Sering bertambah panjang, bertambah ngeri, bertambah sadis, bertambah kasar sampai bertambah jumlah pelakunya. Efek reaktif tadi menghasilkan manusia yang langsung otomatis mengklik tombol LIKE misalnya atau yang lebih jauh malah membagikannya (SHARE) tanpa membaca isi berita/link secara menyeluruh. Jika berita itu memancing kehebohan maka wajib untuk dikomentari atau disebarkan. Kebenaran tidak lagi menjadi tujuan utama. Narsis dan eksis menjadi alasan lebih penting. Kekinian menjadi pilihan.
[caption caption="Sumber gambar: amosh.com"]
Tanpa sadar melalui teknologi kita lupa bahwa kita seharusnya menggunakan teknologi sebagai alat komunikasi dua arah (diskusi dan kritik bersama, debat argumentatif, dsb) dan bukan satu arah (menghujat atau menghina tanpa melihat permasalahan secara keseluruhan apalagi mendengar respon yang balik).
Sulitkah kita melakukan imajinasi seperti ini: ketiklah (ucapkan, jelaskan) yang ingin anda sampaikan dengan membayangkan anda berbicara langsung kepada orang tersebut. Apakah orang itu bisa menerimanya dengan baik? Mengerti sepenuhnya maksud anda? Atau sebaliknya?
Jika tidak, lalu apa tujuan anda menulis demikian? Apakah anda paham bahwa tanpa sadar anda sudah menghakimi? Dan apakah kita tahu apa dampaknya? Tidak adakah cara lain yang bisa digunakan selain cara seperti itu?
Semoga tulisan saya ini bisa membuat kita masing-masing menggunakan teknologi dengan lebih baik, terlebih karena menyadari bahwa teknologi sebagai tools lebih bertindak seperti pisau. Jika kita mahir menggunakannya  maka akan bermanfaat, jika tidak maka akibatnya bisa buruk biarpun kita ingin menggunakannya dengan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H