"Kamu makan yang banyak ya, ini kan puasa pertama mu" ucap Nyi Yabi sembari menuangkan beberapa sendok sayur kangkung ke piring cucunya Maeroh.
Tapi kemudian Nyi Yabi terheran menatap cucunya yang hanya memukul-mukulkan sendok ke piring tanpa memakan nya.
"eh..koq ndak makan toh, kenapa nduk ?" Nyi Yabi mencoba menerka apa yang dipikirkan Maeroh
"Maeroh ndak  jadi puasa nek..." sambil cemberut
"loh..koq ndak  jadi piye toh..?"
(masih cemberut)... "Nek... simbok kapan pulang nya sih... Maeroh kan kangen, dulu Simbok pernah bilang mau temani Maeroh makan Sahur tahun ini, tapi koq Simbok malah pergi.. Simbok ngapusi..."
(Sambil menyendok nasi untuknya sendiri) ... "Simbokmu itu kan pergi untuk bekerja, ya.. buat kamu juga, kan tahun depan kamu sudah harus masuk sekolah toh, kalau Simbokmu itu ndak pergi kerja, lalu siapa lagi nanti yang membiayai sekolahmu."
"Tapi kan Simbok bisa kerja dekat sini aja nek, kaya mbok nya Dusmin itu yang punya warung tau ibunya Slamet itu yang kerja jahit baju"
"Maeroh.. Simbokmu itu kan ndak sekolah, dia ndak punya ilmu seperti mboknya Slamet, dan juga simbokmu itu ndak punya uang banyak buat bikin warung kaya mboknya Dusmin, makanya Simbokmu pergi ke Arab kerja disana, karena cuma disana yang bisa terima tenaga dia dan dikasih uang banyak"
"Tapi Maeroh kesepian nenek... Maeroh kangen simbok" mata Maeroh mulai berkaca-kaca dan mulai menangis
(menghampiri Maeroh dan memeluknya hangat).... "cup..cup.. kan ada nenek... kamu jangan nangis ya.."
"Nenek... bilangin sama simbok, Maeroh ga mau sekolah aja, biar simbok ga usah ke Arab..hiks..hiks.."Â tangisan Maeroh semakin menjadi.
Mendengar tangisan cucunya, Nyi Yabi pun merasa sedih, air matanya ikut mengalir deras, hatinya bagai ter-iris terasa pedih, Sepedih kerasnya kehidupan yang harus dilaluinya setiap hari untuk menghidupi cucu satu-satunya itu.
Sejak kepergian ayah dari Maeroh setahun silam yang disebabkan kecelakaan lalu lintas, memang tidak ada lagi orang yang dapat dijadikan 'tumpuan harapan' di dalam rumah itu selain Ibunda dari Maeroh sendiri, yang akhirnya dengan terpaksa pergi ke Arab Saudi. Nyi Yabi mencoba menenangkan diri dan mengusap air mata Maeroh "cup..cup... sudah ..sudah... nanti nenek bilangin ke simbok mu, tapi kamu mesti puasa ya, kalo kamu ndak mau puasa nanti simbok marah sama kamu"
' Maeroh mengangguk '
"ya sudah sekarang lanjutin makan sahurnya nanti keburu Imsak, hayo.. cepetan habisin makannya " Ucap Nyi Yabi dengan senyum dibibirnya, walau di dalam hati dan pikirannya menerawang jauh kepada putrinya yang ada di Arab Saudi, bertanya-tanya tentang keadaannya disana, baik kah?, sudah makan kah?, atau adakah masalah dengan majikan nya sehingga sudah 3 bulan belakangan tidak ada kabar lagi darinya baik dari telepon ataupun surat. Hatinya resah, tak tentu arah, tidak tau kemana harus mengadu dan berlindung.
Yang bisa dilakukan nya kini hanya pasrah sambil tak henti ikhtiar dan berdoa kepada Sang Maha Pemberi.
.
.
*Terinspirasi dari kisah seorang teman* Berharap semoga para Koruptor diberi hidayah untuk menyumbangkan seluruh uang Korupsinya sebagai subsidi pendidikan anak Indonesia.. mungkin ga ya...?!! :roll:
~Senyum dan Tetap Semangat~ ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H