Mohon tunggu...
Samuella Christy
Samuella Christy Mohon Tunggu... Jurnalis - A 18-year-old sleepyhead and an avid noodle lover. I rant, therefore I am.

contact: samuellachristy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kontradiksi Kesetaraan dan Kebebasan

13 Mei 2020   15:38 Diperbarui: 13 Mei 2020   15:52 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini sudah diedit dan juga dipublikasikan di suarakebebasan, selamat membaca!

Terkait dengan isu KDRT yang meningkat selama masa social distancing yang mengharuskan kita tetap tinggal di rumah, banyak masyarakat yang menanggapinya dengan mendesak pemerintah untuk segera membuat kebijakan berbasis kesetaraan gender.

Signifikansi menggunakan gender sebagai basis analisa dalam permasalahan ini yaitu untuk mendorong terjadinya perubahan paradigma terhadap KDRT dengan obeservasi sebagai berikut, "Daripada menanyakan kenapa pihak pria memukul, terdapat tendensi untuk bertanya kenapa pihak perempuan berdiam diri"

KDRT bukan satu-satunya masalah gender yang tiba-tiba merebak luas saat pandemi ini. Baru-baru ini, kasus youtuber prank bingkisan sampah kepada transgender juga disoroti publik karena dianggap inhuman content. Pro-kontra baru pun muncul: pembenaran konten si youtuber ini atau pembelaan terhadap kaum transgender yang menjadi korban?

Tidak hanya sampai di situ, masalah lain timbul lagi karena virus Covid-19, banyak orang menyoroti masalah ketimpangan antara si kaya dan si miskin. 

Entah itu karena nasib yang berbeda dalam menghadapi social distancing, kenyamanan rumah yang berbeda, bahkan ketidakadilan tabungan (saving) yang mereka punya untuk memenuhi kebutuhan di kala berdiam diri dalam rumah.

Dikarenakan pikiran-pikiran masyarakat Indonesia yang berkutat pada. masalah-masalah finansial dan gender tersebut, tak lengkap apabila tidak ada organisasi massa yang baik guna memainkan sentimen suatu kondisi masyarakat yang saat ini terpuruk atau merasa tertindas. 

Sasaran propaganda petinggi partai komunis yang pertama mungkin serikat buruh, dan untuk para Ultra-Nasionalis langsung menyasar kelompok dengan identitas etnis, gender, atau agama tertentu (Masih ingat stigma terhadap beberapa etnis tertentu karena dianggap menyebarkan wabah pandemi ini?)

Kesetaraan (kemerdekaan) Kaum Adam dan Hawa.

Berbagai masyarakat menggunakan beragam hierarki khayalan. Ras sangat penting bagi orang-orang Amerika Serikat modern namun relatif tidak penting bagi orang-orang muslim zaman pertengahan. 

Kasta adalah masalah hidup dan mati di India zaman pertengahan, sementara bagi orang-orang Eropa modern kasta pada dasarnya tidak ada. Tapi, satu jenis hierarki senantiasa berada di posisi amat penting dalam semua jenis masyarakat yang diketahui: hierarki jenis kelamin.

Pembagian menjadi laki-laki dan perempuan merupakan produk imajinasi, sama halnya seperti sistem kasta di India dan sistem rasial di Amerika. Memang ada beberapa sejumlah kesenjangan budaya, hukum, dan politik antara laki-laki dan perempuan yang mencerminkan perbedaan biologis nyata antarjenis kelamin. Melahirkan anak selalu merupakan pekerjaan perempuan, karena laki-laki tidak punya rahim.

Namun di sekeliling inti universal itu, setiap masyarakat menempatkan lapis demi lapis gagasan dan norma budaya yang nyaris tidak ada hubungannya dengan biologi. Masyarakat kerap mengaitkan berbagai sifat dengan maskulinitas dan feminitas yang sebagian besarnya tidak memiliki pondasi biologi yang kukuh.

Lalu, bagaimana kita bisa membedakan antara apa yang merupakan ketetapan biologis dengan apa yang dicoba dibenarkan dengan mitos-mitos biologis? Aturan dasar yang bagus adalah "Biologi memungkinkan. 

Budaya melarang." Dalam cakupan biologi, kisaran kemungkinan yang ada sangat luas, hampir tak terbatas. Dari perspektif biologis, tidak ada yang tidak alami. Namun, adanya budaya dan norma setempat mewajibkan orang untuk mewujudkan sebagian kemungkinan seraya melarang yang lain.

