Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rumah adalah Istana Kedamaian dan Monumen Kemandirian Kita

17 Oktober 2017   16:28 Diperbarui: 17 Oktober 2017   16:34 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan rumah pribadi kita pun menjadi simbol dari kemandirian kita. Kita melepaskan diri dari ketergantungan kita pada orangtua kita, membentuk rumah-tangga dan keluarga kita sendiri yang independen, yang kita bina dan tumbuh-kembangkan juga secara independen, yang mana semua itu hanya bisa berlangsung di dalam rumah. Lagipula, memiliki rumah sendiri adalah bukti paling konkret dari kemandirian kita secara ekonomi dan finansial. Kita bisa berkoar-koar ke-sana-kemari, bilang ke semua orang, utamanya kepada calon mertua kita, bahwa kita sudah mapan secara ekonomi dan keuangan, namun tanpa bukti yang faktual, besar sekali kemungkinan orang-orang, khususnya calon mertua kita, bakal menganggap kita sekadar sedang mengumbar omong besar dan omong-kosong belaka. 

Beberapa orang sangat mungkin akan percaya sesudah kita memperlihatkan kalau kita punya kendaraan pribadi. Namun, beberapa orang yang lainnya barangkali juga tetap belum akan percaya bahwa kita sudah mapan. Terutama calon mertua kita. Tetapi, sudah pasti siapapun akan bungkam kalau bukti yang kita sodorkan adalah berupa rumah pribadi kita. Bahkan calon mertua kita pun akan terlihat seperti orang idiot kalau mereka tetap berani skeptis terhadap kemandirian keuangan kita! Kalau begitu, apa jadinya kalau rumah kita yang semestinya menjadi monumen independensi kita itu justru malah menjadi biang-keladi keterbelengguan kita, yakni terbelenggu oleh utang dalam bentuk KPR?

Tetapi, tolong tidak salah sangka padaku! Aku sama-sekali tidak bermaksud menghina orang yang memiliki rumah lewat KPR. Bahkan, aku pun sama-sekali tidak hendak mengatakan jika KPR itu salah dan jahat. Yang kumaksud ialah bahwa KPR seyogyanya justru harus kita tempatkan pada posisinya yang tepat sebagai jalan untuk kita dapat mewujudkan kemandirian ekonomi sekaligus kedamaian dan ketenangan hidup kita, yaitu dengan mempunyai rumah. Artinya, ketika kita memutuskan untuk membeli rumah melalui cara KPR, kita harus benar-benar punya kepastian seratus persen kalau kita sanggup melunasinya. Sekiranya kita meninggal sebelum seluruh tahapan pembayaran KPR rampung, kita bisa menjamin kalau kita sudah meninggalkan cadangan keuangan yang memungkinkan keluarga kita dapat melanjutkan sisa tahapan pembayaran tersebut hingga lunas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun