Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"A Friend In Need is A Friend Indeed"

15 Januari 2018   09:26 Diperbarui: 15 Januari 2018   10:03 2259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.thestoragenews.net

Apa yang anda harapkan dari seorang teman? Dulu saya tidak pernah serius mempertanyakan hal ini. Memiliki teman adalah sebuah keniscayaan. Sewaktu kecil teman-teman adalah tetangga. Ketika sekolah teman adalah teman sekelas. Di mana saja kita secara otomatis bertemu dengan mereka yang akan menjadi teman kita.

Secara umum yang menjadi teman adalah mereka yang seumuran dan sepermainan. Dengan seringnya bertemu maka secara otomatis terjalin komunikasi, momen bersama, yang memicu keakraban satu dengan lainnya.

Belakangan seiring bertambahnya usia saya mulai memiliki naluri dan alasan untuk memilih teman. Nasehat dan pandangan dari mereka yang lebih tua tentu sedikit banyak berpengaruh terhadap itu. Pada umumnya kita cenderung diingatkan untuk berteman dengan mereka yang dianggap dapat memberi pengaruh positif bagi kita, atau sekurang-kurangnya tidak memberi pengaruh negatif.

Namun pada akhirnya kita sendiri yang menentukan siapa yang menurut kita patut kita jadikan sebagai teman. Secara umum orang cenderung memilih teman yang dianggap dapat memberi keuntungan bagi dirinya sendiri. Sering kita lihat bahwa mereka yang karir pekerjaannya sedang menanjak atau bisnisnya sedang cemerlang  akan memiliki banyak teman juga. 

Sedangkan pegawai biasa cenderung dianggap kurang menguntungkan untuk dijadikan teman. Oleh karena itu sering terjadi ketika seseorang tidak menjabat lagi, teman-teman yang dulunya dekat cepat atau lambat kemudian meninggalkannya. Begitulah sering terjadi kenyataannya.

Hal tersebut kembali mengajak saya untuk merenungkan apa yang sebenarnya diharapkan dari sebuah pertemanan? Ijinkanlah saya berbagi cerita. Saya banyak belajar tentang pertemanan ketika masih mahasiswa S-1 di Kota Medan. Ketika itu untuk pertama kalinya saya meninggalkan kampung halaman saya di Kota Dumai Riau, merantau seorang diri ke Kota Medan untuk kuliah di USU Medan.

Secara tidak sengaja saya mendapat kost yang tidak seperti saya harapkan. Kost tersebut cukup sederhana, berlantai dua, dan terdiri dari sekitar 20 kamar kost. Lantai atas terbuat dari papan dan dindingnya dari triplek. Saya mengambil kost tersebut dengan alasan supaya satu kost dengan beberapa teman satu jurusan kuliah.

Sebagian besar teman kost di situ berasal dari desa di Sumatera Utara yang yang masyarakatnya (orang tua teman-teman satu kost saya tersebut) bekerja sebagai petani. Pada dasarnya mereka bukan berasal dari keluarga yang berada.

Yang menarik saya temukan adalah saya langsung diterima seperti sebagai bagian dari keluarga mereka. Pertama kali tiba di situ, teman-teman langsung membantu membawakan barang-barang saya ke lantai atas, ikut menata tempat tidur dan lemari saya.

Mereka kemudian mengajak saya makan, mengenalkan teman-teman di kamar lain, dan mengenalkan kebiasaan-kebiasaan di kost tersebut. Saya sama sekali tidak merasa kesepian atau sedih karena jauh dari rumah. Saya merasa ada di rumah sendiri.

Seiring waktu berjalan saya semakin dibentuk oleh nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan di situ. Saya mulai mengerti untuk simpati dan peduli dengan keberadaan sesama. Ketika saya sakit teman-teman langsung membawa saya ke dokter.

Saya pun masih ingat ketika melihat salah seorang teman dalam keadaan panas tinggi dan menggigil sendirian di kamarnya, kami pun serta merta mencari taksi, mengantarkan ke IGD, kemudian menghubungi keluarganya terdekatnya. Pada saat itu komunikasi ke luar daerah belum semudah sekarang dengan telepon seluler dan berbagai aplikasi pada gadget kita.

Tak jarang pada saat itu, meskipun sudah larut malam tiba-tiba kamar saya diketok, dan meminta saya menemani seseorang untuk menjaga teman atau keluarganya di rumah sakit, menyumbangkan darah karena situasi darurat, dan lain sebagainya. Hal tersebut menggugah kesadaran bahwa kita saling membutuhkan dan tidak bisa hidup sendiri tanpa teman-teman kita tersebut. Berteman bukan semata-mata mencari manfaat dari seseorang, melainkan apa yang bisa kita berikan dari hidup kita.

Ketika saya meninggalkan Kota Medan, kesan pertemanan tersebut tetap melekat dan menjadi bagian nilai-nilai saya dalam memulai pertemanan dengan siapa pun. Sering waktu berjalan baik dalam pekerjaan maupun bermasyarakat teman-teman akan semakin banyak. Dan itu adalah anugerah yang Tuhan berikan dalam kehidupan yang patut disyukuri. Ketika melanjutkan pendidikan S-2 di Bandung, saya juga bertemu dengan banyak teman yang baik dan memberi arti besar dalam pembentukan karakter hidup saya.

Bertemu dan menghabiskan waktu bersama teman-teman lama juga begitu bermanfaat. Melihat pengalaman yang dulu dilewati bersama memberi banyak pelajaran hidup. Seorang teman bahkan berkata bahwa ngopi bareng teman lama akan memperpanjang umur. Teman-teman semasa sekolah/kuliah memang sudah banyak berpencar di berbagai kota dan daerah. Namun saya akan selalu berupaya bertemu mereka di saat yang memungkinkan.  

Pada suatu waktu saya bertemu seorang teman (sahabat) yang dulu sama-sama kuliah di Medan. Kami bertemu di Bandung ketika saya kuliah tahun 2014 dan kebetulan teman saya tersebut sedang dalam urusan pekerjaannya. Yang menarik adalah ketika dia bertanya sesuatu yang tidak saya duga, "Kamu ingat nggak ketika kamu ikut tidur di rumah sakit demi menjaga aku yang dirawat karena terkena deman berdarah?" Tentu saya ingat peristiwa itu meskipun belasan tahun sudah berlalu. Namun saya tidak menyangka begitu berartinya hal tersebut baginya.

Saya tidak bertanya mengapa dia tidak menyinggung momen lain yang masih banyak yang pernah kami alami, yang juga banyak hal-hal yang menyenangkan. Namun saya mengerti bahwa yang paling diingat dari seorang teman adalah kehadiran teman-temannya di dalam kesusahannya. A friend in need is a friend indeed. Indeed it is!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun