Disaat wabah virus Corona melanda negara Indonesia, telah banyak mengubah sendi kehidupan manusia. Dunia pendidikan mengalami dampak yang besar dari wabah ini. Sistem pembelajaran yang beralih menggunakan sistem daring yang sebelumnya dengan cara komunikasi langsung dinilai tidak efektif, mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Beruntung ada aplikasi yang mewadahi sistem pembelajaran daring seperti Google Classroom dan ZOOM.Â
Tetapi banyak juga tenaga pengajar seperti guru dan dosen yang belum terlalu paham menggunakan teknologi sekarang ini. Namun, aplikasi ini membutuhkan biaya berbentuk kuota internet yang bisa dibilang tidak sedikit. Sementara, disaat seperti ini banyak masyarakat yang perekonomiannya memburuk dikarenakan harus berhemat untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.Â
Mahasiswa khususnya mereka yang mengalami kesulitan perekonomian akan terhambat untuk mengikuti perkuliahan dikarenakan harga kuota internet yang tidak bisa dibilang murah. Beberapa bulan kemudian setelah hampir seluruh perguruan tinggi meniadakan perkuliahan di kampus dan beralih dengan sistem daring, banyak Universitas yang mulai memberikan bantuan kepada mahasiswanya. Mahasiswa pantas mendapatkan bantuan ini, mengapa ?Â
Mahasiswa setiap semesternya diwajibkan untuk membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan mahasiswa berhak mendapatkan fasilitas kampus yang mendukung jalannya kegiatan perkuliahan. Tetapi, disaat seperti ini mahasiswa tidak mendapatkan fasilitas tersebut sehingga wajar saja kampus memberikan bantuan.Â
Tetapi lebih layak lagi jika wacana pengembalian ukt sebesar 50% diberikan. Kalkulasinya begini, di Universitas tempat saya menumpuh sekolah sarjana, saya membayar SPP sebesar Rp.2.500.000,00/semester. Mari kita asumsikan dalam satu semester ada kurang lebih 100 pertemuan, jika dibagikan dengan SPP saya per semester saya membayar sekitar Rp.25.000,00 untuk sekali pertemuan.Â
Kampus saya libur sebelum Ujian Tengah Semester berlangsung, dapat dihitung saya baru menempuh setengah dari 100 kali pertemuan dalam satu semester. Berarti, dapat disimpulkan mahasiswa tidak lagi mendapat fasilitas kampus untuk sisa pertemuan berikutnya dikarenakan anjuran dari pemerintah pusat untuk belajar di rumah saja.Â
Hal ini tergolong wajar ketika mahasiswa meminta pengembalian spp atau pengurangan di semester yang akan datang. Baru ini, Universitas saya akhirnya memberikan sedikit bantuan untuk mahasiswanya. Untuk saat ini, saya tidak mempermasalahkan jumlah bantuan yang tergolong kecil karena mungkin pihak kampus bisa saja nantinya memberlakukan pengurangan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada semester yang akan datang. Lantas apa yang menjadi kekecewaan saya ?Â
Saya kecewa karena kampus hanya memberikan bantuan kepada mahasiswa jalur SBMPTN dan tidak kepada mahasiswa jalur Mandiri. Saya adalah mahasiswa jalur SBMPTN, tetapi kenapa harus ada pembedaan terhadap penerima bantuan ini. Kata diskriminasi kepada mahasiswa jalur Mandiri menurut saya memang kurang tepat, tetapi kebijakan ini justru menimbilkan stigma bahwa mahasiswa jalur Mandiri adalah mahasiswa yang tergolong mampu ataupun memiliki kemampuan finansial diatas rata-rata dan juga belum tentu mahasiswa jalur SBMPTN sepenuhnya adalah mereka yang kemampuan finansialnya dibawah rata-rata.Â
Mengapa saya memprotes hal ini ? Saya melihat ini dari beberapa teman saya yang jalur Mandiri pada kenyataannya bukanlah orang yang perekonomiannya baik. Di Sumatera Utara, khususnya suku Batak yang tinggal di daerah Tapanuli, walaupun mereka yang perekonomiannya kurang, mereka tetap harus memberikan pendidikan yang terbaik buat anaknya walaupun biaya perkuliahan jalur Mandiri yang tidak murah. Ini yang ingin saya suarakan, bahwa seluruh mahasiswa di Universitas saya berhak mendapatkan bantuan tanpa harus membeda-bedakan.Â
Jika Universitas mengatakan bahwa agar bantuan yang diberikan tepat sasaran, saya rasa hal tersebut kurang tepat. Mengapa ? Ketika pihak kampus ingin memberikan bantuan kepada mahasiswa jalur Mandiri dengan harapan bantuan tersebut tepat sasaran itu bisa dilakukan.Â
Universitas mempunyai data-data berapa jumlah gaji orangtua mahasiswanya. Sehingga, pihak kampus bisa lebih selektif mahasiswa jalur Mandiri mana yang lebih layak mendapat bantuan berdasarkan data gaji orangtua mahasiswa. Banyak diantara mahasiswa jalur Mandiri yang kurang mampu kecewa dengan kebijakan kampus yang tidak memberikan bantuan kepada mereka. Saya sebagai mahasiswa yang bergerak karena moralnya sangat ingin menyampaikannya melalui tulisan ini dengan harapan kampus mendengarkannya dan kebebasan pers yang sangat diperhatikan setelah pasca reformasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H