Hebatnya lagi, jargon yang diusung Bigo ditujukan untuk 2 poin bagus: fashion dan young generation. Dua segmen yang market sizenya sangat besar serta sudah pasti tidak gaptek dan ikuti trend.
Lalu bagaimana Bigo mendapatkan pemasukan? Selain dari iklan sponsor, fitur virtual merchandise-lah yang menjadi penentu disini. Dengan memberikan keleluasaan membelinya, maka pengguna bisa bebas memberikan hadiah (gift) kepada presenter yang dia sukai.
Dan seperti kebanyakan virtual merchandise, segera muncul pasar sampingan yang malah sangat ramai untuk pertukaran dari virtual merchandise ke uang tunai. Secara resmi developer Bigo memang memberikan fitur ini dan mendapatkan keuntungan yang besar.
Alih-alih hanya jual beli virtual merchandise, secara tidak langsung developer Bigo menjadi penyedia jasa pasar valuta “mesum” hehehe... Jadi para pengguna yang menyajikan live show kini bisa menukarkan hadiah yang didapat dari penonton menjadi duit tunai.
Semakin banyak hadiah diterima maka akan semakin besar pula potensi keuntungan bila ditukarkan. Saya tidak akan membahas nilai pertukarannya disini. Anda bisa jadi malah sibuk menghitung berapa keuntungan yang bisa didapat dari jumlah gift yang diterima.
Kini Anda paham bukan: Semakin seronok maka akan semakin tenar dan penonton pun semakin banyak. Banyaknya penonton berhubungan langsung dengan besarnya kemungkinan hadiah yang bisa didapat, apalagi dari fans berat yang sudah akrab dan relatif berkantong tebal (atau siapapun yang jadi korban eksploitasi karena tak bisa menahan nafsu?). Semakin banyak hadiah didapat, apalagi jenis tertentu yang nilainya sangat besar maka duit pun makin besar masuk.
Selain menjajakan penampilan dan mempertukarkan dengan hadiah virtual, cara ini juga ternyata digunakan untuk menseleksi pelanggan yang berkantong tebal.
Dengan kata lain, kalau fans itu berani memberi hadiah “mahal” dan bernilai tinggi maka otomatis masuk ke level pelanggan khusus alias VIP. Cara ini pula yang saya sebut dengan aman karena penjaja seks tidak selamanya dari kalangan pelacur profesional tapi banyak dari kalangan umum. Jadi tingkat keyakinan dan pengenalan bertambah dengan sendirinya sesuai dengan jumlah hadiah yang dipertukarkan. Efisien bukan? Edan!
Penutup
Secara sederhananya, saya menyimpulkan bahwa fasilitas mengakses pornografi dan pornoaksi bagi generasi muda kita saat ini memang sangat mudah. Terserah bagi kita kalangan orang tua, dewasa, berwewenang untuk menyikapinya.
Banyak yang bersikap skeptis tapi banyak pula yang bersifat optimis. Karena ini adalah artikel publik, saya menyerahkan kepada pembaca untuk berkomentar dan bereaksi.
Yang saya tekankan adalah sudah banyak upaya yang sudah dilakukan seperti dengan pemblokiran situs porno oleh Kominfo, pembuatan aplikasi lokal yang lebih sesuai dengan kultur Indonesia, dsb. Tapi tampaknya masih kurang dan kita harus memiliki strategi dan rencana yang lebih adaptif dalam mengatasi dan meminimalkan dampak negatif seperti ini.