Pada tahun 1856, pemerintah berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 20.000 pikul kopi dengan total pendapatan sekitar f 3.995.628. Kopi Mandailing, karena kualitasnya yang bagus, menerima penawaran tertinggi pada pelelangan di Padang pada tahun 1922, yaitu antara f 87,50 hingga f 92 per pikul, dan dijual di bawah label "Kopi Mandailing".
Penurunan Produksi dan Warisan Kopi
Namun, produksi kopi di Tapanuli, termasuk Mandailing, menurun seiring waktu. Pada tahun 1928, perkebunan kopi pemerintah diubah menjadi perkebunan karet. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perubahan kebijakan kolonial Belanda yang beralih fokus dari kopi ke karet dan penurunan harga kopi di pasar internasional. Meskipun demikian, kopi dari Mandailing dan Angkola tetap terkenal karena kualitasnya yang diakui di pasar internasional, menjadikan daerah ini dikenal karena kopi berkualitas tinggi.
Warisan dari kebijakan kolonial Belanda ini masih terasa hingga kini, dengan merek kopi Mandailing dan Angkola yang terus diakui dan memiliki posisi di pasar kopi internasional
Referensi
Agustono, B. (2018). The Dutch Colonial Economic Policy: Coffee Exploitation in Tapanuli Residency, 1849-1928. KEMANUSIAAN: The Asian Journal of Humanities, 25(2).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H