Menurut saya ada beberapa kemungkinan (sayangnya tidak bisa saya konfirmasi kepada siapapun), yakni:
- Informasi kemerdekaan Indonesia belum sampai kepada orang Indonesia yang berstatus tentara Heiho di Andaman dan Nikobar;
- Sekalipun sudah mengetahui kabar kemerdekaan Indonesia, tidak ada yang membawa mereka kembali ke tanah air dalam jangka waktu yang cukup lama;
- Kakek saya terpaksa berbaur dengan warga lokal India dan hidup sebagai bagian masyarakat di sana (mungkin menikah dengan warga lokal).
Untuk poin ketiga saya pernah mendengar rumor itu dari Paman saya yang lebih dekat dengan kakek saya selama di kampung. Dan hal tersebut rasanya masuk akal karena kondisi saat itu yang memaksa demikian. Namun sekali lagi saya belum sempat mengkonfirmasi kepada almarhum kakek. Bahkan Bapak saya sendiri pun tidak tahu benar tidaknya hal tersebut. Yang masih saya ingat ketika masih kecil, kakek senang sekali menonton film India. Dia mengaku masih ingat beberapa kosakata bahasa India.
Poin kedua, menurut saya ada cerita yang cukup berkesan. Kakek saya cerita bahwa beberapa tahun setelah perang selesai, salah satu proklamator yaitu Bapak Mohammad Hatta mengunjungi orang-orang Indonesia yang masih tinggal di Andaman dan Nikobar. Bahkan Bung Hatta sempat bermain sepak bola bersama tentara di sana.
"Bung Hatta pemain sepakbola yang hebat, posisinya bek kiri. Tendangannya sangat kuat!" begitu kata kakek saya. Saya tidak tahu berapa lama Bung Hatta di sana (tidak menemukan catatan sejarah tentang itu). Yang jelas, menurut kakek bahwa Bung Hatta kemudian berpesan agar seluruh tentara Indonesia disana agar kembali ke ibu pertiwi. "Kita sudah merdeka. Pulanglah ke tanah air," pesannya.
Akhirnya kakek saya dan rombongan kembali ke Indonesia. Saya tidak tahu naik kapal apa. Yang saya ingat kapal tersebut hampir tenggelam di Samudera Hindia. Sebuah pengalaman supranatural kemudian dialami kakek saya. Sewujud perempuan muda, berpakaian putih berkilauan, dan bersayap mendatanginya di suatu malam dan berkata, "Jangan takut, Bapak selamat!". Setelah berkata demikian dia terbang menembus atap kapal dan hilang. Badai laut kemudian menjadi tenang, demikian jiwa kakek saya.
***
Kisah seperti kakek saya mungkin sudah jarang terdengar saat ini. Saya tidak tahu apakah beliau termasuk pahlawan kemerdekaan. Dan mungkin ada banyak kisah para pejuang lain yang tidak pernah diberitakan. Yang pasti mereka adalah saksi hidup perang saat itu.
Sampai akhir hayatnya, masih banyak kisah yang belum sempat terungkap di balik berbagai peristiwa yang dijalani kakek saya selama menjadi tentara Jepang, khususnya ketika berjuang di Andaman dan Nikobar. Patut disayangkan memang  minimnya dokumentasi dan catatan sejarah, termasuk penelitian sejarah terhadap peristiswa itu.
Namun pesan perjuangan beliau sangat kuat saya rasakan sampai sekarang. Mereka tidak hanya berani meninggalkan negeri ini untuk berjuang entah dimana, namun mereka juga berani untuk kembali ke tanah air, sekalipun banyak yang dipertaruhkan, termasuk nyawa sendiri.