Mohon tunggu...
Sandi Aprilian
Sandi Aprilian Mohon Tunggu... Wiraswasta - wirausaha

Astrophile

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Percuma Kaya Tapi Tidak Berakhlak", Kebiasaan Kotor Orang Indonesia

23 Januari 2023   08:00 Diperbarui: 31 Januari 2023   02:04 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar (shutterstock.com)

Kemarin, sore hari, saya diminta untuk membeli keperluan makanan oleh orang tua ke supermarket menggunakan mobil. Karena berhubung hari itu tanggal 22 Januari 'perayaan tahun baru Imlek' dan weekend, otomatis jalanan menjadi ramai dengan kendaraan. Perjalanan yang seharusnya memakan waktu 15 menit, bertambah 10 menit lebih lama. 

Depan, belakang, pinggir, tiap kendaraan saling membunyikan klakson, tanda mereka ingin segera sampai tujuan. Saya yang sedang tidak terburu-buru menikmati suasana keramaian jalanan. Sesekali melihat macam pernak-pernik Imlek di pinggir jalan daerah kota. 

Tiba-tiba, mobil mewah tipe "SUV" keluaran terbaru dengan harga berkisar setengah miliar yang berada di depan saya, membuka kaca. Kemudian, di bangku penumpang sisi kanan, tampak seseorang  membuang bungkus makanan dari salah satu restoran siap saji asal Amerika. Tak lama setelahnya di bangku penumpang sebelah kiri, terlihat tangan anak kecil membuang gelas plastik yang masih penuh dengan es batu ke trotoar. 

Jengkel melihatnya, saya langsung membunyikan klakson dengan kencang. Tetapi, si sopir yang sedang merokok melihat ke arah saya melalui kaca spion kanan tak bereaksi sama sekali. 

Setelahnya melewati pertigaan, mobil SUV mewah tersebut belok ke kiri sedang kan saya lurus. Saat melewati mobil itu, saya melihat penumpang di sisi kanan dari bayang-bayangnya adalah seorang ibu-ibu dan sebelahnya memang anak kecil.

Aneh, dari tampilan sebagai kalangan orang berada, pasti menyandang pendidikan tinggi pula. Tapi kenapa hal kecil seperti membuang sampah saja tidak tahu harus di mana. Apalagi sebagai orang tua, si ibu seharusnya  memberikan contoh dan menasehati si anak agar terbentuk baik moralnya.

Diingat-ingat kembali, ternyata bukan pertama kali saya melihat fenomena itu. Hanya saja, pelaku tindakan jorok tersebut  beragam. Suatu ketika saya berjalan di trotoar, menelusuri toko-toko, selama perjalanan, saya perhatikan bukan hanya satu orang yang membuang sampah sembarangan.

Dari abang-abang jualan makanan di gerobak membuang sampah plastik ke selokan jalan. Pemilik toko melempar gelas kemasan air mineral ke pinggir trotoar. Anak kecil yang dituntun ibunya melempar bungkusan jajanan ke sungai. 

Sementara itu di sepanjang trotoar telah disediakan tempat sampah. Sepertinya, itu menjadi hal yang lumrah bagi warga Indonesia, karena yang saya perhatikan tidak ada bentuk teguran orang sekitar  bagi pelaku-pelaku tersebut.

Padahal, masyarakat telah mengetahui dampak dari buang sampah sembarangan. Selain merusak pemandangan dan timbulnya bau tak sedap, bisa berakibat mendatangkan banjir. Akhirnya masyarakat 'playing victim', menuduh pemerintah 'tidak becus' dalam penanganan banjir. Sedangkan  mereka telah menyediakan sarana penanggulangan di mana-mana.

Di negara maju seperti Jepang, membuang sampah sembarangan  termasuk perbuatan kejahatan, karena mengganggu pemrosesan barang limbahan. Pelaku dikenakan sanksi hukuman denda yang cukup tinggi. Hal itu mereka terapkan karena sebelumnya Jepang adalah negara yang kotor.

Apa pemerintah dalam negeri harus menerapkan hal serupa secara menyeluruh? yang saya ketahui peraturan "membuang benda sembarangan" hanya berlaku di beberapa daerah tertentu saja.

"Saya sih setuju-setuju saja jika bisa membuat masyarakat lebih disiplin."

Kalaupun tidak perlu, seharusnya masyarakat Indonesia bisa memulai dari kesadaran sendiri seperti menyediakan tempat sampah kecil di mobil. Saat berjalan jangan langsung membuang plastik makanan atau tissue, tunggu hingga menemukan tempat sampah.

Mari kita tutup siklus 'kebiasaan kotor' tersebut dengan membiasakan dari sekarang dan untuk orang tua mulai menerapkan pemahaman terhadap anak-anak agar bangsa berikutnya menjadi bangsa yang lebih 'berakhlak' dan cinta terhadap lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun