Perang konvensional adalah perang secara langsung dan secara fisik yang dilakukan dengan cara yang sesuai dengan peraturan Konvensi Jenewa (serangkaian atauran untuk memperlakukan warga sipil, tawanan perang dan tentara yang berada dalam kondisi tidak mampu bertempur) adalah perang wilayah, perang teror, perang intelijen dan perang dunia kedua. (Muthmainnah, 2021) Perang konvensional mengandalkan kecanggihan mesin dan teknologi perang yang cenderung membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Pengertian Perang Asimetris
Perang Asimetris adalah perang antara belligerent atau pihak-pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda. Akibat adanya perbedaan besar dalam kekuatan militer itu, pihak yang lemah tentu tidak akan secara konvensional dan terang-terangan melakukan perlawanan kepada pihak lawan, namun akan menggunakan teknik-teknik baru diluar kebiasaan dan aturan yang berlaku untuk melemahkan kekuatan lawan. Salah satu cara yang dilakukan melalui teknik gerilya. (Badiklat Kemhan, 2020)
Perbedaan antara Perang Konvensional dengan Perang Asimetris
Perbedaan antara Perang Konvensional dengan Perang Asimetris diantaranya:
- Pada perang konvensional, yang terjadi ialah perang tradisional
(traditional war), sementara pada perang asimetris, yang terjadi ialah Perang non-tradisional (non-traditional war). - Dalam perang konvensional, peperangan yang berlangsung ialah peperangan reguler (regular warfare), sedangkan dalam perang asimetris yang berlangsung ialah peperangan non-reguler (irregular warfare).
- Dalam perang konvensional, yang menjadi subjek ialah antar Negara atau State Actor, sedangkan dalam perang asimetris yang menjadi subjek ialah non-Negara atau (non-state Actor).
- Pada perang konvensional, peperangan yang berlangsung merupakan peperangan setara atau equal warfare, sementara pada perang asimetris yang berlangsung merupakan peperangan tidak setara atau unequal warfare.
- Perang konvesional dimulai dari masa perang yang dilakukan manusia pada zaman batu hingga perang dingin, sedangkan perang asimetris mulai mencuat pada masa perang dingin.
Tujuan perang pada tataran negara menjadi pedoman utama bagi tataran di bawahnya dan kaitan antara peperangan dengan politik
Makmur Supriyatno (2016) mengemukakan bahwa terdapat pemilahan pada tujuan perang konvensional, dimana antara tujuan perang pada tataran negara yang melakukan perang, tujuan perang pada tataran militer, serta tujuan perang pada tataran atau tingkat individu prajurit. Ketiga tataram tersebut memiliki perbedaan yang jelas, akan tetapi yang terpenting ialah tujuan perang pada tataran negara menjadi pedoman utama bagi tataran di bawahnya. Hal ini dikarenakan, tujuan perang pada tataran militer harus mengacu pada tujuan perang negara, dan tujuan perang pada tataran individu prajurit adalah untuk mencapai tujuan militer.
Dalam tingkatan negara, tujuan perang selain untuk melemahkan, menghancurkan atau meniadakan kemampuan militer musuh untuk terlibat dalam perang, juga memiliki tujuan utama yaitu untuk merebut serta menguasai teritori musuh, memaksa perubahan dalam kebijakan pemerintahan musuh.
Tujuan perang pada tataran militer, harus mengacu pada tujuan perang negara, yang disebut dengan tujuan strategis militer (military strategic goal) diantaranya adalah melumpuhkan pemerintahan musuh, menghancurkan militer musuh, menguasai dan menduduki teritori musuh, menguasai dan menduduki ibukota negara musuh, dan mengekang keinginan berperang militer musuh.
Tujuan perang pada tataran individu prajurit untuk mencapai tujuan militer. Dengan demikian setiap prajurit, baik itu perwira, bintara dan tamtama—atau prajurit—harus memiliki “tujuan berperang” yang sama dengan tujuan berperang militer yaitu membunuh dan menawan prajurit musuh dalam rangka menghancurkan pasukan musuh, menguasai teritori musuh, dan menurunkan kemauan pasukan musuh untuk berperang.