Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Dibantu 4G Andromax M2Y, Menjaga Hati dan Membugarkan Pikiran di Awal Ramadhan

1 Juli 2016   17:11 Diperbarui: 1 Juli 2016   17:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami pun serempak tersenyum. Aku tahu, karena aku pun berpikiran demikian, bahwa senyum kami itu tidak saja untuk basa-basi mendengar tawaran murah hati sang dokter, tetapi juga lebih disebabkan karena lagu Aa Gym yang disetelnya. Bagi kami, itu bagai sindiran yang bijak. Aku yakin, sang Kepala Puskesmas Citapen menyadari arti senyum kami yang agak kentara nuansa gelinya. Dan aku juga yakin, beliau memang sengaja melemparkan gurauan yang bijaksana tersebut.

Sewaktu lagu tamat, sang dokter menaruh ponselnya di lantai. “Saya mau sholat ashar dulu, mumpung masih ada waktu. Kalian terusin aja ya.” Aku yakin, kali ini bukan sindiran yang disengaja. Namun, meski begitu, kami tetap merasa tertegur. Kontan saja kami semua ikut meletakkan gadget masing-masing dan segera berdiri. 

Yang beragama Islam pergi mengambil wudhu dan menunaikan salat. Sedangkan beberapa yang beragama lain tetap menghentikan sejenak kegiatan dengan ponselnya, kemudian meninggalkan ruang tunggu Puskesmas itu guna menghormati kekhusukan rekan-rekan mereka yang Islam, berhubung salat memang dilakukan di ruang tunggu depan itu karena memang ruang itu yang paling luas sehingga bisa dipakai untuk salat berjemaah. Suasana menjadi jauh lebih mencair lagi.

Usai yang Islam salat, semuanya serentak berkumpul kembali di ruang tunggu itu. Suasananya sudah benar-benar normal total! Bahkan, kami menjadi sangat akrab dan penuh humor satu sama lain. Candaan demi candaan dan guyonan demi guyonan terlontar ringan dan spontan oleh satu persatu dari kami. Padahal, isi pembicaraannya sendiri cukup serius dan berat. Seperti masalah kesehatan penduduk Citapen, masalah kesehatan secara umum di Indonesia, masalah moral anak-anak muda zaman sekarang, bahkan juga masalah politik dan hukum. Seingatku, selama masa-masa bakti sosial yang hampir seminggu ini, belum pernah kami seakrab satu sama lain dan sehangat seperti itu. Praktis, tidak satupun dari kami yang berurusan dengan gadget-nya waktu itu.

Kemudian, salah seorang teman satu timku mencetuskan sebuah usul. “Ini ‘kan udah hampir jam setengah lima nih. Sejam setengah lagi waktunya buka. Kalau kita pulang ke Bandung teh, belum tentu kita keburu buka di rumah. Belum lagi kalau jalanan macet. Bisa-bisa, buka di jalan kita. Kalau Pak Dokter sama Bapak-bapak dan Ibu-ibu Puskesmas mah enak, rumahnya pada dekat. Kalau kita? Jadi, mohon izin ieuh, Pak Dokter. Boleh teu (boleh nggak –Pen.) kita-kita nunggu sampai magrib di sini, terus buka puasa bareng? Kalau bisa teh, Pak Dokter sama Bapak-Ibu Puskesmas semua juga ikutan. Sekalian perpisahan, ‘pan kita-kita besok udah nggak ke sini lagi?”

Aku dan teman-teman yang lain pun langsung setuju dan mendukung usul teman kami itu. Dan, ternyata sang dokter dan para staf Puskesmas Citapen pun dengan senang hati mengizinkan, sekaligus menyatakan kesediaan ikutserta. Bahkan, mereka pun “memaksa” menjadi pihak yang menyediakan hidangan. Sang dokter dan semua stafnya pun bergerak cepat. Mengambil ponsel masing-masing. Menelepon keluarga mereka masing-masing untuk membawakan ke Puskesmas sebagian dari hidangan buka puasa yang sudah mereka siapkan di rumah. Padahal, rencananya, beberapa dari kami sendiri yang akan pergi membeli.

“Kalau begitu, Pak Dokter,” usulku, “sekalian aja keluarga Pak Dokter dan keluarga Bapak-Ibu semua ikut datang ke sini. Kita buka puasa pertama ramai-ramai.” Semua pun setuju dengan usulku. Maka, di telepon, sang dokter dan para stafnya pun menyuruh keluarganya untuk datang buka puasa bersama di Puskesmas, sekalian dengan pesan supaya hidangan di rumah dibawa saja semuanya.

Sang dokter mengeluarkan anjuran, “Bari antosan (sambil nunggu –Pen.) magrib, bari antosan makanan dan keluarga kita datang, kumaha ariurang (bagaimana kalau kita –Pen.) isi waktu barimain internet deui (lagi – Pen.)? Soalna, saya tahu, biarpun urang tos (kita udah –Pen.) bercanda-canda deui, ketawa-tawa deui, atanapi ‘pan (tapi ‘kan –Pen.) teteup (tetap –Pen.), badan urangkarasa remek keneh (masih terasa remuk” –Pen.). Kalau badan remek, lama-lama otak oge (juga –Pen.) teh ikutan remek. Engké (nanti –Pen.) takutna, ujung-ujungna pada bete-beteandeui,jutek-jutekan deui, ciga bieu (kayak tadi –Pen.)” Semua tertawa. Lanjut sang dokter, “Nah, ameh moal tereh bete deui, refreshing waelah heula (biar nggak cepat bete lagi, refreshing dululah –Pen.)! Tapi, refreshing-naanu sakalian (refreshing-nya yang sekalian –Pen.) bisa isi otak dan nambah wawasan juga. Oke?”

Semua pun mengamini dengan serempak dan dengan sepenuh hati yang girang. Antusiaslah kami semua dengan gadget masing-masing. Ada yang bermain game secara online. Ada yang menjalankan video streaming. Ada yang browsing. Ada yang membuka email. Ada yang bermedia-sosial ria. Malah, ada seorang temanku yang juga asyik ber-video call. Sebagian besar melakukan semua kegiatan itu dengan konten yang bernuansakan Ramadhan. Aku sendiri melakukan gabungan dari semua itu kecuali video call, berhubung aku sedang tidak antusias mengobrol dengan lebih banyak lagi orang.

Dan, benar saja. Ketika satu persatu anggota keluarga dari staf Puskesmas Citapen datang, raut wajah dan pandangan mata rekan-rekanku dan para staf Puskesmas itu sudah jauh lebih segar berseri-seri. Tidak selemas setengah jam sebelumnya, saat anjuran sang dokter baru dikeluarkan. Aku sendiri pun merasa pikiranku sudah kembali segar, perasaanku sudah tidak lagi hipersensitif. Bahkan, rasa letih dan lapar-haus tubuhku pun tersamarkan.

Luar biasa sekali manfaat yang bisa kita peroleh kalau kita bisa arif dan cerdas menggunakan teknologi 4G-LTE! Termasuk, dan khususnya, saat Ramadhan. Makanya, kenapa tidak #4GinAja Ramadan Mu, apalagi sambil buka juga situs http://www.smartfren.com/id/4ginaja biar bisa peroleh banyak info dan bahkan berkesempatan juga dapat banyak hadiah menarik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun