[caption caption="Sumber gambar: www.1e.com"][/caption]Mungkin keriuhan mengenai aplikasi taksi online sudah mulai mereda. Demo yang nyaris anarkis juga mulai terlupakan. Lalu bagaimana selanjutnya? Apakah akan ada lagi guncangan dengan model aplikasi online? Bidang apa kira-kira? Bagaimana kita bisa memahami dan menerimanya? Artikel ini mencoba memberi beberapa kilas jawaban kepada anda.
Contoh Kasus Global dan Lokal
Kalau di dunia global sering mengacu kepada kasus Uber dan AirBnB, mungkin kasus di Indonesia lebih mengacu kepada kasus Uber dan Gojek. Dulu diawali dengan keriuhan dari sepak terjang Gojek dan beberapa minggu lalu diikuti dengan penolakan terhadap Uber. Keduanya adalah contoh kesuksesan konsep sharing economy di tanah air. Satu berangkat dari pasar lokal dan yang lain dari global.
Kesamaan dari keduanya adalah menimbulkan goncangan, terutama dalam regulasi dan penerimaan publik. Memang dengan kecepatan perkembangan teknologi saat ini dapat dipahami kalau pihak otoritas sering keteteran dan kewalahan mengantisipasi hal tersebut. Goncangan ini juga terjadi di luar negeri. Jadi kita jangan hanya bisa menyalahkan pemerintah dan menganggap kalau peraturan yang saat ini sudah usang. Pada kenyataanya adaptasi peraturan atau undang-undang sering berjalan lebih lambat dan sulit mengejar kecepatan perubahan akibat teknologi.
Persaingan tidak lagi melulu dengan kompetitor lain saja. Saat ini persaingan lebih kepada waktu. Artinya, jika produk atau layanan yang akan dibuat tidak bisa diselesaikan dengan cepat, maka akan muncul produk yang sama atau pengganti dari pesaing. Inovasi bukan lagi hanya soal keunikan, tapi sudah melebar kepada segi kecepatan muncul. Inovasi tidak lagi berjalan lambat dan sesekali, namun semakin cepat dan sering. Fitur terus ditambahkan bukan hanya agar pesaing tidak bisa menang, tapi lebih agar pelanggan tidak pindah ke lain hati.
Perubahan Yang dan Sedang Terjadi
Jika dulu kita mengenal model barter, maka sebenarnya konsep sharing economy tidaklah terlalu jauh berbeda. Bahkan sebenarnya berdasarkan hal itu juga. Hanya saja anda menggunakan teknologi untuk memudahkan prosesnya. Batas jarak, waktu dan item yang dipertukarkan semakin meluas dan bervariasi. Tapi pada dasarnya adalah berkolaborasi dengan orang lain dalam pertukaran produk/layanan. Jika sekarang anda lebih mengenal brand Gojek atau Uber di pasar lokal, AirBnB di pasar global, maka coba ingat soal Napster dan Ebay. Napster adalah media pertukaran file antar penggunanya. Ebay anda gunakan untuk melelang berbagai produk yang dimiliki baik demi uang atau bahkan barter. Jika Napster dan Ebay lebih menyodorkan item yang bervariasi didalam satu platform, maka model Uber dan AirBnB lebih spesifik ke satu produk/layanan dalam platformnya. Uber ditujukan untuk bidang transportasi dan AirBnB untuk akomodasi/ruang menginap.
Sebenarnya konsep sharing economy berangkat dari pemanfaatan kapasitas yang idle alias tidak terpakai maksimal. Artinya anda memberikan kesempatan kepada pengguna lain yang membutuhkan produk/layanan sejenis yang anda miliki untuk dipergunakan mereka sehingga penggunaannya lebih maksimal.
Contoh pada AirBnB, kamar kosong di rumah anda kini bisa memberikan pendapatan tambahan jika disewakan kepada pengguna. Atau mobil anda kini bisa mendapatkan pemasukan tambahan jika waktu luang yang tersedia digunakan untuk mengantar orang lain. Dari survey luar negeri ditemukan bahwa kendaraan seperti mobil hanya digunakan sekitar 4% dari kapasitasnya, jadi ada 96% yang terbuang. Wajar saja kalau dimanfaatkan bukan? Apalagi pemasukan yang diterima bisa dimanfaatkan untuk biaya perawatan dan pemeliharaan bahkan sampai tahap meringankan biaya cicilan kredit. Demikian tujuan awalnya. Yang kemudian berkembang menjadi sumber & mata pencaharian adalah perkembangan lanjutan.
Ada 4 komponen dasar yang penting sehingga konsep ini dapat berjalan dengan baik. Dibalik konsep berbagi ini ada alasan:
- Alasan sosial (bertemu dengan orang baru)
- Alasan ekonomi (untuk menghemat uang atau biaya)
- Alasan kepraktisan (untuk menghemat waktu)
- Alasan ketahanan (dalam hal ini ketahanan lingkungan dengan maksud melindunginya).
Keempat alasan itu menggerakkan model bisnis on-demand economy atau sharing economy dengan memaksimalkan implementasi teknologi sebagai media perantaranya. Jika pada bisnis lama fungsi middleman lebih dikuasai oleh manusia sehingga berjalan relatif lebih lambat, maka dengan teknologi berlangsung jauh lebih cepat dan otomatis.
Bila melibatkan teknologi sebagai komponen awal perubahan, maka komposisi dimulai & diakhiri oleh:
- Inovasi TeknologiÂ
- Perubahan Nilai Kemanfaatan
- Realita Ekonomis Baru
- Pengaruh Terhadap Lingkungan
Jika kita melihat kepada konsep ini, maka sebenarnya konsep sharing economy bagus bukan? Tapi seperti yang sudah dialami oleh berbagai perubahan, akan ada goncangan dan dampak sampingan yang untuk sebagian pihak dianggap buruk dan merugikan. Dan umumnya goncangan yang terkeras akan dialami oleh pelaku perintis di era awal. Contohnya seperti Uber dan Gojek di Indonesia. Publik tidak menerima dengan mulus pada awalnya dan juga setelah beberapa waktu kemudian. Banyak negara yang belum siap menerima perubahan model bisnis dan perilaku sehingga cukup keras menolak. Namun apakah ini berarti serbuan aplikasi online berbasis sharing economy akan terhenti? Sayangnya tidak. Suka atau tidak perubahan sedang terjadi dan akan terus terjadi. Konsep sharing economy akan semakin menjadi gaya hidup yang biasa beberapa tahun kemudian.