Perilaku yang sungguh-sungguh tidak alami, yang melanggar hukum-hukum alam, tidak mungkin pernah atau akan terjadi, sehingga sebenarnya tidak perlu ada yang direstriksi. 

Contohnya saja begini, tidak pernah ada kebudayaan yang repot-repot melarang laki-laki berfotosintesis, perempuan berlari lebih cepat daripada kecepatan cahaya, atau elektron bermuatan negatif saling tarik-menarik.

Apa-apa yang disebut "maskulin" dan "feminim" bersifat antar-subjektif dan mengalami mobilitas yang terus-menerus. Di Indonesia misalnya, hukum perdata sudah menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak kepimilikan yang sama. 

Selain itu, sudah banyak organisasi yang menyuarakan hak-hak perempuan. Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya.

Kesetaraan (Kemerdekaan) Buruh dan Kapitalis?

Semua perbedaan yang banyak dikritik, seperti orang merdeka dan budak, orang berkulit putih dan hitam, antara orang kaya dan miskin, berakar dalam fiksi yang didasari hukum alam. 

Karena hierarki sendiri punya fungsi penting, hierarki memungkinkan orang-orang yang sepenuhnya tidak saling mengenal tahu bagaimana memperlakukan orang lain tanpa harus repot-repot berteman secara akrab terlebih dahulu.

Mengutip salah satu kalimat yang menurut saya sangat menarik (dan tentunya saya sangat setuju) dari buku Sapiens, "Alam konon mengganjar prestasi dengan kekayaan seraya menghukum kemalasan". (Sapiens, hlm. 160) 

Orang-orang boleh berpendapat kalau keadilan kelas antar si kaya dan si miskin seharusnya dihapuskan, namun sayangnya, masyarakat yang bersifat kompleks ini membutuhkan diskriminasi yang "tidak adil" untuk terus memacu insting primal mereka dalam berkompetisi satu sama lain.

Tentu saja, perbedaan-perbedaan dalam hal kemampuan alami juga berperan dalam pembentukan kasta sosisal. Namun, banyak orang beranggapan tidak semua orang memiliki "privillege" untuk mengasah dan melatih bakat yang mereka punya. Banyak orang juga berpikir kenyataan bahwa orang kaya itu kaya semata mereka terlahir dalam keluarga kaya menjadi stereotip mendarah daging.

Karena pada dasarnya, tidak ada manusia yang terlahir setara dalam hal apapun, baik dari fisik maupun non fisik. Pada awalnya, semua memang tergantung dari bagaimana cara orangtua mendidik anaknya, lingkungan apa yang ditempati, dan nilai-nilai apa yang berkembang di sekitarnya. Namun, pada akhirnya semua orang bebas memilih ke mana arah selanjutnya.

Dapat dikatakan Indonesia merupakan salah satu contoh produk tatanan politik modern yang memandang kesetaraan dan kebebasan individu sebagai nilai mendasar yang sama persis. 

Padahal, kedua nilai itu saling berkontradiksi. Kesetaraan hanya bisa diwujudkan dengan membatasi kebebasan orang-orang yang keadaannya lebih baik. 

Bila itu dilakukan, tentunya tidak adil untuk orang-orang yang berusaha jauh lebih keras, kemudian harus berkorban demi orang yang hanya mengandalkan pemerintah mengatasi masalah mereka.

Sebagaimana kebudayaan zaman pertengahan gagal menyelaraskan kesatrian dan kekristenan, dunia modern pun gagal menyelaraskan kesetaraan dan kemerdekaan. Namun, itu bukanlah sebuah cacat, kontradiksi semacam itulah yang membangun kreativitas dan dinamisme sapiens.

Lihat bagaimana logika progres dan inovasi ketika masyarakat diberikan kebebasan sebebas-bebasnya dalam bekerja dan bereksperimen. 

Banyak produk teknologi canggih yang lahir dari rahim kapitalisme karena kapitalisme memberi kesempatan dan keleluasan para pengusaha dan pekerja untuk melakukan kesalahan dan kegagalan.. (Libertarianisme: Perspektif Kebebasan atas Kekuasaan dan Kesejahteraan, hlm. 74)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun