Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

ASI Bukan Sebagai Pengganti Imunisasi

29 September 2014   21:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:02 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="523" caption="Ilustrasi, Ibu Memberi ASI (Kompas.com)"][/caption]

Kampanye Hitam Imunisasi: Beri ASI, Stop Imunisasi

Imunisasi adalah investasi terbesar bagi anak di masa depan. Imunisasi adalah hak anak yang tidak bisa ditunda dan diabaikan. Imunisasi sudah terbukti manfaat dan efektivitasnya dan teruji keamanannya secara ilmiah dengan berdasarkan kejadian berbasis bukti. Tetapi masih banyak saja orangtua dan kelompok orang yang menyangsikannya. Salah satunya adalah maraknya kampanye hitam imunisasi yang terjadi bukan hanya di Indonesia tetapi juga di belahan dunia lainnya. Banyak mitos dan kontroversi yang tidak benar secara ilmiah yang diangkat oleh para pelaku kampanye hitam imunisasi. Salah satunya adalah masih saja terdengar slogan "Beri ASI Ekslusif, Stop Imunisasi". Ternyata mitos yang tidak benar tersebut akan berdampak merugikan orangtua dan khususnya bayi yang menolak diberikan imunisasi.

Setiap tahun ada sekitar 2,4 juta anak usia kurang dari 5 tahun di dunia yang meninggal karena penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh vaksinasi. Di Indonesia, sekitar 7 persen anak belum mendapatkan vaksinasi. Salah satu masalah utama yang menghambat keberhasilan program imunisasi adalah penyebaran informasi yang tidak benar dan menyesatkan tentang imunisasi. Hal itu adalah wajar terjadi karena demikian banyak informasi yang beredar yang tidak berdasarkan pemikiran dan dasar ilmiah meski dilakukan oleh seorang dokter. Hambatan lain adalah munculnya kelompok-kelompok antivaksinasi yang menyebabkan kampanye hitam dengan membawa faktor agama dan budaya.

Biasanya, kelompok tertentu yang menyebarkan kampanye hitam imunisasi demi kepentingan pribadi khususnya dalam kepentingan bisnis terselubung yang mereka lakukan. Sebagian kelompok ini adalah yang berdiri dibelakang oknum pelaku naturopathy, food combining, homeopathy atau bisnis terapi herbal.

Sampai saat ini masih saja para pelaku kampanye hitam imunisasi terus mengungkapkan dan menyebarkan informasi dan slogan yang tidak benar tentang imunisasi. Saat ini mitos yang banyak beredar di media sosial dan dunia maya lainnya adalah slogan Berikan SSI Ekslusif Stop ASI. Ternyata slogan tersebut hanya mitos yang idak benar, tidak berdasarkan latar belakang pemikiran ilmiah dan bukti berbasis penelitian.Tidak ada yang salah dengan slogan berikan ASI ekslusif. tetapi slogan tersebut bermasalah dan menyesatkan ketika dibumbuhi dengan slogan stop imunisasi, karena pemberian ASI sudah cukup untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit.

Meskipun menyusui memiliki banyak faktor kekebalan tubuh untuk bayi, menyusui tidak boleh dianggap sebagai pengganti imunisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ketika bayi yang diberi ASI divaksinasi, mereka akan menghasilkan tingkat yang lebih tinggi dari antibodi dibandingkan dengan susu formula bayi.

Sudah banyak diketahuin dan diyakini bahwa bayi yang mendapatkan ASI lebih kecil kemungkinannya untukmendapatkan infeksi daripada bayi susu formula. ASI mengandung banyak faktor nutrisi yang luar biasa yang dapat membantu untuk mendukung sistem kekebalan tubuh bayi. Seorang ibu memberikan pada bayinya beberapa jenis protein, lemak, gula dan sel-sel yang bekerja melawan infeksi ketika dia menyusui bayinya misalnya antibodi,sel darah putih, laktoferin, lisozim, oligosakarida, probotics dan prebiotik).

Ketika seorang ibu masuk dalam lingkungan yang terdapat kontak dengan penderita yang mengalami sakit atau menullarkan kuman di lingkungannya, dia membuat antibodi untuk melawan kuman. Antibodi ini masuk ke ASIdan karena itu ke bayi. Karena ibu dan bayinya umumnya berhubungan dengan kuman yang sama, Hal inimembantu melindungi bayinya dari penyakit mereka berdua terkena. Jenis utama dari antibodi dalam ASI adalahIgA. Antibodi IgA melindungi permukaan internal tubuh, seperti mulut, perut, usus dan paru-paru. Mereka tidakdicerna oleh bayi, mereka hanya mantel usus dan memblokir masuknya infeksi yang dinyatakan bisa menyebabkan penyakit. Selain itu, ada sejumlah faktor lain dalam ASI yang membantu bayi yang diberi ASI menghasilkan sistem kekebalan tubuh lebih efisien. Misalnya, bayi yang diberi ASI memiliki kelenjar thymus lebih besar daripada yangformula bayi makan. Kelenjar timus membuat jenis sel darah putih yang membantu melindungi terhadap infeksi.

ASI Bukan Pengganti Imunisasi

Meskipun menyusui memiliki banyak faktor kekebalan tubuh untuk bayi, menyusui tidak boleh dianggap sebagai pengganti imunisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ketika bayi yang diberi ASI divaksinasi, mereka akan menghasilkan tingkat yang lebih tinggi dari antibodi dibandingkan dengan susu formula bayi. Tetapi hal tersebut tidak bisa memberi kekebalan yang lebih dan tidak bisa menjamin bahwa bayi bisa terhndar f=dari berbagai penyakit berbahaya.

Rekomendasi dan pernyataan Australia Breastfeeding Association menyatakan: 'Menyusui saja tidak memberikan kekebalan cukup untuk penyakit anak dan orang tua perlu mencari bimbingan yang tepat untuk imunisasi darimedis mereka penasihat'. Meskipun menyusui sering mengurangi keparahan penyakit pada bayi, adalah penting untuk memahami bahwa menyusui tidak memberikan pengganti imunisasi. Dengan kata lain, menyusui tidakmemberikan kekebalan total bayi terhadap penyakit dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin yang dikembangkanterhadap berat, mengancam kehidupan penyakit polio, difteri, campak dan lain-adalah cara penting lain untukmelindungi kesehatan anak-anak kita. Menyusui dapat meningkatkan respon bayi terhadap beberapa imunisasi.Ketika bayi menyusu divaksinasi, mereka menghasilkan tingkat yang lebih tinggi dari antibodi dalam menanggapi beberapa vaksinasi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula.

Hal ini diterima dengan baik bahwa bayi menerima imunitas spesifik dalam bentuk antibodi dari ibu merekamelalui plasenta sebelum kelahiran dan dalam ASI jika mereka sedang disusui terhadap berbagai infeksi. Antibodi ini bersifat sementara dan menghilang dalam beberapa minggu ke bulan. Apakah bayi menerima beberapa antibodi terhadap penyakit tertentu dan apakah antibodi ini dapat sebagai pelindung ternyata tergantung pada berbagai variabel.

Beberapa contoh yang menjadi perhatian khusus bagi masyarakat yang tidak melakukan vaksinasi. Dua penyakit yang paling menular yang dikenal manusia dianataranya adalah pertusis dan campak. Seorang ibu baru-baru initerinfeksi pertusis atau baru divaksinasi tetapi dia tidak akan lmemiliki antibodi pada bayinya baik melalui plasentaatau ASI. Hal ini hanya karena dia tidak akan memiliki antibodi yang beredar dirinya untuk dapat diberikan pada bayinya. Satu-satunya cara untuk melindungi bayi adalah dengan vaksinasi bayi. Studi yang menarik beberapatahun yang lalu di wilayah di Italia di mana pertusis adalah endemik tanpa adanya penggunaan vaksin. Sementaramenyusui muncul pelindung terhadap infeksi pernapasan bawah akut, bayi yang diberi ASI memiliki risiko yang sama untuk rawat inap dengan pertusis seperti penyakit seperti botol makan bayi. Menyusui tidak melindungi terhadap pertusis. Pertusis dapat mematikan pada bayi muda.

Sementara bayi mungkin menerima tingkat perlindungan dari antibodi alamiah terhadap campak dari ibunya. Namun secara cepat berkurang sehingga mereka rentan. Hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada antibodi campakmelewati ASI untuk diteruskan apada bayi. Sebuah penelitian di Belgia menemukan bahkan ketika ibu mengalamigejala klinis penyakit campak antibodi diteruskan ke bayi mereka hanya bertahan selama rata-rata hingga 3,78bulan. Menyusui tidak berdampak pada waktu peluruhan antibodi. Ada beberapa bukti bahwa menyusui dapatmengurangi keparahan infeksi campak. Sebuah penelitian luas di Inggris diselidiki jika menyusui terhadap kasus penyakit campak dan juga efek dari imunisasi. Hasilnya menunjukkan menyusui dikaitkan dengan sedikit penurunan angka kejadian campak diagnosis tetapi setelah vaksinasi campak terjadi hasil yang lebih bermaknayang sangat terkait dengan risiko rendah untuk ter=jangkit campak. Dengan kata lain, menyusui membantu hanyasedikit tetapi vaksinasi sangat efektif

Selain itu pada kekebalan tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang berpengaruh dalam kekebalan tubuh adalah host atau individu manusia, lgenetik, nutrisi dan lingkungan. Pada banyak contoh orangtua sering heran ketika bayi dan anaknya sudah diberi ASI ekslusif, diberi makanan bergizi paling baik bahkan ditambahkan vitamin yang mahal dari luar negeri tetapi tetap saja anaknnya masih sering terkena demam, batuk dan pilek berulang. Hal ini terjadi karena sebagian anak mempunyai kelemahan secara genetik dan faktor lainnya yang membuat daya tahan tubuhnya jelek atau anak tetap sering sakit. Hal ini sering terjadi pada penderita kelainana bawaan, kelainan darah, gizi buruk atau kelianan lainnya. Pada gangguan kekebalan tubuh yang ringan sering terjadi pada anak dengan riwayat hiersensitif saluran cerna, penderita alrgi, asma dan gangguan lainnya.

Banyak orang beralasan bahwa keluarga tetangganya tidak pernah sakit dan sampai sekarang sebagian sudah berkeluarga tidak masalah meski tidak pernah imunisasi. Hal ini memang bisa saja terjadi dan beberapa kasus menunjukkan hal yang sama. Tetapi hal tersebut tidak dapat digeneralisasikan. Kita tidak pernah tahu dan menyimak bahwa berapa kelompok lainnya terdapat anak yang sakit berat bahkan meninggal karena anaknnya tidak diimunisasi karena terkena infeksi yang berat. Mungkin saja genetik anak tertentu sangat baik dan kebetulan tidak pernah terkontaminasi infeksi berat. Tetapi anak tertentu lainnya dengan kekebala yang tidak baik dan sering kontak dengan lingkungan yang padat dan penuh kuman makan ceritanya akan lain lagi.

Beberapa kelompok anti vaksin, pelaku kampanye hitam imunisasi dan pendukungnya juga sering berpikiran negatif dengan menganggap bahwa pihak dokter mengkampanyekan imunisasi semata demi bisnis vaksin. Memang opini negatif tersebut tidak dapat disalahkan karena vaksin adalah bisnis besar yang menggiurkan. Tetapi jangan berpikiran negatif bahwa menganggap semua dokter menghambakan bisnis semata. Vaksin bukanlah satu-satunya bisnis besar di bidang kesehatan. Saat ini semua hal yang mendukung kesehatan merupakan bisnis yang besar seperti obat, vitamin, alat kesehatan dan pelayanan kesehatan. Memang benar bisa saja dokter dikambinghitamkan dalam bisnis vaksin tersebut. tetapi hal tersebut merupakan alasan yang tidak proposinal untuk dijadikan alasan agar anak tidak divaksinasi. Kalau alasan tidak propisional tersebut dijadikan alsan, maka seharusnya banyak masyarakat menolak membeli obat, menolak dirawat di umah sakit dan menolak diperiksa laboratorium karena merasa dikorbnkan bisnis layanan kesehatan. Para pelaku kampanye hitam imunisasi seringkali mempunyai motivasi dan misi tertentu dalam aktifitasnya tersebut. salah satunya para pelaku kampanye hitam adalah demi mendukung bisnis kayanan kesehatan alternatif yang diusungnya seperti terapi herbal, bisnis vitamin, bisnis nutrisi ata terapi alternatif lainnya. Tidak disadari oleh para pelaku kampanye hitam tersebut bahwa bisnis kesehatan yang dilakukan secara jangka panjang harga tidak lebih murah dibandingkan harga vaksin bahkan banyak kasus nilainya lebih mahal dibandingkan vaksinasi yang dijadikan kambing hitam.

Sikap orang tua dalam menghadapi kampanye hitam

  • Bila mendengar dan mengetahui kontroversi tersebut, maka pasti akan membingungkan masyarakat awam. Hal ini terjadi karena yang memberikan informasi yang tidak benar tersebut adalah para ahli kedokteran tetapi yang tidak berkompeten sesuai keahliannya. Untuk menyikapinya kita harus cermat dan teliti dan berpikiran lebih jernih. Kalau mengamati beberapa penelitian yang mendukung adanya berbagai kejadian berhubungan dengan imunisasi, mungkin benar sebagai pemicu atau sebagai co-accident atau kebetulan.
  • Penelitian yang menunjukkan hubungan keterkaitan imunisasi dan berbagai hal yang tidak benar hanya dilihat dalam satu kelompok kecil (populasi). Secara statistik hal ini hanya menunjukkan hubungan, tidak menunjukkan sebab akibat. Kita juga tidak boleh langsung terpengaruh pada laporan satu atau beberapa kasus, misalnya bila orang tua anak autism berpendapat bahwa anaknya timbul gejala autism setelah imunisasi. Kesimpulan tersebut tidak bisa digeneralisasikan terhadap anak sehat secara umum (populasi lebih luas). Kalau itu terjadi bisa saja kita juga terpengaruh oleh beberapa makanan yang harus dihindari oleh penderita autism juga juga akan dihindari oleh anak sehat lainnya. Jadi logika tersebut harus dicermati dan dimengerti.
  • Menanggapi tantangan tersebut, Prof Sri Rezeki Hadinegoro, Ketua Pelaksana Konferensi Vaksin Se-Asia 3 mengatakan, pemerintah bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan pendekatan kepada ulama dan masyarakat untuk memberikan pemahaman yang benar. "Kami tidak melawan pemahaman kelompok antivaksin, tetapi jangan memutarbalikkan fakta pada masyarakat," kata Sri dalam acara jumpa pers pelaksanaan Konferensi Vaksinasi Asia Ke-3 di Jakarta, Kamis (28/7/2011).
  • Ketua Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menambahkan, masyarakat seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan keamanan dan kehalalan vaksin yang beredar. "Pemerintah menjamin semua vaksin yang beredar sesuai kaidah-kaidah yang berlaku. Pada kasus kontroversi vaksin meningitis untuk jemaah haji, kami mengikuti saran MUI," katanya.
  • Persoalan black campaign dari vaksin ternyata juga ditemui di negara-negara lain, misalnya di Filipina. Menurut Enrique Tayag, President of Philliphine Foundation for Vaccination, kelompok antivaksin juga menjadi tantangan. "Bagaimanapun masyarakat harus diingatkan manfaat vaksin untuk kesehatan anak jauh lebih besar daripada efek samping yang ditakutkan," katanya dalam kesempatan yang sama. Hambatan lain adalah munculnya kelompok-kelompok antivaksinasi yang menyebabkan kampanye hitam dengan membawa faktor agama dan budaya. Biasanya kelompok tertentu yang menyebarkan kampanye hitam imunisasi demi kepentingan pribadi khususnya dalam kepentingan bisnis terselubung yang mereka lakukan. Sebagian kelompok ini adalah yang dilakukan oleh oknum pelaku naturopathy, homeopathy, food combining, atau bisnis terapi herbal. Sebagian dari kelompok ini juga dilakukan oleh dokter bahkan beberapa profesor. Tetapi semuanya bukan berasal dari ahli medis, dokter atau profesior yang berkompeten di bidangnya seperti ahli kesehatan anak, ahli vaksin, ahli imunologi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak juga dokter atau profesor yang bergerak di bidang bisnis terapi alternatif atau non medis. Meski sebenarnya ilmu dan aliran terapi alternatif tersebut pada umumnya sangat baik, tetapi sayangnya sebagian kecil di antara mereka demi keberhasilan bisnis mereka mengorbankan kepentingan anak di dunia dengan menyebarkan informasi tidak benar dan menyesatkan.
  • Sebaiknya semua pihak harus mawas diri dalam menyebarkan opini dan mitos yang tidak ilmiah dan tidak benar. Bila hal itu terjadi maka mereka akan menyesatkan banyak orangtua yang akhirnya mengorbankan nyawa banyak anak ;lainnya. Bukan saja nyawa anaknya yang tidak diimunisasi, Bila anaknya mendapatkan penyakit menular juga merupakan sumber penularan pada anak lainnya yang dapat terncam nyawanya.

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun