"Karya Juara 1 Artikel Feature Jurnalistik FLS2N 2024 Tingkat Provinsi Sumatera Utara | Menilik Butiran Mutiara di Pesisir Danau Toba"
Karya: Samuel Partogi Simanjutak
Asal: SMAS Unggul Del
Tunggu, jangan terkejut! Memang cukup mustahil melihat butiran mutiara di pesisir air tawar. Ya, ini hal yang abnormal. Mana mungkin mutiara dari kerang yang habitatnya di air asin dan biasanya dirangkai menjadi perhiasan bertaburan di pesisir Danau Toba. Lagipula, jika mutiara yang ini diminta memilih antara unjuk kilau atau unjuk talenta, dengan lantang mutiara ini akan menyahut untuk unjuk talenta.
Cerita ini datang dari “butiran mutiara” alias anak-anak memesona dengan segudang talenta yang tinggal di salah satu desa di pesisir Danau Toba, Desa Meat. Bagaimana tidak, anak-anak di sini dapat diadu kebolehannya meskipun tinggal di daerah terpencil. Uniknya lagi, tangan emas mereka ini dipergunakan untuk memperkenalkan budaya batak di berbagai acara lokal dan kompetisi nasional hingga perhelatan internasional, seperti Poweboat F1H2O World Champion, Meat Arts Festival, Seribu Tenda Meat, dan lainnya.
Desa Meat terletak di Kec. Tampahan, Kab. Toba, Prov. Sumatera Utara. Kehidupan desa kecil ini berdampingan dengan ketenaran panorama Danau Toba. Keelokan danau tekto-vulkanik terbesar di Indonesia dengan panjang 100 km dan lebar 30 km ini menjadikan Desa Meat salah satu destinasi primadona para turis karena menyimpan kepingan surga. Betul saja, perjalanan menuju desa ini cukup sulit. Saya harus melewati jalan curam dan licin karena cangkang para mutiara ini berada tepat di balik Dolok Tolong (dalam bahasa Batak berarti bukit), salah satu ikon alami Toba. Beruntungnya, mata saya dimanjakan keindahan bentangan alam Danau Toba dengan terpaan angin sejuk sembaring menaiki motor.
Di kanan, terlihat turis bak lautan memenuhi pesisir pantai menikmati deru angin dan gulungan gelombang air danau terpecah di bibir pantai. Di kiri, terlihat paparan sawah-ladang dan layangan menghiasi langit serta jejeran kombinasi Ruma Bolon (rumah adat Batak Toba). Lalu-lalang masyarakat dengan kesibukan masing-masing menghidupkan gelora Desa Meat.
Sekitar 26 menit diperjalanan dengan jarak tempuh 12 km dari Kota Balige, tibalah saya di desa para mutiara tersebut. Saya langsung menemui salah satu narasumber yang bernama Wulan Sihombing. Ia adalah salah satu senior pada komunitas yang menaungi Sanggar Tari Meat, tempat kunjungan pertama saya.
Bersama Wulan dan anak-anak lainnya, saya bergegas menuju Sanggar Tari Meat yang berada tepat di pesisir Danau Toba. Tempat ini sudah berdiri sejak 2018. Awalnya, komunitas tari ini dibentuk atas inisiatif para pemuda di sana, tetapi belum ada sarana dan prasarana pendukung apa pun. Bahkan, mereka masih berlatih di atas butiran pasir di pesisir pantai.