Mohon tunggu...
Samuel Panjaitan
Samuel Panjaitan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ekonomi Inggris dan China Sedang 'Mencekik', Apakah RI Ketularan?

8 Oktober 2022   23:06 Diperbarui: 9 Oktober 2022   08:44 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Badan Kebijakan Perdagangan 

Krisis ekonomi sedang dialami Inggris dan China. Krisis yang saat ini terjadi dianggap bisa separah krisis ekonomi pada 2008. Tingkat inflasi Inggris menyentuh 9,4% yang menyebabkan harga komoditas makin tinggi. Inggris juga dipusingkan dengan krisis energi di tengah musim dingin yang terjadi. Analis juga memprediksi Inggris bakal jatuh ke jurang resesi lebih cepat. Dengan krisis dan ancaman resesi yang dialami Inggris. Dimana Per Agustus 2022, inflasi Inggris berada di level 9,9% secara year-on-year (yoy). Hal ini terjadi saat harga pangan di negara itu naik karena krisis biaya hidup terus berlanjut. Dimana Ekonomi Inggris dan China  saat ini sedang di ujung tanduk krisis. Kondisi ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya kebijakan ekonomi kedua negara tersebut dalam menghadapi inflasi dan kondisi geopolitik dunia.

Untuk inflasi inti, yang tidak termasuk energi yang mudah menguap, makanan, alkohol, dan tembakau. Ini naik 0,8% secara bulan ke bulan dan 6,3% secara tahunan. Sebagai informasi, Inggris menempati posisi ke-8 investor terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, total investasi selama 2021 mencapai US$ 228 juta atau Rp 3,46 triliun. Dengan begitu terkait adanya krisis yang terjadi di inggris ini juga sangat bedampak dan lebih berpengaruh terhadap psikologis investor di pasar keuangan lainnya.Kemudian, krisis Inggris dan China ini juga bisa mempengaruhi sektor pariwisata Indonesia. Di mana dari sisi wisatawan, orang-orang Inggris, Eropa yang liburan ke Indonesia akan turun secara drastic akibat dari krisis yang mewabah di negara paman Sam dan negara tirai bambu tersebut.

Sedangkan di sisi lain, bahwa saat Indonesia menjalin hubungan dagang dengan kedua negara adidaya tersebut, terutama China. Lalu, apakah kondisi ini bisa 'menular' ke RI?

  • Menularkah Krisis yang terjadi di inggris dan china kepada RI?

Direktur Center of Economic and Law Studies CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan 'penularan' tersebut berkemungkinan terjadi, apalagi kalau berbicara mengenai hubungan dagang antara RI dengan China yang cukup erat. Namun menurutnya, krisis yang menimpa Inggris tidak akan terlalu berpengaruh terhadap RI. Apalagi, sudah sejak lama para pelaku usaha di Indonesia mengurangi hubungan mitra dagang dengan negara tersebut. "Sudah sejak brexit ya banyak pelaku usaha di Indonesia mencium gelagat bahwa Inggris menjadi salah satu negara yang kurang menarik sebagai mitra dagang utama. Terlebih juga sedang ada krisis energi akibat perang dari Ukraina, itu yang memang sudah diantisipasi sejak lama dan porsi perdagangan Indonesia dengan Inggris relatif lebih kecil. Sehingga dampak jauh di bawah Cina," katanya.

Sementara itu, China memiliki porsi 30% sebagai asal impor dan 20% sebagai tujuan ekspor utama produk-produk dari Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya, perlu diperhatikan dampak turunan resesi ekonomi yang mengancam negara itu. Demikian pula dengan impor. Ia mengatakan, terkhususnya pada industri perakitan otomotif, elektronik, serta proyek konstruksi yang banyak menggunakan bahan baku dari negara tirai bambu itu.

Oleh karena itu, kenaikan suku bunga berkemungkinan terjadi kembali. Begitu pula dengan pelemahan nilai tukar rupiah akibat imported inflation atau inflasi yang didorong naiknya biaya impor. Senada dengan Bhima, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, dibandingkan dengan krisis di Inggris, kondisi di China dampaknya akan lebih besar ke RI. Dimana seperti yang kita ketahui bahwa China merupakan nomor satu sebagai mitra dagang dengan Indonesia, negara tujuan ekspor nomor satu, negara asal impor nomor satu, serta investasi yang juga sudah masuk 2-3 top three di Indonesia. Sehingga kondisi di China, apalagi diprediksikan tahun ini oleh World Bank jauh melambat sampai 2,8%. Ini artinya, pertumbuhan ekonomi terendah dalam beberapa dekade terakhir.

Badan Kebijakan Perdagangan 
Badan Kebijakan Perdagangan 

Di sisi lain, ia optimis bahwa RI masih lebih resilient dibanding dengan negara-negara terdampak lainnya, yang pertama dengan melihat RI yang ditunjang oleh pasar domestik yang besar. Apabila pasar masih berjalan baik, menurutnya, pengaruh ekonomi global masih bisa diredam. Berbeda dengan negara-negara lain yang pasar domestiknya kecil di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Menurutnya, negara tersebut, akan lebih terpengaruh dengan kondisi China. Apalagi negara-negara kecil yang memang ekonomi di didorong oleh ekonomi global misalnya Singapura dan Hongkong. Kemudian menurutnya, integrasi atau keterkaitan ekonomi RI dengan ekonomi eksternal juga terbilang kecil. Hal ini pula yang membuatnya yakin Ri relatif lebih resilient.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun