Bagi mereka, mengriktik dapat berkonsekuensi pada jabatan, yang artinya berdampak pada banyak aspek. Birokrat muda secara umum belum terlalu banyak pertimbangan ini- itu, sehingga mereka lebih berani dalam menyampaikan hal-hal yang dianggap benar dan baik untuk meningkatkan kinerja instansi dan meningkatkan kualitas pelayanan.
Namun dibalik keuntungan-keuntungan tersebut, birokrat muda juga dapat berpotensi menjadi kendala dalam tubuh birokrasi itu sendiri. Pertama, birokrat muda sering kurang memperhatikan etika terutama dalam koordinasi dan komunikasi. Sikap egaliter yang terkadang berlebihan tersebut tidak jarang menimbulkan resistensi dari kelompok senior yang berdampak pada kualitas pelaksanaan program dan kegiatan.
Kedua, birokrat muda sering kurang sabar dalam proses regenerasi. Tidak sedikit birokrat muda yang ingin segera mendapatkan jabatan tanpa mempertimbangkan pentingnya relasi kerja antara junior dan senior dalam birokrasi. Padahal jika komunikasi tersebut berjalan baik, maka senioritas tidak selalu berkonotasi negatif dan proses regenerasi dapat berjalan wajar dan normal tanpa menimbulkan riak-riak yang kerap mengganggu kinerja birokrasi.
Oleh karena itu, dengan semakin hadirnya birokrat muda baik di pemerintah pusat dan daerah, birokrat muda ditantang untuk bisa melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, tetap berpikir kritis, kreatif, namun tetap dalam kerangka hubungan senior-junior yang harmonis.Â
Tidak bisa dipungkiri bahwa birokrat senior banyak bergantung pada orang-orang muda yang cerdas, meskipun dalam prakteknya sering terjadi gesekan yang sebetulnya dalam banyak hal juga "memaksa" senior untuk belajar dari yang junior. Oleh karena itu para birokrat muda tersebut harus mau belajar memposisikan diri dengan baik, sehingga dapat terbangun relasi senior-junior yang produktif.
Kedua, birokrat muda harus mau belajar dari senior. Ada banyak senior yang sangat patut dijadikan role model dalam pengetahuan, keterampilan, dan karakter. Namun tidak sedikit juga yang sebaliknya. Kebanyakan birokrat muda mungkin unggul dalam pengetahuan dan keterampilan, namun belum tentu dalam pengalaman.Â
Oleh karenanya adalah sangat baik bagi junior untuk mempelajari track and record pada senior tanpa ikut-ikutan terjerumus dalam "budaya yang salah", sehingga dapat menjadi refleksi untuk mengambil langkah-langkah positif yang mendukung karir mereka ke depan. Belajar dari pengalaman senior akan sangat membantu dalam memahami sistem dan pola kerja pada sebuah instansi pemerintah.
Ketiga, birokrat muda harus bisa membangun komunikasi yang baik kepada stakehoders nya. Praktik good governance mensyaratkan bahwa negara (baca: birokrasi) tidak lagi bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan swasta dan masyarakat.Â
Tidak hanya itu, dalam sistem politik yang menerapkan prinsip check and balances, maka birokrat muda harus mampu menjalin sinergi dengan instansi lain termasuk lembaga legislatif dan yudikatif. Birokrat muda juga tidak boleh merasa alergi dengan pers, ormas, dan NGO yang dalam banyak kesempatan, mau tidak mau akan menjadi "partner" kerjanya.
Keempat, birokrat muda harus berani menghapus budaya feodal yang mungkin masih tersisa dalam tubuh birokrasi. Birokrat muda harus mampu memperbaiki pola komunikasi kepada atasan termasuk bawahan. Bawahan adalah aset penting yang tidak bisa diabaikan dalam mendukung kinerja organisasi. Oleh karena itu adalah sangat penting bagi birokrat muda tidak hanya berkembang sendiri, tetapi bisa tumbuh bersama-sama generasi muda lainnya.Â
Dan yang tidak kalah penting, alangkah baiknya jika birokrat muda mau langsung "turun" ke lapangan sesuai dengan tugas dan fungsi instansinya. Bertemu dengan masyarakat, berdiskusi, dan menampung aspirasi adalah nilai-nilai yang belum banyak tumbuh di halaman rumah birokrasi. Alih-alih selama ini masyarakatlah yang sering merasa dipersulit saat berurusan dengan birokasi.