Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kemasukan Roh “Ngariung” sampai Ketagihan Romantika “Botram”

26 Agustus 2016   12:12 Diperbarui: 26 Agustus 2016   12:25 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Arti penting makanan dan kegiatan makan bagi kehidupan individu dan masyarakat

Makanan dan kegiatan makan bukan hanya penunjang kehidupan melainkan juga menjadikannya lebih hidup. Orang lapar akan cepat sekali merasakan dan memancarkan energi negatif. Kehilangan gairah karena kelaparan menurunkan kualitas kehidupan. Dan kita sendiri tentu mengalami sendiri, betapa mekar dan berseminya kembali kehidupan kita ini hanya dengan baru melihat dan mencium aroma makanan dan minuman ketika kita sedang lapar dan haus.

Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk individu namun juga dalam komunitas. Cahaya kehidupan seketika menyala terang sekali menyinari dan menaungi manakala makanan dan minuman disajikan sebagai konsumsi bagi kita yang sedang berkumpul dengan orang-orang sekomunitas. Suasana mendadak menjadi jauh lebih hidup. Kehangatan menggenang, laju komunikasi antar-anggota komunitas pun lancar seperti diminyaki.

Bangsa kita sangat menghayati dan amat konsisten mengamalkan kebersamaan dalam bersantap

Itu berlaku universal. Semua bangsa mengalami yang demikian. Namun, kita, bangsa Indonesia, lebih kaya dan lebih mendalam lagi! Kita lebih filosofis dan lebih konsisten mengimplementasikan api kehidupan yang terkandung di dalam makanan dan kegiatan makan. Sebab, hanya suku-suku bangsa di Nusantara kita inilah yang punya budaya untuk sungguh-sungguh mengoptimalkan makanan sebagai alat kebersamaan, persatuan dan kesatuan, serta kesehatian, namun pada saat bersamaan, sekaligus juga mengabadikan kebersamaan dan kesehatian dalam keberagaman antar-kita itu di dalam menu kuliner kita. 

Lihat saja semua resep masakan Indonesia. Begitu kaya akan bumbu, rasa, teknik, dan filosofi, serta luar-biasa menuntut ketelitian dan kesabaran dalam penyiapan, proses pembuatan, dan penyajiannya. Tidak ada chéf di dunia ini yang tidak merasa kesulitan membuat makanan Indonesia.

Dan, kitalah juga bangsa yang setia menerapkan dan mewariskan tradisi bukan hanya makan bersama tetapi juga prosesi memasak bersama. Kita bisa menyaksikannya pada semua suku bangsa di negeri kita ini, betapa indahnya kekompakan orang-orang yang jumlahnya tidak sedikit, biasanya ibu-ibu dan kaum perempuan, dalam membuat hidangan untuk acara makan bersama, mulai dari mengumpulkan dan menyiapkan bahan dan bumbu hingga menata semua makanan dan minuman yang telah jadi ke tengah-tengah kumpulan untuk disantap.

Dengan kata lain, budaya dan paradigma bangsa kita dalam urusan makanan sangat berperan besar dalam memupuk rasa toleransi serta persatuan dan kesatuan. Dan karena unit masyarakat terkecil yang membentuk sebuah bangsa ialah keluarga, maka keluargalah yang paling bertanggung-jawab mempertahankan keutuhan bangsa dengan cara menjaga budaya yang begitu luhur dalam hal kebersamaan dan kesehatian, utamanya dalam momen santap bersama.

Seperti kita tahu dan sebagaimana sudah disinggung di atas, semua suku dan etnis di Tanah-air menjunjung tradisi santap bersama. Namun, dalam tulisan ini, aku hanya akan membahas tradisi dari satu suku saja, yakni suku Sunda.

Ngariungdan botram, apa itu?

Aku lahir dan dibesarkan di Jakarta. Tinggal di tengah-tengah masyarakat yang adat Betawi-nya masih cukup kuat. Oleh sebab itu, keluargaku pun menerapkan banyak cara hidup dari lingkungan tempat kami tinggal. Budaya Betawi itu banyak variannya. Kebetulan, budaya Betawi yang dihidupi lingkungan tempat-tinggal keluargaku itu adalah dari varian yang terpengaruh kuat budaya Sunda. Aku baru menyadari itu manakala aku mulai tinggal di Bandung untuk kuliah. 

Kudapati, banyak sekali kebiasaan tetangga-tetanggaku di Jakarta yang mirip dengan tradisi orang Sunda. Termasuk dalam tradisi makan bersama. Itu sebabnya, aku sangat kerasan di Bandung, mengingat gaya hidup masyarakatnya yang hampir sama dengan gaya hidup di dalam keluargaku sendiri. Khususnya dalam ajang berkumpul untuk makan bersama.

Dan bukan karena aku sangat kenal dengan tradisi Sunda dalam bersantap bersama saja. Aku mengangkat budaya makan bersama dari masyarakat Sunda karena ada kekhasannya tersendiri yang begitu kaya makna dan pelajaran hidup.

Bahasa Sunda untuk “berkumpul” adalah ngariung. Sedangkan untuk “makan bersama”, mereka menyebutnya botram. Jadi, botram itu sama dengan ngariung untuk makan bersama.

Nah, ada yang perlu diperhatikan dari ngariung ini. Ngariung bukan sekadar berkumpul. Ngariung itu kegiatan berkumpul guna saling berinteraksi satu sama lain. Bilamana ada satu saja orang yang hadir di kumpulan itu namun sibuk sendiri, maka dia dikatakan sudah tidak ngariung lagi dengan anggota kumpulan yang lain. 

Jadi, berkumpul saja belum tentu bisa disebut ngariung. Misalnya, jemaat yang beribadah di satu tempat ibadah yang sama, peserta seminar, dan penonton pertandingan olahraga, walaupun mereka semua berkumpul, tetapi kegiatan mereka itu tidak bisa disebut ngariung, karena dilakukan tanpa interaksi yang menyeluruh dari semua anggota kumpulan. Mungkin saja ada satu-dua atau beberapa jemaat yang memang berinteraksi karena saling mengenal, namun sebagian besarnya tidak.

Dengan demikian, karena botram adalah ngariung dalam kegiatan makan, maka botram pun bukan sekadar makan bersama. Orang-orang yang makan di restoran yang sama dan juga para hadirin yang menikmati hidangan di resepsi pernikahan yang sama, mereka itu sama sekali tidak dapat dikatakan sebagai sedang botram, meskipun mereka semua makan bersama-sama. Artinya, botram bukan hanya makan bersama, melainkan membangun kebersamaan dalam kegiatan makan.

Ada kekhasan botram

Seperti telah kusebutkan di atas dan yang sudah kita ketahui bersama, membangun kebersamaan dalam kegiatan makan beramai-ramai dan bersama-sama itu tidak hanya milik orang Sunda dalam botram-nya saja, tetapi juga ada dalam budaya seluruh suku bangsa kita di Indonesia. Tetapi, ada yang unik dari botram ini. Botram bukan cuma ngariung saat makan, melainkan juga ngariung dalam kegiatan penyiapannya, bahkan sejak dari perencanaannya. 

Sekali lagi, untuk acara makan bersama, suku-suku bangsa lain di negeri kita ini pun memasak dan menyiapkan makanan secara bersama-sama, bukan hanya satu-dua orang saja yang melakukannya. Bedanya, ada beberapa suku bangsa yang menganggap kegiatan penyiapan dan proses memasak makanan untuk acara makan bersama itu hanya pantas dilakukan oleh kaum perempuan. Di suku-suku lainnya, justru kebalikannya, hanya kaum laki-laki yang layak mengerjakan itu semua. 

Dalam beberapa suku, kegiatan yang sama cuma pantas dilakukan oleh orang-orang yang punya darah tulen dari suku tersebut. Di tempat lain, ada suku-suku yang hanya mengizinkan kalangan kasta tertentu dari suku itu saja untuk mengerjakannya. Lalu, setelah semua hidangan makanan dan minuman siap dan tersaji, barulah semua kalangan boleh menikmatinya, termasuk orang asing atau orang dari luar suku yang bersangkutan. Tetapi, dalam botram, tidak begitu ceritanya.

Orang-orang yang ikut botram adalah orang-orang yang sebelumnya sudah ngariung untuk merencanakan kegiatan makan bersama itu. Mereka pun semuanya berpatungan dan bersumbangsih dalam membeli dan menyediakan bahan-bahan dan bumbu-bumbu. Dalam proses memasak dan mengolah, mereka semua itu pulalah yang mengerjakannya bersama-sama.

 Dan, sekali lagi, karena pada dasarnya botram itu ngariung khusus untuk acara makan bersama, maka semua proses tersebut pun dilakukan sembari saling berinteraksi akrab, kendatipun masing-masing sibuk dengan yang tengah dikerjakannya. Jadi, semacam ada dorongan hati dari orang-orang yang botram itu untuk senantiasa bersama-sama dalam kebersamaan pada setiap tahapan, mulai dari perencanaan sampai dengan acara bersantapnya itu sendiri, bahkan sesudahnya, ketika membersihkan dan membereskan tempat dan peralatan makan.

Untuk sukses ber-botram, ada kiat-kiat yang mesti diperhatikan dan dilakukan

Sekalipun sekilas terkesan sederhana, tetapi dalam prakteknya, kalau kita terjun sendiri, kita akan menyadari, tidak selamanya kegiatan botram itu sukses sebagaimana yang dikehendaki. Gagalnya botram tidak melulu berupa batalnya acara makan bersama. Yang lebih dikuatirkan masyarakat Sunda ialah apabila kegiatan makan bersama tetap berjalan namun tidak ada roh ngariung di dalamnya. Alias, tidak ada kebersamaan. Tidak ada keharmonisan. Tidak ada keguyuban/keakraban. Itulah kegagalan yang lebih mengerikan lagi bagi orang Sunda.

Guna menghadirkan roh ngariung di tengah-tengah kumpulan dan di dalam dada semua yang berkumpul untuk botram, yang menghidupkan keakraban dan kesatuan hati dalam kebersamaan, ada beberapa kiat untuk itu.

Kiat-kiat yang akan kusebutkan di bawaha ini pun penting diterapkan dalam kegiatan santap bersama dengan keluarga. Aku dan keluargaku sudah membuktikan ketokceran kiat-kiat tersebut dalam menghidupkan kebersamaan dan ikatan keluarga. Sebab, seperti sudah kita lihat di atas, 

keluargalah yang paling pertama mengemban kewajiban membangun semangat kebersamaan, yang diwujudkan dalam kehangatan hubungan antar-anggotanya, demi memupuk rasa tenggang-rasa, toleransi, dan kesetaraan dalam diri semua anggota keluarga terhadap masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain, kebersamaan dan kemesraanlah yang harus dibangun di dalam keluarga, dan cara yang paling efektif untuk itu adalah dengan kegiatan santap bersama bersuasanakan botram.

1. Selalu, atau paling tidak, sesering mungkin, menjadikan makanan sebagai topik positif dan menyenangkan dalam obrolan, terutama selagi keluarga ngariung.

Jika sekelompok orang merencanakan untuk melakukan suatu kegiatan bersama, pastilah kegiatan tersebut diminati bersama oleh yang bersangkutan. Misalnya, bermain sepakbola atau futsal, tidak mungkin orang yang tidak hobi sepakbola atau futsal bakal mau ikut dalam rencana bermain kedua permainan tersebut. Dan untuk menggemari suatu hal atau kegiatan, serta untuk menularkan kegemaran yang sama kepada orang lain, salah satu cara yang paling ampuh adalah dengan sering membicarakan dan mendengarkan pembicaraan mengenai hal atau kegiatan terkait. 

Jadi, mengambil contoh tadi, orang-orang bisa menggemari sepakbola atau futsal mungkin saja karena sering mendengar dan membicarakan kedua cabang olahraga tersebut dengan teman-temannya. Orang yang tadinya tidak tertarik pun, kalau sering ikut nimbrung dalam pembicaraan tentang keduanya, lama-kelamaan akan menjadi tertarik pula.

Demikian pula dengan botram keluarga. Tidak dapat disangkal, tidak semua orang memiliki hobi makan, juga tidak semua orang rentang selera makannya luas. Ada yang suka pada sedikit jenis masakan saja karena berbagai alasan. Dan barangkali diri kita sendiri yang seperti itu. Namun, semua itu tidaklah mutlak. Kondisi tersebut dapat direkayasa ulang dengan sering membicarakan dan mendengarkan yang baik-baik dan menyenangkan tentang makanan.

 Dalam keluarga, tentu ayah dan ibu bisa dikatakan hampir selalu memegang peranan utama sebagai pemrakarsa, terutama pada keluarga yang relatif muda. Maka, ada baiknya ayah dan ibu banyak membicarakan makanan, dan mengupayakan sebisa mungkin dengan sengaja tetapi secara halus agar anak-anak pun mendengar pembicaraan tersebut. Sekali lagi, yang dibicarakan adalah yang positif dan menyenangkan.

 Jadi, adalah pantang untuk menyebutkan sedikitpun hal yang tidak baik dan tidak menyenangkan soal makanan. Makanan ini bisa bikin sakit ini, makanan itu bisa menyebabkan itu, si anu pernah tersedak sewaktu makan makanan anu, dan lain sebagainya yang bernada minor semacam itu, harus dihindari. Karena, bukan hanya anak-anak saja yang akan punya kesan negatif tentang makanan, tetapi ayah dan ibu itu sendiri pun juga.

 Bagaimana mau merencanakan botram sekeluarga kalau kegiatan makan dipandang keluarga tersebut sebagai hal yang agak mengerikan dan kurang baik? Dan, kalau kita mau jujur dan merenungkan baik-baik, hampir dalam semua kasus anak susah makan, penyebabnya adalah karena orang-orang di sekitar si anak, teristimewa orangtuanya sendiri, memberi kesan negatif tentang makanan. 

Mungkin saja tidak dalam pembicaraan, tetapi hampir pasti dalam kebiasaan sehari-hari. Kalau sang anak melihat orangtuanya kurang suka makan sayur, jangan harap dia akan mau makan sayur. Kalau ia melihat ayahnya suka makan daging tetapi ibunya kurang suka, jangan harap dia akan mau makan daging. Sedikit saja ada citra buruk yang anak-anak dapatkan pada suatu jenis makanan, akan lama sekali dia akan memandang makanan tersebut sebagai hal yang tidak baik untuk dirinya

Sebaliknya, jikalau kita sering membicarakan makanan, dan isi pembicaraan tersebut sepenuhnya enak didengar dan terkesan menyenangkan, maka sebelum orang lain yang mendengarnya menjadi terpengaruh, justru diri kita sendiri dululah yang bakal pertama kali tersugesti. Kita akan mulai melihat makanan dan kegiatan makan sebagai hal yang menarik dan baik. Sehingga, dalam pembicaraan berikutnya, ada antusiasme ketika kita membicarakannya. Dan antusiasme itu tidak hanya makin memancing minat orang lain, tetapi juga pertama-tama meningkatkan rasa suka kita sendiri. Begitulah seterusnya, efek bola salju pun terjadi.

2. Senantiasa libatkan anak-anak sepenuhnya dalam seluruh acara botram keluarga.

Bukan rahasia lagi, kebanyakan orang dewasa menganggap anak kecil belum bisa apa-apa selain mengganggu, menggerecoki, membuat berantakan, dan mengacau. Karena itu, dalam acara kumpul-kumpul, termasuk acara berkumpul dalam rangka santap bersama keluarga besar, anak-anak disuruh berkumpul tersendiri di luar atau di tempat lain yang sejauh mungkin dari kegiatan persiapan memasak yang dilakukan para orangtua dan orang dewasa. 

Bahkan, bilamana acara tersebut diselenggarakan bukan di rumah pribadi melainkan di sebuah restoran, banyak pasangan suami-isteri yang tidak membawa anak-anaknya lantaran takut mengganggu acara dan merusak barang-barang. Namun, keputusan seperti itu justru salah besar. Sebab, bagaimana bisa disebut sebagai botram keluarga kalau ada anggota keluarga yang sengaja tidak diikutsertakan?

 Dan bukankah kita, sebagai orangtua, pasti ingin anak kita menjadi manusia yang tahu menghargai orang lain, mudah bergaul, pandai menempatkan diri di lingkungan manapun, bisa lekas mandiri karena mampu mengerjakan apapun sendiri, dan cinta pada keluarga? Bagaimana mungkin cintanya pada keluarga akan besar apabila ia tidak sedari dini didekatkan dengan ayah-ibu dan kakak-adiknya dalam kegiatan botram keluarga? Bagaimana mungkin ia akan cinta pada keluarga besarnya kalau dia tidak sejak dini bergaul karib dengan kakek-nenek, paman-bibi, sepupu, dan famili lainnya yang termasuk keluarga besarnya, padahal kesempatan untuk itu tersedia luas setiap kali ada acara santap bersama dengan keluarga besar?

Semestinya, justru anak-anak bukan saja harus diajak untuk ikut makan, tetapi juga untuk ikut aktif dalam persiapan botram keluarga dan kegiatan beres-beres sesudahnya. Apabila orangtua bijak memanfaatkan, justru acara botram itu bakal menjadi momen untuk anak-anak belajar mandiri. Berikanlah mereka kesempatan untuk ikut membawa membawa peralatan makan yang tidak mudah pecah, tidak mudah rusak, dan tidak berbahaya dari dapur ke ruangan makan, seumpama sendok, garpu, sumpit, tatakan piring, taplak, serbet, dan teko plastik. 

Ajarilah mereka bagaimana menata semua itu dengan baik, kemudian suruhlah mereka mengerjakannya. Izinkan mereka melihat-lihat kegiatan memasak, dan jika mereka terlihat berminat atau bahkan memintanya sendiri untuk turut mengerjakan, jangan ragu untuk memberi mereka peran. Bisa dimulai dengan menugasi mereka untuk memetiki sayuran dengan tangan. Dan setelah acara botram usai, libatkan juga mereka dalam urusan bebersih dan beberes. Mereka bisa disuruh mencuci peralatan makan yang mereka pakai sendiri, bisa mula-mula dengan mencuci yang ringan tidak mudah pecah dulu seperti sendok dan garpu, atau juga piring dan gelasnya sekiranya semua itu terbuat dari bahan melamin atau stainless steel.

Dan bukan hanya melatih kemandirian mereka, pelibatan anak-anak dalam seluruh kegiatan botram itu pun akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan ikatan sehati mereka dengan keluarganya. Bahkan juga keberhargaan diri mereka, lantaran mereka merasa dihargai dan dianggap penting untuk ikut berperan serta.

3. Semua menu harus dapat dinikmati oleh semua yang hadir dalam botram keluarga.

Inilah gunanya perencanaan yang matang sebelum botram keluarga diadakan. Hampir pasti, ada anggota keluarga kita yang harus berpantang suatu jenis makanan dan minuman. Misalnya, yang menderita diabetes tentu harus berpantang makanan dan minuman yang kadar glukosanya tinggi. Nah, menu yang harus dipantang seperti itu jangan dihadirkan. Sebab, kalau menu pantangan itu tetap ada, orang yang berpantang itu terpaksa tidak dapat menikmatinya. Sedangkan, prinsip botram yang utama ialah kebersamaan. Tentu saja, nilai kebersamaan akan berkurang tatkala ada anggota keluarga kita yang tidak bisa menikmati satu saja menu.

Karena alasan yang sama juga, tiap item menu yang dimasak atau dibeli atau dibawa, baik makanan, minuman, maupun makanan ringan dan kudapan, haruslah porsinya mencukupi untuk dapat dinikmati sampai cukup puas oleh seluruh anggota keluarga yang ikut botram.

4. Usahakan botram keluarga itu se-ekslusif mungkin.

Tindakan ini tentunya bukan untuk menyebarkan jiwa dan semangat eksklusivisme, apalagi chauvinism. Eksklusif di sini maksudnya adalah bahwa acara botram keluarga itu hanya diperuntukkan bagi keluarga saja. Jadi, jangan mengajak orang lain, termasuk sahabat, rekan kerja, teman sekolah, dan tetangga, seakrab apapun hubungan kita dengan mereka. Karena, bagaimanapun botram itu adalah acara khusus keluarga.

Namun, di sisi lain, justru ada pihak-pihak tertentu di luar keluarga yang harus diajak serta. Mereka adalah asisten rumah-tangga, sopir, dan pengasuh anak. Sebab, biarpun mereka bukan keluarga dalam arti tidak ada pertalian darah dengan kita, mereka tetap bagian dari keluarga kita, karena mereka sehari-hari berperan penting dan aktif dalam kegiatan keseharian keluarga kita. 

Itu kalau acara botram diadakan di luar rumah yang didiami kita sendiri, seperti di restoran atau di rumah keluarga kakak kandung kita. Tetapi kalau diadakannya di rumah kita sendiri, orang-orang lain yang bekerja di rumah kita pun mesti diajak pula. Mereka adalah satpam dan tukang kebun, atau juga tukang cat seandainya saat itu tembok dan pagar rumah kita sedang dicat. Juga pekerja lain, semisal sekretaris pribadi dan karyawan toko, kalau di rumah, kita punya kantor atau membuka toko.

Ada juga yang perlu diikutsertakan. Yakni calon menantu dari keluarga kita. Jika anak kita sudah menjalin hubungan yang serius dengan seseorang, yang mau berkomitmen dengan anak kita ke jenjang pernikahan, maka calon isteri/suami dari anak kita itu pun perlu diundang ikut botram. Toh mereka nanti akan resmi menjadi anggota keluarga kita. Sebab itu, cukup menjadi keharusan bagi mereka untuk mulai membina kebersamaan dengan bakal keluarga barunya, serta mulai mengenal bakal keluarga besar barunya pula.

5. Hindari gaya dan konten pembicaraan yang negatif, jauhkan gestur dan perilaku yang anti-kebersamaan, kobarkan humor.

Inilah kiat terakhir yang sekaligus menjadi kiat kunci keberhasilan botram keluarga.

Jujur saja, jikalau kita bersedia mengintrospeksi diri, kita mau-tak-mau harus mengakui, ada di antara kita yang sangat dominan dalam berbicara. Tatkala berbicara dengan orang lain, kita hampir selalu ingin menguasai pembicaraan. Dan tidak berhenti sampai di situ. 

Malah, pembicaraan yang kendalinya kita kuasai itu pun topiknya hanya tentang diri kita belaka. Jadi, bukan saja kita merebut kekuasaan dengan menjadikan percakapan bersama orang lain menjadi pembicaraan monolog satu arah dari kita sendiri, kita pun merebut kontennya dengan sentralisasi diri kita. Nah, saatnya kita menginsafi, semua itu semata-mata buruk adanya. Bukan hanya citradiri kita yang akan menjadi jelek di mata orang lain, tetapi orang lain juga akan menderita dan merugi karena ulah kita itu. Kita wajib berubah. 

Dan botram keluarga adalah arena yang tepat untuk kita belajar mengendalikan diri. Jiwa dominan, egoisme, dan egosentrisme kita harus kita tekan manakala kita mengadakan dan menghadiri botram keluarga. Sebab, botram itu menjunjung tinggi ekualitas dan egalitarianitas, yang merupakan pondasi dari roh ngariung, kebersamaan. Kesamaan hak dan kewajiban serta kesetaraan derajat merupakan elemen-elemen penyusun kebersamaan, dan keduanya itu jugalah yang menjadi jiwa sesungguhnya dari botram, di manapun botram digelar. Termasuk dalam keluarga kita sendiri.

Bagaimana kalau bukan kita melainkan anggota keluarga kita yang tingkah-polahnya seperti itu? Nah, dalam botram keluargalah kita dituntut untuk belajar bijaksana. Kita dituntut harus benar-benar sanggup menahan laju dominasi dan keegoisan anggota keluarga itu, namun dengan cara-cara yang tetap menjaga suasana tetap kondusif, juga tanpa mengucilkannya. 

Dalam melakukan itu, seyogyanya kita juga perlu bekerjasama dengan anggota-anggota lain dari keluarga kita. Sebab, nyaris tak mungkin kita melakukannya seorang diri, kecuali kita sudah teramat mahir dan terbiasa menangani orang-orang yang demikian, karena mungkin kita ini psikolog atau psikiater yang sudah berpengalaman lama dan sudah sangat profesional. Namun, tetap saja, lebih baik ada dukungan anggota lain dari keluarga kita, sehingga terpeliharanya suasana hangat dan akrab dapat lebih terjamin.

Selanjutnya, tak mungkin ada kebersamaan tanpa kedamaian. Dan tidak ada kedamaian bila masih ada ganjalan di hati kita terhadap seseorang, apalagi permusuhan. Karena botram adalah semata-mata tentang membangun kebersamaan, maka botram keluarga adalah ajang yang paling tepat untuk rekonsiliasi antar-anggota keluarga. Tak jarang kita berselisih dengan ibu, ayah, kakak, dan adik kita, juga dengan kakek-nenek, paman-bibi, sepupu, dan anggota keluarga besar kita yang lain. Dan tak jarang juga perselisihan itu terus berlarut-larut tanpa penyelesaian. 

Nah, botram-lah tempat yang paling tepat untuk kita berlatih kelapangan dan kerendahan hati. Kita harus berani dan rendah rendah hati untuk mengakui kesalahan kita dan meminta maaf kepada anggota keluarga kita, dan kita pun harus bersedia dengan senang hati memaafkan anggota keluarga kita yang bersalah pada kita. di acarabotram keluarga itulah kita mesti mengadakan rekonsiliasi. Tanpa itu, percuma saja kita ikut, apalagi mengadakan, botram, hanya buang-buang waktu, tenaga, dan uang saja.

Dan kalau kita sudah memaafkan, bukan hanya tidak ada gunanya, tetapi adalah jahat apabila kita kembali mengungkit-ungkit kejadian perselisihan itu lagi. Lebih-lebih, kalau kita membicarakannya di depan semua anggota keluarga. Tidak saja anggota keluarga yang pernah bersalah pada kita itu akan menjadi malu, risih, dan kembali merasa dipojokkan, tetapi pertengkaran pun akan sangat mungkin terjadi. Kalau itu sampai terjadi, botram keluarga pun serta-merta berubah menjadi persengketaan keluarga. Sekali lagi, buat apa mengadakan atau ikut botram keluarga kalau bukannya manfaat yang didapat tetapi malah hanya mudarat belaka?

Yang juga tak kalah pentingnya, hindari topik pembicaraan yang kelam dan yang terlalu serius dalam botram keluarga. Kita harus selalu ingat, inti yang paling inti dari ngariung dan botram ialah kebersamaan yang menyenangkan dan bersenang-senang dalam kebersamaan. Jadi, jangan bahas masalah politik secara terlalu dalam. Apalagi kalau ada di antara anggota keluarga yang punya pandangan dan orientasi politik yang berbeda-beda. 

Hindari membicarakan aib orang, terlebih lagi aib anggota keluarga kita yang kebetulan tidak hadir dalam acara botram keluarga itu.

 Juga kita seharusnya tidak menyinggung kembali kejadian yang merupakan tragedi bagi keluarga, umpamanya kematian seorang anggota keluarga, terjerumusnya salah satu anggota keluarga ke dalam jerat narkoba, atau skandal yang pernah dilakukan salah seorang anggota keluarga. Kita pun perlu meninggalkan beban pikiran dan masalah pekerjaan kita untuk sementara waktu, selama kita terlibat dalam botram keluarga. Jangan sampai wajah dan bahasa tubuh kita nampak kebebanan, kusut, dan tidak bergairah. Itu hanya akan memperkeruh suasana. Bukan maksudnya supaya kita bersikap munafik, tetapi agar kita mengendalikan diri.

Yang lebih penting lagi, kita tidak boleh sibuk sendiri. Tidak boleh kita melalaikan tugas dan peran kita dalam rangkaian kegiatan botram itu dalam waktu lama untuk mengerjakan urusan pribadi kita sendiri. Apalagi kalau sampai pergi dan meninggalkan tempat sebelum botram benar-benar selesai. Kecuali kalau ada alasan yang amat sangat mendesak, yang menyangkut hidup dan mati. 

Misalnya, kalau kita berprofesi sebagai dokter kandungan dan kebidanan, kita mendadak menerima panggilan untuk segera menangani pasien yang sudah hendak melahirkan di luar jadwal yang diprediksikan. Di luar alasan yang luar-biasa urgen semacam itu, harus menjadi pantangan bagi kita untuk pergi meninggalkan keluarga kita sewaktu ber-botram. Juga, hindari memainkan gadget dan bermedia-sosial, yang bisa membuat kita menjadi berperilaku autistik, seolah hidup di dunia kita sendiri. Gadget hanya boleh digunakan semata-mata untuk menunjang kehangatan dan kebersamaan kita dengan seluruh anggota keluarga kita yang hadir di acara botram itu.

 Contohnya, untuk ber-selfie dengan semua anggota keluarga yang hadir. Atau untuk menunjukkan dan membagikan tulisan-tulisan, cuplikan-cuplikan film, lagu-lagu, atau foto-foto yang inspiratif dan menghibur kepada mereka semua. Selain untuk kepentingan dan kesenangan bersama, harus menjadi sesuatu yang terlarang bagi kita memainkan gadget selama botram keluarga berlangsung. Kita pun wajib mencegah anak-anak kita supaya mereka pun tidak melakukan hal autistik yang sama dengan gadget yang mereka pegang.

Dan, sebagai yang paling akhir dari yang terakhir, pancarkanlah humor sebanyak-banyaknya. Humor dapat membantu kita meredakan dorongan egoisme dan hawa-nafsu kita untuk mendominasi. Humor juga meringankan hati kita untuk bersedia minta maaf dan memaafkan. Humor pun satu-satunya antidot yang paling mujarab dalam menetralisir racun kejenuhan yang berpotensi membawa suasana kumpulan menjadi suram akibat terlalu serius. Dan humor pulalah yang mampu mengikat perhatian kita ke arahnya dan ke arah luar diri kita agar perhatian kita itu tidak tersedot ke arah dalam diri kita menjadi penarikan diri yang diakibatkan daya tarik gadget dan media-sosial.

―――――――――――――――

Akun Facebook : https://www.facebook.com/samueledwardrolos

Akun Twitter : https://twitter.com/sammyaddward

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun