Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Elpiji dan Penjual Nasi Goreng

14 September 2014   01:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:46 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Penjual Nasi Goreng di Yogyakarta (Kompasiana/Hendra Wardhana)"][/caption]

Suatu ketika penjual nasi goreng kaki lima di bilangan Jakarta Pusat dengan wajah tanpa ekspresi terus berceloteh "Belum hilang gonjang-ganjing BBM naik, rakyat kecil dihantam naiknya harga Elpiji". "Pastinya harga nasi gorengku tidak naik, karena pelanggan protes. "Mungkin irisan ayamnya lebih tipis lagi dan nasinya dikurangi". "Mungkin pakai kompornya lebih sebentar agar irit". Itulah keluh kesah pelaku industri kecil yang terpukul oleh naiknya harga Elpiji non Subsidi. Maklum meski penjual nasi goreng kaki lima dia menggunakan elpiji 12 kg karena ternyata pelanggannya luar biasa banyak. Tampaknya manusia Indonesia khususnya rakyat kecil tersebut sudah terbiasa dan sudah bisa menyikapi dengan fenomena ekonomi alamiah meroketnya harga-harga yang tidak bisa ditahan lagi.

Seorang pelanggan setia warung nasi goreng tersebut menimpali: "Pak, kok tidak menyalahkan pemerintah". Dengan bijak dia mengatakan: "Seseorang yang melihat kebaikan dalam beberapa hal memiliki pikiran baik. Dan yang memiliki pikiran baik akan mendapatkan kenikmatan hidup”. Dengan tertegun pelanggan bertanya: “Maksudnya apa, pak? Dengan mimik datar pak tua itu menjawab: “Kenaikkan elpiji ini kita sikapi dengan pikiran positif dan melihat kebaikannya. Kebaikannya karena memang harga melambung tinggi adalah keniscayaan agar subsidi negara tidak mubazir dan tidak merugikan Pertamina. Dengan melalui pikiran baik tersebut, saya dapat menikmati hidup dengan baik. Tidak emosi dan tidak protes dan tidak gelisah tetapi mawas diri bahwa kita harus mengantisipasi dengan melakukan penghematan dan alternatif penyelesaian masalah”. “Bila saya marah, protes dan panik tidak akan merubah harga Elpiji menjadi turun, tetapi hanya membuang energi saya. Lebih baik energi itu disalurkan untuk mencari antisipasi untuk mengurangi kerugian bisnis saya”. Sulit diduga sebelumnya ternyata pedagang nasi goreng yang sudah makan asam garam kehidupan itu berkata lebih arif: "Pak, Rakyat kecil ini tidak punya kuasa menyalahkan pemerintah". "Kita maklum pasti pejabat pemerintah sudah berputar otaknya untuk menekan harga. Tetapi manusia tidak ada yang pernah menahan naiknya ekonomi alamiah". Cuman kita hanya bisa berharap, mudah-mudahan kenaikkan harga ini bukan karena dampak korupsi di Pertamina". Si pelanggan semakin tertegun seorang penjual nasi goreng kok, pemikirannya sangat bijak. Si pelangganpun menimpali lagi: “Bapak ini hebat masyarakat yang lain sering marah dan panik ketika harga-harga naik. Dengan sedikit nada menasehati si bapak penjual nasi goreng berkata: “Kadang masalah adalah sahabat terbaik manusia seperti saya. Mereka membuat saya lebih kuat dan membuat saya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yang telah mengatur ini semua”. Pelangganpun dengan tergeleng-geleng penuh kekaguman bertanya lagi:”Bapak kok, sangat bijak bapak dulu sekolahnya dimana?" Dengan rendah hati si penjual nasi goreng menjawab: ”Saya hanya sarjana keguruan, pak”. “Dulu saya hanya seorang guru di sekolah SMA di tempat terpencil, tetapi karena kebutuhan hidup tidak mencukupi. Saya beralih menjual nasi goreng. Alhamdullilah, saat ini karyawan saya sudah 10 orang, dan omzetnya lumayan besar, bahkan banyak artis ibukota jadi pelangganku lho, mas”.

Tetapi saat yang lain di sudut kota yang lain di sebuah rumah megah di kawasan elit di Jakarta Selatan sekelompok arisan ibu-ibu yang berpaham hedonisme berdebat lebih panas lagi. Seorang ibu setengah baya berpostur gemuk sambil memangku tas Louis Vuitton seakan memamerkan tas berharga ratusan juta yang baru dibeli di Paris beberapa bulan yang lalu.  Dengan setengah emosi ibu tersebut membuka diskusi: "Bagaimana sih, pemerintah SBY kok tidak becus. Katanya tidak menaikkan harga BBM tetapi harga Elpiji kok melonjak!". Kontan saja ibu muda yang di sebelahnya sambil mengakat tangan seakan menunjukkan gelang perhiasan yang berharga puluhan juta itu menyindir: " Waduh jeng, harga segitu khan ngga masalah bagi dompet suami". Kemudian perempuan di seberangnya yang awalnya mendiam menyambar : "Bukan masalah duit jeng, tapi pemerintah khan tugasnya harus menjaga kestabilan harga". Belum sempat reda seorang ibu cantik yang gosipnya isteri muda pejabat pemerintah membela. "Lho jeng! Khan yang naik khan non-subsidi yang untuk rakyat khan tidak naik?".   Tetapi pernyataan tersebut disambar dengan wanita keturunan isteri seorang pengusaha restoran yang penuh perhiasan di leher dan tangannya. "Benar jeng yang naik Elpiji non subsidi tetapi harga-harga lain pasti ikut naik. Suami saya pasti juga akan menaikkan harga. Yang rugi khan rakyat kecil juga?". Kemudian si empunya tas Lous Vuitton berkata sinis lagi: “Iya, nih. Gimana sih pemerintah kok bisa naikin harga. Tidak becus ngurusin rakyatnya”. Seorang teman yang duduk di pojok ruangan berbisik ke teman yang duduk di sebelahnya. “Jeng, coba lihat. Teman kita belagu benar ya. Sok, nyalahin SBY. Padahal khan kemarin suaminya yang pejabat di sebuah BUMN dipanggil KPK karena diduga menggelapkan uang proyek”.

Keniscayaan

Manusia di bumi ini harus tunduk pada hukum ekonomi dan tidak bisa menghentikan kenaikkan harga BBM atau Gas. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ternyata tidak berbanding lurus engan peningkatan produksi alam jkarena keterbatasan alam itu sendiri. Manusia boleh berusaha tetapi dalam kondisi tertentu tidak akan mampu menekan harga bahan alam yang semakin terbatas. Demikian juga dengan harga Bahan Bakar Gas Elpiji. PT Pertamina memutuskan untuk menaikkan harga Elpiji non subsidi kemasan 12 kg menyusul tingginya harga pokok Elpiji di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar. Pertamina mengaku kerugiannya sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun. Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual Elpiji non subsidi 12kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan.

Kenaikkan harga bahan bahan bakar alami baik BBM dan Gas tampaknya setiap saat adalah pil pahit yang harus ditelan masyarakat. Manusia yang bijaksana dan memahami alam pasti akan memaklumi bahwa harga gaspun akan terus meroket. Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp10.785 per kg. Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp22 triliun dalam 6 tahun terakhir.

Dengan pola konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12 kg di masyarakat yang umumnya dapat digunakan untuk 1 hingga 1,5 bulan, kenaikan harga tersebut akan memberikan dampak tambahan pengeluaran sampai dengan Rp. 47.000 per bulan atau Rp.1.566 per hari. Kondisi ini diyakini tidak akan banyak berpengaruh pada daya beli masyarakat seperti para ibu hedonis tersebut di atas. Mengingat konsumen Elpiji non subsidi kemasan 12 kg adalah kalangan mampu. Untuk masyarakat konsumen ekonomi lemah dan usaha mikro, Pemerintah telah menyediakan Elpiji 3 kg bersubsidi yang harganya lebih murah. Tetapi masyarakat berharap agar Pertamina harus mengantisipasi dampak lain kenaikan harga Elpiji non subsidi kemasan 12kg adalah memicu migrasi konsumen ke Elpiji 3kg. Bila migrasi itu terjadi maka harga Elpiji 3 kg akan melonjak harganya.

Manusia Indonesia yang tidak terlepas dari ketergantuang alam dan keterbatasan alam harus bisa menyiasati hidup bukan hanya sekedar mengeluh dan menyalahkan pihak lain. Bila hal itu dilakukan maka seumur hidupnya maka bangsa ini hanya mengeluh dan menyalahkan pemimpinnya yang tidak bisa mengatasi kenaikkan harga BBM dan Gas. Dengan fenomena tersebut manusia bumi ini harus ditantang untuk hedup lebih hemat bahan bakar dan lebih kreatif mencari sumber bahan bakar lainnya. Bangsa ini harus menyadari bahwa mengatakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ibarat ‘kanker’ yang perlu diakhiri sebab semakin ditunda keadaan akan semakin buruk.

Kenaikkan harga Elpiji ini tampaknya harus dipahami dengan bijak oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah jangan hanya menuntut untuk rakyat harus memaklumi kenaikkan harga. Tetapi pemerintah harus terus melakukan diversikasi dan berbagai upaya menggalakkan pemakaian energi alternatif. untuk meminimalisasi beban yang dirasakan masyarakat atas kenaikan harga BBM, pemerintah harus menyiapkan langkah-langkah antisipatif. Pemerintah harus menyiapkan kemampuan masyarakat untuk dapat mangatasi beban yang ditimbulkan dari kenaikan BBM itu. Salah satu upaya adalah mendorong stimulus fiskal. Stimulus fiskal dapat terdorong dengan cara menyediakan sejumlah lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa pembukaan lapangan pekerjaan itu lebih penting ketimbang harus menyalurkan BLSM. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya meningkatkan perekonomian rakyat lewat upaya pemberdayaan usaha mikro. Usaha mikro dapat turut membantu melakukan dorongan terhadap stimulus fiskal yang berpotensi mengurangi beban masyarakat dalam menanggulangi kenaikan harga BBM dan gas. Pemerintah tidak terus harus menuntut rakyatnya untuk berhemat tetapi disisi lain pemerintah sangat boros dan banyak kebocoran karena maraknya korupsi di instansi yang terkenal sangat basah tersebut. Pemerintah harus punya niat baik dan tulus untuk menghancurkan korupsi dan mafia yang terus menggerogoti keuangan Pertamina. Pemerintah juga jangan hanya bisa menjual harga gas ke luar negeri dengan harga murah, tetapi dijual dengan harga mahal pada rakyat sendiri. Seperti yang pernah terjadi saat pemerintahan seorang presiden Indonesia beberapa tahun lalu.

Sebaliknya rakyat dan mungkin para politikus juga jangan terus hanya menyalahkan pemerintah. Sebagian rakyat dan para politikus  jangan hanya bisa mengkritik pemerintah tetapi dirinya sendiri hidup mewah. Seperti halnya ibu-ibu arisan hedonis yang berhidup mewah adalah awal dari kebiasaan korupsi bagi suaminya. Rakyat dan para politikus jangan hanya menuntut pemerintah agar terus berhemat dan ganyang korupsi. Tetapi sendirinya hidup bermewah-mewah menghabiskan kekayaan alam bumi ini tanpa peduli rakyat banyak bahwa alam mempunyai keterbatasan. Bangsa ini harus terinspirasi prinsip hidup penjual nasi goreng yang meski tergerus mahalnya harga BBM dan melambungnya harga-harga lainnya tetapi tetap optimis. Bahwa keterbatasan alam harus dilawan dan disiasati manusia dengan berusaha hemat dan mencari alternatif lain sebagai pengganti. Bukan hanya bisa mengumpat para pemimpinnya tetapi diri sendiri tidak pernah berusaha.

Mendengar celoteh tukang nasi goreng kaki lima yang harus menggunakan Elpiji 12 kg karena beromzet cukup besar tersebut tampaknya membuat kita semua tertegun. Ternyata teladan tersebut di atas menunjukkan bahwa rakyat kecil yang jelas terpengaruh ekonominya tetapi tidak menyalahkan siapapun. Tetapi biasanya para politikus dan kumpulan ibu-ibu arisan para isteri orang kaya yang seharusnya tidak terpengaruh ekonominya justru terpicu untuk mengumpat para penyelenggara negara yang dianggapnya tidak becus.

Dari obrolan tersebut tampaknya masyarakat menengah ke bawah justru akan terkena imbasnya. Tetapi tampaknya perjuangan keras hidupnya telah membuat mereka sudah rentan dan terbiasa dengan cobaan hidup yang berat. Tetapi sebagian dari mereka ada yang bijak dan cerdas sehingga tidak mengeluh dan tetap menyiasati hidup dengan melakukan cara tersendiri. Tetapi sebaliknya para politikus dan masyarakat kaya yang merasa paling pintar dalam menyikapi keniscayaan kenaikkan harga justru cenderung menyalahkan pihak tertentu. Tampaknya kalimat bijak si penjual nasi goreng yang bekas guru SMA tersebut dapat menjadi inpirasi masyarakat bangsa ini di saat harga-harga melambung. “Seseorang yang melihat kebaikkan dalam beberapa hal memiliki pikiran baik. Dan yang memiliki pikiran baik akan mendapatkan kenikmatan hidup”. “Kadang masalah ekonomi adalah sahabat terbaik  saya. Masalah itu membuat saya lebih kuat dan membuat saya lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yang telah mengatur ini semua”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun