Lebih ironisnya lagi, akibat semua itu, kita merasa waktu, tenaga, dan sampai uang kita seperti sudah tidak ada lagi, dan bahkan defisit, untuk diluangkan guna bercengkerama dengan orang-orang terkasih, berolahraga, menabung, berinvestasi, beristirahat, serta menikmati dunia dan kehidupan ini. Tetapi, justru kita tetap sempat berinteraksi dengan orang-orang yang belum pernah kita jumpai, mampu begadang hingga larut malam dan bahkan sampai pagi untuk berinternet dan bermedia-sosial, serta punya uang untuk membeli barang-barang dan makanan-minuman yang kita lihat rekomendasinya di dunia maya yang mana semua itu belum tentu sehat, berguna, dan betul-betul kita butuhkan!
Semua itu adalah ekses! Namun, sayangnya, justru ekses-ekses itulah yang jauh lebih dominan ketimbang khitah dari digitalisasi! Bahkan makin hari makin dominan! Digitalisasi seharusnya mendekatkan yang jauh, sehingga yang sudah dekat pun menjadi lebih dekat sampai merekat. Digitalisasi pun idealnya melapangkan marjin waktu, tenaga, uang, dan semua sumber daya kita yang lain. Juga, karena sifatnya yang menembus banyak batas dan sekat, seperti batas negara dan budaya, digitalisasi pun logisnya harus membimbing kita untuk turut mengglobal dan meluas, sehingga wawasan dan jiwa kita pun kalau bisa menjadi seluas semesta. Tetapi, fakta yang kita temukan dan kita alami sendiri justru adalah kontradiksi dari semua itu!
Dan, yang juga sangat memprihatinkan, ekses digitalisasi itu bukan sekadar terjadi di ranah-ranah dan dalam wujud-wujud yang sudah disebutkan tadi. Sekarang ini, berita bohong atau hoax makin merajalela! Orang-orang sepertinya semakin terpacu untuk berlomba-lomba mengubar ujaran-ujaran kebencian dan fitnah terhadap siapapun! Sehingga, dengan demikian, bukannya menjadi dekat dan rekat, hubungan antar-sesama manusia justru menjadi tambah menjauh dan meretak! Pula, agitasi paham ekstremisme dalam segala bentuknya berkembang-biak makin tak terkendali di dunia maya! Alhasil, alih-alih pemikiran, jiwa, dan wawasan kita meluas, menyemesta, dan inklusif, semua itu justru kian menyempit, eksklusif, dan membutakan!
Saya tidak mau terjebak ke dalam semua itu! Saya ingin mengembalikan digitalisasi kepada khitahnya yang sebenarnya. Selain membuat kita live smart, teknologi digital dan digitalisasi seluruh bidang pun sesungguhnya dapat membuat kita live wise!
Implementasi yang saya terapkan dan wanti-wantikan kepada diri saya sendiri untuk live smart dan live wise dengan digitalisasi ialah seperti ini.
Langkah paling awal dan yang paling menentukannya adalah ketegasan saya untuk menempatkan diri saya dan teknologi digital pada posisinya masing-masing yang benar. Yaitu, sayalah tuan atas diri saya sendiri, atas apa yang saya lakukan, serta atas teknologi digital dan proses digitalisasi yang saya instalasikan menjadi bagian dari keseharian saya.
Selanjutnya, saya menggunakan teknologi digital untuk melesatkan kinerja saya dalam bekerja. Sebagai orang yang salah satu mata pekerjaan dan mata-pencaharian utamanya menjadi penulis, saya kini sudah jauh lebih banyak menggunakan pola pengiriman dan publikasi tulisan secara digital daripada lewat jasa pos atau kurir. Namun, bukan itu semata-mata manfaat digitalisasi dalam hal profesi saya. Seorang penulis mutlak memerlukan banyak sekali bacaan karena dengan membacalah sang penulis memperoleh "bahan bakar" dan sumber energi untuk mendapatkan gagasan-gagasan baru dan segar guna diejawantahkan menjadi tulisan. Nah, membaca secara daring pun sekarang ini makin intens saya lakukan, di samping membaca buku-buku dan bahan-bahan bacaan lain yang tersedia dalam bentuk konvensional fisik.
Lalu, saya tidak menggunakan internet untuk tujuan apapun, termasuk untuk mengunggah tulisan dan membaca, saban kali saya sedang menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang saya kasihi. Entah itu kala makan bersama, atau sekadar berbincang-bincang ringan, atau bercanda-ria, atau apapun, pokoknya, dalam momen-momen yang memang pantasnya adalah untuk menikmati kebersamaan.
Sebaliknya, justru saat jauh dari semua orang yang saya cintai, saya justru menggunakan media-sosial menjadi salah satu sarana berkomunikasi dengan mereka, di samping tentunya dengan cara bertelepon, baik bertelepon secara audio saja maupun bertelepon secara video-audio. Saling bertukar kabar, saling mencurahkan isi hati, saling menceritakan pengalaman, saling berbagi informasi baru, atau sekadar mengobrol ngalor-ngidul, itu semua tidak ada yang percuma! Semuanya memiliki porsi pentingnya sendiri dalam melekatkan dan mengeratkan jalinan kasih di antara kami.
Dan, terakhir, saya betul-betul anti terhadap segala berita dan tulisan yang menipu, penuh kebohongan, sarat kebencian, provokatif, menyesatkan, dan yang nuansa nadanya sama dengan itu semua! Saya benci mendengar dan membacanya, saya pun alergi menulis dan menyebarluaskannya. Tetapi, sebaliknya: alangkah nikmatnya rasa di hati ini setiap kali saya usai menuliskan dan mengunggah kebenaran apapun dalam bentuk yang positif, inspiratif, motivatif, dan membangkitkan rasa optimistis! Begitu juga setiap kali mendengar informasi yang berisi kebenaran belaka dan yang juga bernada seperti itu. Termasuk dan utamanya dari dan ke dunia maya melalui wahana digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H