Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menabur Kebaikan, Sebuah Refleksi Memasuki Tahun 2019

31 Desember 2018   21:03 Diperbarui: 31 Desember 2018   21:16 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jakarta, dua hari menjelang akhir tahun aku bersiap-siap pulang ke Medan untuk bertemu keluarga. Terbayang rasanya melepaskan letih bekerja di ibukota dengan menghabiskan waktu bersama istri dan ketiga buah hatiku.

Pesawat yang membawaku ke Medan sesuai jadwal take off pukul 06.15 Wib. Karena belum sempat check in, aku berencana bangun lebih awal sekitar pukul 03.30 Wib, dengan pertimbangan waktu tempuh dari kostku ke airport. Sialnya karena kelelahan beberapa hari terakhir ini, aku baru terbangun pukul 04.15 Wib.

Segera aku berbenah dengan terburu-buru. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, kusempatkan sejenak berdoa agar diberi kelancaran dan keselamatan di perjalanan.   

Tepat pukul 04.45 Wib aku memesan taksi secara online. Tak lama kemudian seorang driver merespon. Sayangnya kendaraan yang digunakan sedikit diragukan apakah bisa cepat sampai ke bandara. Lantas kubatalkan karena ragu.

Setelah kupesan ulang, ternyata driver yang merespon adalah orang dan kendaraan yang sama. Apa boleh buat, mau nggak mau akhirnya kuambil. Lima menit kemudian mobil tersebut sudah tiba di depan kostku.

Tak lama setelah di dalam taksi, aku mengamati si bapak sopir agak kaku dalam membawa mobil tersebut. Apa lagi ini pikirku? Benar, kemudian si bapak dengan canggung mohon maaf karena baru seminggu ini dia bawa taksi online. Dan pagi ini adalah pengalaman pertamanya mengantarkan pelanggan ke airport. Oh God..

Sepanjang jalan si bapak terlihat ragu terutama di jalan tol. Berkali-kali dia melambatkan kendaraan (yang jalannya memang sudah pelan) untuk memastikan jalur yang dilewati tidak salah. Aku yang tadinya pengen tidur di mobil akhirnya terjaga setengah cemas, jangan sampai telat sampai di airport.

Setengah kesal akhirnya kuputuskan menemani si bapak ngobrol dan mengawasi jalur di tol. Berkali-kali dia minta maaf dan minta dimaklumi. Dan akhirnya sampai di terminal keberangkatan aku tetap menjadi navigator beliau. Syukur kepada Tuhan perjalanan ternyata lancar. Ketika turun aku berpesan agar di kemudian hari si bapak sudah lebih lancar lagi membawa penumpang ke airport.

Ketika masuk ke bandara untuk check in, melewati pemeriksaan x ray, seorang nenek berjalan di depanku. Langkahnya sudah agak goyang, mungkin karena usia, mugkin juga karena hari masih subuh. Ketika hendak mengambil bawaanku, aku kaget ternyata nenek ini memiliki barang bawaan yang banyak. Kalau tidak salah ada tiga buah tas ukuran besar dan sebuah kardus yang juga berukuran besar.

Ibu dengan siapa? tanyaku. Ternyata dia sendirian. What?? Tak tega, akhirnya kuambil troli dan mengangkat barang bawaannya tersebut. Segera kemudian petugas bandara membantu si nenek. Berkali-kali diucapkannya terima kasih. Aku hanya tersenyum karena merasa tidak layak menerimanya.

Di ruang tunggu, aku sadar belum mengisi perut. Kupesan segelas cokelat hangat dan merebahkan tubuh di kursi persis di depan tv. Seorang laki-laki muda duduk di sampingku. Tak lama dia bertanya apa benar di sini Gate B3? Sedikit kaget, kemudian dia kembali bertanya nanti pesawatnya yang mana? Akhirnya kujelaskan pelan-pelan sistem keberangkatan pesawat di bandara Soekarno Hatta ini. Dia mengaku ini pertama kali naik pesawat untuk pulang ke Sumatera Utara setelah 5 tahun merantau di ibu kota.

Karena satu pesawat, akhirnya kutemani dia sampai naik ke pesawat dan duduk di seat nya. Lalu aku pun duduk di seat milikku. Lega, ternyata tempat dudukku dapat dipinggir. Tak lama sepasang suami istri bersama kedua anak laki-laki remajanya sedikit terlihat kewalahan. Ternyata mereka harus duduk terpisah-pisah. Dan sekilas aku melihat bahwa salah seorang anaknya memiliki kebutuhan khusus.

Si ibu terlihat gelisah,  duduk persis di sebelahku. Sebelum akhirnya pramugari menawarkanku pindah seat (sayangnya seat di tengah), aku sudah bersedia. Si bapak mengucapkan terima kasih dan mohon maklum atas kondisi anak mereka. Aku tersenyum maklum, karena akupun adalah seorang bapak.   

Di atas ketinggian 13 ribu meter aku merenung. Tadi pagi aku berdoa agar diberikan kelancaran. Dan sebelum akhirnya duduk di dalam pesawat ini, aku sudah menerima empat kali kejadian yang membutuhkan perhatian. Tadinya hal-hal tersebut bisa saja kuanggap sebagai penghalang keberangkatanku, tapi ternyata justru menjadi penyemangat dan pelajaran bagiku.

Capek memang, apalagi kurang tidur. Namun yang kuharapkan bisa santai dan tenang tanpa gangguan, justru diperhadapkan dengan orang-orang yang lebih membutuhkan pertolongan dibandingkan diriku sendiri.

Ini menjadi refleksi spesial terutama dalam menyogsong tahun 2019. Mungkin ada banyak kemudahan dalam versi kita yang kita harapkan terjadi di tahun 2019. Namun ada banyak pula waktu dan tenaga yang seharusnya kita berikan untuk memperhatikan kebutuhan orang-orang di sekitar kita.

Terbayang lagi berbagai kilasan peristiwa dan pengalaman yang sudah kulewati di sepanjang tahun 2018. Ternyata sungguh, ada banyak sekali kebaikan yang sudah kuterima, termasuk orang-orang yang sudah memperhatikan bahkan menolongku dan keluargaku. akhirnya aku hanya bisa mensyukuri semua itu.

Sebetulnya kita adalah orang-orang yang sudah menerima banyak kebaikan dari kehidupan. Namun sering kali yang kita lihat adalah kekurangan semata. Akhirnya fokus kita lebih banyak hanya pada diri sendiri, lupa berterima kasih atas semua kebaikan yang sebetulnya kita terima cuma-cuma, bahkan tak jarang tanpa usaha sama sekali.

Energi itu kekal. Saat kita melakukan hal yang baik, maka kebaikan pula yang kita terima, demikian pula sebaliknya. Terutama sebagai bagian dari anak bangsa, aku merenungkan alangkah indahnya jika semua komponen bangsa ini saling menabur kebaikan. Tentunya akan semakin berlimpah-limpah pula kebaikan akan dirasakan masyarakat Indonesia. Bukan saling menjelek-jelekkan, apalagi memaki. Bukan saling curiga dan melekatkan stigma negatif sesama anak bangsa.

Meski tahun 2019 adalah tahun politik, yang mungkin akan semakin panas, namun aku tetap berharap agar sebagai sesama manusia kita tidak lupa hakikat kita untuk berbuat baik, tanpa melihat latar belakang apapun. Mungkin yang kita lakukan tidak serta merta kita nikmati buahnya, namun anak cucu kita pasti. Semua yang kita lakukan, entah baik atau buruk, kelak akan menjadi pelajaran bagi generasi penerus kita.

Sambil bersyukur setelah tiba di rumah bersama keluarga, saya mengucapkan Selamat Tahun Menyongsong Tahun Baru 2019 bagi kita semua. Semoga bangsa ini semakin dilimpahkan dengan berbagai kebaikan, sebagai buah-buah kebaikan juga yang sudah dilakukan segenap anak bangsa. Salam.         

   

Medan, 31 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun