"Nenek... bilangin sama simbok, Maeroh ga mau sekolah aja, biar simbok ga usah ke Arab..hiks..hiks.."Â tangisan Maeroh semakin menjadi.
Mendengar tangisan cucunya, Nyi Yabi pun merasa sedih, air matanya ikut mengalir deras, hatinya bagai ter-iris terasa pedih, Sepedih kerasnya kehidupan yang harus dilaluinya setiap hari untuk menghidupi cucu satu-satunya itu.
Sejak kepergian ayah dari Maeroh setahun silam yang disebabkan kecelakaan lalu lintas, memang tidak ada lagi orang yang dapat dijadikan 'tumpuan harapan' di dalam rumah itu selain Ibunda dari Maeroh sendiri, yang akhirnya dengan terpaksa pergi ke Arab Saudi. Nyi Yabi mencoba menenangkan diri dan mengusap air mata Maeroh "cup..cup... sudah ..sudah... nanti nenek bilangin ke simbok mu, tapi kamu mesti puasa ya, kalo kamu ndak mau puasa nanti simbok marah sama kamu"
' Maeroh mengangguk '
"ya sudah sekarang lanjutin makan sahurnya nanti keburu Imsak, hayo.. cepetan habisin makannya " Ucap Nyi Yabi dengan senyum dibibirnya, walau di dalam hati dan pikirannya menerawang jauh kepada putrinya yang ada di Arab Saudi, bertanya-tanya tentang keadaannya disana, baik kah?, sudah makan kah?, atau adakah masalah dengan majikan nya sehingga sudah 3 bulan belakangan tidak ada kabar lagi darinya baik dari telepon ataupun surat. Hatinya resah, tak tentu arah, tidak tau kemana harus mengadu dan berlindung.
Yang bisa dilakukan nya kini hanya pasrah sambil tak henti ikhtiar dan berdoa kepada Sang Maha Pemberi.
.
.
*Terinspirasi dari kisah seorang teman* Berharap semoga para Koruptor diberi hidayah untuk menyumbangkan seluruh uang Korupsinya sebagai subsidi pendidikan anak Indonesia.. mungkin ga ya...?!! :roll:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H