Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy featured

Cara Bedakan DBD dan Penyakit Lainnya

5 Februari 2011   22:30 Diperbarui: 4 April 2017   16:22 33121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Wikimedia

Memasuki musim penghujan ini, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali mengganas dimana-mana. Kecemasan orangtua semakin luar biasa, bila saat ini anaknya mengalami demam apa pun penyebabnya. Pikiran pertama yang muncul di kepala adalah apakah anak saya menderita penyakit berbahaya itu. 

Ternyata banyak penyakit lain yang penampilannya menyerupai DBD. DBD adalah penyakit infeksi yang demikian ganas. Bila terlambat ditangani, dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam kondisi anak bisa masuk dalam keadaan kritis. Adakalanya seorang penderita DBD terlambat dalam penegakan diagnosis. 

Saat hari pertama demam didiagnosis dokter sebagai infeksi tenggorokan, kemudian hari berikutnya berubah diagnosisnya menjadi penyakit campak. Saat hari ke 3, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ditambah diagnosis gejala tifus. Baru saat hari ke 4 dan ke 5 keadaan memburuk dan meninggal, ternyata diagnosis penyebab kematiannya adalah DBD. 

Masyarakat awam, bahkan seorang dokter berpengalaman sekaliber profesorpun kadang sulit mendeteksi lebih awal diagnosis DBD ini. Gejala DBD amat luas, hampir semua infeksi akut pada awal penyakitnya menyerupai DBD. Sehingga saat awal penyakit, DBD seringkali dikelirukan dengan penyakit laiunnya. Gejala khas seperti perdarahan pada kulit atau tanda perdarahan lainnya kadang terjadi hanya di akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat didiagnosis, maka kondisi penderita sulit diselamatkan. 

Untuk menghindari keterlambatan diagnosis DBD, mungkin perlu diketahui penyakit apa sajakah yang menyerupai DBD ? Demam Berdarah Dengue Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Manifestasi klinisnya ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat Celcius) dan dapat disertai dengan menggigil. Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. 

Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta). Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. 

Manifestasi klinis lainya adalah sakit kepala, nyeri perut, mual, muntah, kadang disertai diare atau sulit BAB. Gejala lain yang menyertai adalah perfarahan di kulit, hidung atau saluran cerna. PENYAKIT YANG MENYERUPAI Melihat banyaknya tanda dan gejala klinis yang ditimbulkan DBD seringkali terjadi kekeliruan diagnosis pada awalnya. Pada awal penyakit, infeksi DBD menyerupai berbagai penyakit bakteri, virus atau infeksi prozoa. Penyakit tersebut meliputi demam tifoid, campak, influenza, infeksi tenggorokan (faringitis), demam cikungunya, leptospiros, malaria atau kelaianan darah. Bahkan beberapa kasus DBD sering dikelirukan dengan infeksi usus buntu. 

Demam Tifus 

Demam tifus adalah penyakit yang sering dikelirukan dengan DBD. Seringkali seseorang didiagnosis DBD bersamaan dengan penyakit tifus. Penyebab "pitfall" atau kekeliruan tersebut adalah kerancuan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan Widal atau uji laboratorium untuk mendiagnosis demam tifus. Ternyata seringkali pada penderita hasil pemeriksaan widal juga meningkat, padahal belum tentu mengalami infeksi tifus. 

Pemeriksaan widal adalah mendeteksi antibodi atau kekebalan tubuh terhadap tifus, bukan mendeteksi adanya kuman atau berat ringannya penyakit tifus. Pada penyakit tifus pemeriksaan widal biasanya meningkat saat minggu ke dua. Bila saat minggu pertama hasil pemeriksaan widal tinggi maka mungkin harus dicurigai adanya "false positif", atau kesalahan hasil positif yang diakibatkan faktor lain. 

Ternyata pada pada beberapa penelitian pendahuluan ddidapatkan beberapa penyakit infeksi virus atau infeksi DBD, dapat meningkatkan reaksi tes widal. Manifestasi ini sering terjadi pada penderita hipersensitif atau penderita yang sering mengalami riwayat alergi. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. 

Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau gejala saluran cerna seperti nyeri mual, muntah, diare dan sulit BAB.Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja. Perbedaan sederhan dan mudah dilihat adalah pola kenaikkan demamnya. Pada infeksi virus atau DBD seringkali demam mendadak tinggi dalam 2 hari awal dan akan menurun pada hari ke 3-5. Sedangkan sebaliknya pada demam tifus, demam akan semakin meningkat sangat tinggi setelah hari ke 3-5. 

Campak 

Penyakit DBD sering mirip dengan penyakit Campak karena timbulnya ruam pada kulit. Ruam yang terjadi dapat timbul pada saat awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. 

Perbedaan khas yang terjadi, pada DBD biasanya ruang akan berkurang saat hari ke 4 dan ke 5 dan akan menghilang setelah hari ke 6. Sedangkan pada campak, ruam timbul hari ke 3 setelah itu semakin banyak setelah hari ke 6-7 warna merah berubah menjadi kehitaman hingga seminggu. 

Demam Cikungunya 

DBD seringkali mirip dengan infeksi virus yang lain seperti Demam Cikungunya (DC). Perbedaannya, pada DC beberpa anggota keluarga dapat terseng dengan gejala yang mirip. Manifestasi DC adalah demam mendadak, masa demam leih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam,mata kemerahan dan nyeri sendi. 

Usus Buntu 

Terdapat sebuah kasus yang tragis dan memilukan yaitu seorang anak dilakukan operasi usus buntu (apendiktomi). Ternyata penderita tidak mengalami infeksi usus buntu (apendicitis akut) tetapi mengalami DBD. Penderita akhirnya meninggal karena penyakit DBDnya. Ternyata anak yang mempunyai riwayat sering nyeri perut dalam keadaan sehat, saat mengalami infeksi virus atau DBD timbul gejala nyeri perut yang sangat berat yang sangat mirip keluhan infeksi usus buntu. 

Kelainan darah 

Perdarahan pada penyakit DBD seringkali mirip dengan penyakit lain sseperti infeksi meningitis, sepsis atau kelainan darah ITP (Idiopatic Trombocytopenic Purpura (ITP), leukimia dan anemia aplastik. Meskipun beberapa penyekit tersebut relatif sangat jarang terjadi. MEMASTIKAN DBD Berbagai pengalaman dan manifestasi klinis penyakit yang menyerupai DBD tersebut menjadi pelajaran terbaik bagi para klinisi dan masyarakat. Kecermatan dan ketelitian sangat diperlukan dalam mencurigai penyakit yang mirip DBD. 

Manifestasi klinis yang khas pada DBD adalah memperhatikan secara cermat pola demamnya. Pola demam DBD saat hari pertama dan kedua demam sangat tinggi, hari ketiga turun disusul hari ke 4-5 demam naik tetapi tidak setinggi.awal demam. Gejala lain yang khas adalah saat hari ke 3-5 penderita tampak lemas, loyo, digendong terus, tidak mau bermain  atau berbaring dan tidur sepanjang hari. 

Hal paling penting untuk membedakannya adalah adanya pemeriksaan darah yang menunjukkan trombosit menurun (trombositopenia) dan hematokrit (PCV/HCT) yang meningkat (hemokonsentrasi). Tetapi repotnya, perubahan hasil laboratorium tersebut hanya terjadi setelah hari ketiga fase demam. 

Sebaiknya dalam pemeriksaan darah dilakukan saat hari ke 3, pada hari pertama dan kedua hasil normal tidak menyingkirkan adanya DBD. Pemeriksaan widal (untuk mendiagnosis tifus) sebaiknya dilakukan saat awal minggu kedua. Saat demam minggu pertama bila curiga demam tifus dapat digunakan IgM Tifoid. Meskipun spesifitas dan sensitifitas pemeriksaan ini juga belumlah terlalu baik. 

Overdiagnosis DBD atau overestimate DBD mungkin lebih baik saat terjadi kenaikkan angka kejadian DBD seperti musim penghujan ini. Karena keterlambatan diagnosis DBD akan lebih menyulitkan penanganan dan dapat meningkatkan angka kematian yang lebih tinggi. 

Dr Widodo Judarwanto SpA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun