Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Abang

3 Februari 2023   15:25 Diperbarui: 3 Februari 2023   15:56 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa cerita memang sengaja disimpan

terutama yang terletak di ujung duka

Juga tentang perasaan yang kini membungkam

supaya tangisanku tidak berubah menjadi luka

Apalagi saat aku mengingatmu lagi

Suaramu sayup lirih memanggil menjelang pagi

sejenak sebelum aku memulai hari

Masih pedih goresan yang kau tinggalkan

banyanganmu menari-nari di sepanjang derap kaki

Setapak jalan tanah lumpur berwarna kuning

kejutan dari hujan yang menangis buatmu

Perjalanan itu terasa sangat jauh, namun kali ini kami sudah bertekad menemui pusaramu

Kau tidak pernah sendiri, Bang

Janji kami seperti bunga mawar merah yang setia di dekatmu

Akan tetap saling menjaga, seperti kau pun dulu menjaga kami

Jauh sudah kepergianmu, tapi bayanganmu terasa semakin dekat

Maut memang tiba-tiba memutuskan percakapan kita

Tentang kebahagiaan dan kebimbangangan yang kau suka simpan sendirian

Mungkinkah kita dapat bertemu dalam mimpi

Jika iya, mimpikanlah istrimu

mimpikanlah anak-anakmu

bapak mamak kita, Bang

kami adik-adikmu

Mimpi kita bersemayam dalam keabadian

sumber foto: Pinterest 


Aku membawakanmu hadiah 

sekeranjang bunga kenangan tentang kita

Sebanyak daun-daun di sekitar pusaramu

yang masih hijau segar dibalut angin basah

sepadat  tanah dalam genggaman tangan yang lemah

Aku menatap ke belakang sekali lagi

mencoba menggoda kau dengan masa kecil kita yang indah

atau cita-cita masa remaja yang belum sempat tertulis pada apapun

juga akan rahasia yang semenarik pribadimu yang indah

Mimpi-mimpimu kini mengikuti kami pergi, pun kau relakan menjadi milik kami

dalam kesetiaan dan  kesabaran akan kami jaga

pesan yang kau titipkan pada wangi bunga kamboja

dan sebaris doamu yang tak pernah binasa

Kami memaksa kaki yang kini lunglai 

segera beranjak sebelum matahari kembali ke peraduannya 

Kami melihat pohon-pohon melambai selamat jalan

Sedamai ini ternyata jiwamu pergi

Setenang ini ternyata ujung jari menghentikan tetes air mata

Senyum terakhirmu tertinggal di sana.

Jakarta, 3 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun