebih utama menjunjung etika kedokteran dan etika ilmiah. Bukan hanya mementingkan kepentingan tertentu dengan mengorbankan kepentingan atau keutamaan kesehatan penderita atau pasien sesuai sumpah dokter. Tes Yang direkomendasikan Pemeriksaan untuk mencari penyebab alergi makanan sangat beragam dilakukan oleh beberapa klinisi. Untuk mencari penyebab alergi harus semata berdasarkan diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan atau tes alergi. Sehingga “gold standard” atau standar baku untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double blind placebo control food chalenge = DBPCFC). Sehingga banyak kasus penderita alergi makanan, menghindari makanan penyebab alergi makanan berdasarkan banyak pemeriksaan penunjang hasilnya tidak optimal. Masih banyak perbedaan dan kontroversi dalam penanganan alergi makanan sesuai dengan pengalaman klinis tiap ahli atau peneliti. Sehingga banyak tercipta pola dan variasi pendekatan diet yang dilakukan oleh para ahli dalam mencari dan menangani alergi makanan. Banyak kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil optimal, karena penderita menghindari beberapa penyebab alergi makanan hanya berdasarkan pemeriksaan yang bukan merupakan baku emas atau “Gold Standard". Diagnosis pasti alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, bukan dengan tes alergi atau pemeriksaan lainnya. Diagnosis klinis tersebut adalah yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak kecil dan dengan  eliminasi dan provokasi. Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Mengingat cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap metode pemeriksaan tersebut. Children Allergy Clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”. Dalam diet sehari-hari dilakukan eliminasi atau dihindari beberapa makanan penyebab alergi selama 3 minggu. Setelah 3 minggu bila keluhan alergi maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala. Orang tua atau keluarga di rumah harus diberitahu bahwa eliminasi diet ini adalah sementara. Tidak perlu kawatir anak kekurangan gizi karena makanan pengganti yang diperbolehkan gizinya cukup baik. Sering para orang tua, keluarga di rumah atau kakek dan nenek di rumah awalnya menolak dengan pemberian diet tersebut. Karena takut kekurangan gizi atau merasa kasian dengan anak yang terlalu dibatasi makanannya. Namun setelah melihat perbaikkan gejala alerginya sebagian besar mereka akhirnya percaya bahwa alergi makanan adalah sebagai penyebab banyak keluhan pada anak tersebut selama ini. Bahkan meskpun makanan dibatasi justru malah berat badan pada anak akan meningkat, karena berkaitan dngan membaiknya keluhan alergi tersebut. Setelah 3 minggu bila keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai dengan mencoba salah satu macam makanan yang dihindari mulai dari makanan yang relatif agak jarang sebagai penyebab alergi. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut allergen atau bahan makanan tersebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Bila dalam evaluasi setelah 3 minggu keluhannya tidak membaik harus dilakukan evaluasi apakah diet tidak ada yang menyimpang atau melanggar. Bila ada yang melanggar diet tersebut dilanjutkan selama 1 minggu lagi, kemudia dievaluasi ulang. Bila memang tidak ada yang melanggar harus dilakukan evaluasi terhadap diet sementara tersebut mungkin saja ada yang tidak bisa diterima. Pemeriksaan penunjang yang ada selama ini hanyalah sebagi tambahan informasi atau data bagi dokter. Bukan suatu sarana untuk memastikan penyebabnya, mengingat sangat minimnya spesitifitas dan spesifitas pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari penyebab alergi sangat banyak dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah hingga cara alternatif, mulai yang dari yang sederhana hingga yang canggih. TES KULIT Pemeriksaan alergi lain yang direkomendasikan adalah tes kulit alergi, karena telah terbukti secara ilmiah sensitifitasnya. Terdapat beberapa jenis uji kulit untuk mengetahui penyebab alergi, diantaranya adalah : uji tusuk, uji gores dan uji tempel. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan uji tusuk. Banyak disukai oleh penderita adalah uji tempel, karena tidak terlalu menyakitkan dan praktis. Hasil uji kulit bukanlah hasil akhir atau penentu diagnosis. Sering informasi yang diterima penderita menyesatkan, bahwa dianggap dengan tes alergi dapat diketahui pasti penyebab alergi. Tes kulit alergi sangat terbatas sebagai alat diagnosis. Bila hasil tes kulit alergi positif mungkin alergi terhadap makan bahan makanan tersebut, sebaliknya bila hasilnya negatif belum tentu bukan alergi makanan. . Penggunaan test konvensional berupa tes kulit alergi ini ditemukan sejak tahun 1911. Tes kulit dapat dilakukan dengan uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test), uji suntik intradermal (intrademal test) atau uji tempel. Dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penyaring dengan menggunkan ekstrak allergen yang ada di lingkungan penderita seperti debu, bulu kucing, susu, telur, coklat, kacang dan lain-lain. Cara pemeriksaannya adalah kulit digores atau ditusuk ringan kemudian ditetesi cairan penguji tersebut. Setelah sekitar sepuluh menit atau lebih, dilakukan pengamatan pada kulit tersebut. Bila terdapat kemerahan atau lepuhan pada kulit dibandingkan dengan pembanding atau cairan netral pada titik lainnya akan memberi petunjuk adanya alergi. Uji kulit mempunyai keterbatasan sebagai alat diagnostik. Nilai diagnosisnya tidak begitu baik.  karena hanya bisa mendiagnosis alergi tipe cepat. Tes kulit alergi hanya bisa menduga adanya alergi, selanjutnya harus dikonfirmasi dengan eliminasi dan provokasi makanan. Cara ini seringkali tidak akurat, karena masih ditemukan hasil negatif palsu (false negatif) atau hasil negatif belum tentu bukan alergi. Sebaliknya hasil Positif palsu (false positif) artinya hasil positif belum tentu alergen tersebut sebagai penyebab alergi. Pada tes kulit seringkali yang terdeteksi adalah proses alergi reaksi cepat (reaksi terjadi kurang 8 jam). Seperti, bila makan udang dalam beberapa jam timbul gatal-gatal. Tetapi proses alergi makanan reaksi lambat (reaksi terjadi lebih dari 8 jam) seringkali negatif atau tidak terdeteksi. Sehingga sering terjadi pada tes kulit yang positif hanyalah debu yang merupakan alergi tipe reaksi cepat dan makanan lainnya negatif. Fenomena inilah yang mengakibatkan timbul persepsi bahwa gejala alergi sebagian besar disebabkan karena debu dan alergi makanan sering tidak dianggap sebagai penyebab alergi. Karena hasil tes kulit itu banyak para klinisi atau penderta yang masih menjadikan tes kulit alergi sebagai pedoman untuk menghindari makanan tersebut hingga jangka panjang. Atau sebaliknya terus mengkonsumsi makanan yang dalam tes dinyatakan negatif. Sehingga menghindari makanan penyebab alergi atas dasar tes tersebut seringkali tidak menunjukkan hasil yang optimal. Beberapa pemeriksaan laboratorium melalui pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mencari penyebab alergi. Pemeriksaan konvesional lainnya adalah pemeriksaan darah dengan cara RAST (Radio-allergo-sorbent test). Pemeriksaan ini adalah untuk melihat antibodi terhadap makanan tertentu, debu, serbuk bunga, bulu kucing dan lainnya. Namun pemeriksaan ini cukup rumit dan mahal. Satu jenis alergen misalnya debu harganya mencapai sekitar 350 – 450 ribu rupiah. Bisa dibayangkan bila jenis makanan yang demikian banyak diperiksa semuanya. Seperti halnya tes kulit tes darah ini memang sensitifitas baik dan terebukti secara ilmiah, namun spesifitasnya rendah dan belum bisa memastikan alergi makanan tipe lambat. Sedangkan pemeriksaan darah lainnya tidak direkomendasikan untuk memastikan penyebab alergi. Pemeriksaan IgE total dengan PRIST (Paper radioimmunosorbent test) berguna untuk menentukan status alergi penderita. Harga normal adalah 100 u/ml sampai usia 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30 u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi sistem imun. Sebenarnya periksaan ini tidak terlalu penting bila tanda dan gejala alergi sudah jelas. Pemeriksaan pendukung lainnya namun jarang dilakukan adalah tes Sitotoksik, pemeriksaan lemak tinja, immunoglobulin, AntibodI monoclonal dalam sirkulasi, pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine release assay/BHR), kompleks imun dan imunitas seluler, intestinal mast cell histamine release (IMCHR), provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsi usus setelah dan sebelum pemberian makanan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun