Saya ingin berbagai pengalaman. Beberapa bulan lalu saya baru saja pindahan rumah. Rumah sebelumnya merupakan rumah yang kontrak, sementara yang saat ini sudah milik sendiri. Namun ada beberapa peristiwa yang menjadi pelajaran bagi saya dan keluarga dalam masa perpindahan tersebut, yang merupakan kelalaian saya dalam mengantisipasi risiko-risiko yang berpotensi menjadi masalah bagi saya dan keluarga.
Dimulai saat dua minggu sebelum pindahan. Kami sedang fokus untuk finishing rumah baru. Â Kami sudah merencanakan paling lama bulan depan sudah harus angkat kaki, mengingat masa kontrakan rumah sudah akan berakhir. Kami sudah menyampaikan jauh-jauh hari kepada pemilik rumah terkait hal tersebut.
Pada waktu itu menjelang akhir tahun 2022, dimana musim hujan sedang menuju puncaknya. Setiap hari dilewati dengan awan gelap, petir, dan hujan lebat yang bisa terjadi selama berjam-jam.
Kebetulan hari itu saya sedang kurang sehat dan tidak masuk kerja. Siang hari langit sudah gelap setelah saya menjemput anak-anak pulang sekolah. Hujan deras pun melanda. Setelah satu jam hujan belum juga berhenti. Saya masih beristirahat di kamar. Tiba-tiba anak sulung saya berteriak, "Papa atap kita bocor!"
Segera saya keluar kamar, dan melihat memang ada beberapa titik yang bocor. Saya sedikit heran kenapa koq bocornya lumayan besar. Sambil mengambil ember untuk menampung air, tiba- tiba muncul lagi titik kebocoran yang lain, dan kali ini semakin besar.
Beberapa detik kemudian, atap kamar mandi ruang tengah tiba-tiba ambruk. Lantas diikuti dengan ambruknya atap sebagian dapur dan ruang tengah. Air mengalir masuk seperti ditumpahkan dari atap rumah. Anak-anak berteriak ketakutan.
Segera saya memeluk dan menenangkan mereka. Saya langsung teringat untuk mematikan sekring listrik dan berharap saya tidak terlambat. Puji Tuhan semua masih aman pada saat itu. kami melihat pemandangan yang agak menakutkan, dimana atap rumah menimpa sofa, lemari, meja makan, serta lantai. Lantas air memenuhi ruang tengah, kamar mandi, dan ruang tamu. Saya hanya memeluk anak-anak yang tidak bisa menahan tangis.
Setelah hujan reda saya langsung berkoordinasi dengan tetangga serta pemilik rumah. Lalu saya meminta istri segera pulang dari tempat kerjanya. Karena sore itu hujan turun lagi, akhirnya kami memutuskan untuk menginap di hotel lalu menitipkan anak-anak di rumah adik ipar saya. Dan setelah itu saya segera ambil cuti dan mengurus pindahan ke rumah yang baru meskipun masih belum selesai 100 persen. Proses pindahan yang sangat mendadak ini benar-benar menguras tenaga dan stamina saya.
***
Seminggu setelah pindahan, rumah masih sedikit berantakan. Malam itu, tiba-tiba anak bungsu saya mengeluh sakit perut, tak lama kemudian suhu badannya ikut naik. Empat hari setelah berobat ke dokter demannya tak juga turun. Akhirnya kami membawanya ke UGD rumah sakit.
Dokter akhirnya meminta agar anak kami dirawat untuk diobservasi. Ah, inilah yang saya takutkan. Istri saya meminta cuti dari tempat kerjanya. Namun saya juga harus mendukunganya untuk menjaga dua kakaknya yang masih harus sekolah. Saya menyadari, mungkin selama proses pindahan tersebut, kami kurang memantau kebersihan dan kesehatan anak-anak. Mungkin juga karena banyaknya debu atau faktor kelelahan.
Malam ketika dirawat tersebut, saya sudah berpesan kepada dua orang kakaknya, "Mungkin Papa dan Mama akan di rumah sakit. Kalian tidur sendirian ya di rumah. Namun HP harus tetap dipegang. Volume HP harus maksimal dan dengar jika nanti ditelpon sama Papa atau Mama!" Mereka mengiyakan dan sepertinya sudah paham dengan instruksi tersebut.
Sekitar jam 1.00 Wib dini hari, proses administrasi rawat inap si bungsu baru selesai. Saya berencana pulang ke rumah, sementara istri menemani si bungsu. Istri saya sebenarnya sudah menahan saya agar tidur di rumah sakit saja. Namun karena kondisi rumah sakit terbatas dan saya memikirkan keselamatan anak-anak di rumah yang relatif baru kami tempati, akhirnya saya putuskan pulang.
Menempuh 8 kilometer sekitar 20 menitan saya tiba di rumah. Sebelumnya saya sudah berpesan agar anak sulung cukup mengunci pagar saja, pintu depan rumah agar tidak dikunci. Ini karena saya memang sudah membawa kunci cadangan untuk gembok pagar.
Kagetnya saya ternyata pintu depan juga ikut dikunci si sulung. Lantas saya mulai menelpon ke HP nya. Sekali dua kali tidak dijawab. Saya mulai panik, lantas menelpon beberapa kali lagi. Sama saja, tidak dijawab. Saya mulai mengetuk pintu berharap mereka dapat mendengar. Ternyata sama saja, tidak ada respon.
Ajaibnya, tiba-tiba saja hujan turun, dan semakin deras. Tidak terasa sudah setengah jam saya mencoba menelpon dan menggedor, tiba-tiba pintu rumah tetangga saya terbuka. Saya melihat dua orang remaja perempuan keluar. Ada seorang laki-laki yang menjemput mereka. Saya agak heran juga kemana mereka pergi pada pukul 02.00 Wib subuh-subuh begini?
Akhirnya saya menyerah. Saya kembali ke rumah sakit dan tiba di sana setengah jam kemudian. Saya tidak bisa tidur dan sangat kelelahan. Pagi-pagi saya sudah bangun dan kembali ke rumah untuk mengantar anak-anak sekolah. Setelah itu saya kembali ke rumah untuk tidur.
Namun saya mendengar tetangga saya berbicara dengan Ketua RT, bahwa ada kejadian tadi malam yang mana rumah mereka digedor-gedor sehingga anak-anak mereka sangat ketakutan sehingga akhirnya memanggil sekuriti lalu mengungsi ke rumah saudara mereka.
Saya sangat terkejut, lalu menjelaskan bahwa tadi malam saya menggedor-gedor rumah saya sendiri. Â Saya jelaskan bahwa anak saya sedang dirawat di rumah sakit. Saya sangat meminta maaf atas kejadian tersebut kepada pengurus RT dan tetangga saya yang menjadi terganggu atas kejadian itu.
***
Dua kejadian di atas menunjukkan bahwa sebagai seorang kepala keluarga, saya kurang bijaksana dalam bertindak. Seharusnya saya sudah bisa memprediksi kondisi-kondisi tersebut sehingga tidak menjadi masalah yang terjadi berturut-turut bahkan sampai melibatkan kesehatan anak saya dan mengganggu tetangga. Meskipun saya sama sekali tidak pernah berniat jahat atau bermaksud agar hal tersebut terjadi. Kurang bijaknya saya terkait dengan manajemen risiko.
Mungkin istilah manajemen risiko terlalu tinggi untuk orang awam, dan lebih tepat menjadi pembahasan di dunia bisnis atau pemerintahan yang masalahnya jauh lebih kompleks dan rumit. Namun kenyataannya, ada banyak masalah dalam konteks yang lebih sederhana semisal kehidupan pribadi atau keluarga, dimana kalau kita lebih tenang dan cermat dalam memetakan risiko, akan dapat mengurangi terjadinya masalah-masalah yang sebetulnya tidak perlu terjadi.
Contohnya sudah jelas di atas. Seandainya saya sudah memikirkan bahwa ada potensi kesehatan anak bisa terganggu karena debu dan kebersihan, mungkin sejak awal saya menitipkan mereka ke adik saya. Seandainya saya tidak memberi tugas yang mungkin berat bagi anak-anak saya yang masih duduk di bangku SD untuk tidak mengunci pintu rumah, mungkin tetangga saya tidak akan ketakutan karena ulah saya di tengah malam.
Masih banyak hal lain, yang mana kita dapat menghindari munculnya masalah-masalah besar yang dapat menghambat kesehatan, karir, pendidikan, keluarga, dan lain-lain, dimana dapat mengganggu apa yang telah kita cita-citakan dengan baik. Â Dan hal tersebut dapat kita terapkan dalam setiap tindakan dan kegiatan yang kita lakukan sehari-harinya.
Intinya, kita bisa mencegah terjadinya banyak sekali masalah-masalah dalam kehidupan kita maupun keluarga. Memang kita tidak bisa mencegah takdir, jika itu memang sudah kehendak-Nya. Namun bukankah ada banyak hal yang bisa kita cegah dengan membuat perencanaan yang baik? Dan setelah adanya perencanaan tersebut, kita juga bisa mencegah hal-hal "buruk" terjadi yang diakibatkan jika kita kurang mengantisipasinya dengan cermat.
Oleh karenanya menurut saya penting bagi awam untuk mendapatkan pendidikan mengenai manajemen risiko. Karena risiko itu pasti melekat dalam setiap apapun yang menjadi tujuan atau cita-cita kita. Kemampuan kita dalam mengantisipasi masalah dengan baik dan dewasa akan membantu kita dan keluarga lebih nyaman, bijak, dan lebih mampu mencapai apa yang sudah kita rencanakan jauh-jauh hari sebelumnya[.]Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H