Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setengah Berisi atau Setengah Kosong?

9 November 2015   17:50 Diperbarui: 9 November 2015   23:54 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Link sumber posting di Facebook

Tapi betulkah media massa yang berbeda dengan Kompas itu memang berisikan konten yang bernada pesimis? Apakah pasti mereka oposisi? Mereka kritis karena pesanan? Lalu karena Kompas memuat berita berbeda maka bisa dituding mewakili kepentingan bisnis/pemilik tertentu?

Pola Pikir Praktis vs Analisa

Kalau anda menilai seperti itu juga, saya kira anda terlalu naif dan tidak mau mengkaji lebih dalam. Memang lebih enak langsung menuding dan ikut arus teman/lingkungan  yang disekitar kita dan tergoda untuk menghujat pihak yang berbeda (entah itu pihak yang optimis atau pesimis sekalipun). Padahal menurut saya, kedua konten yang terkesan bertolak belakang itu memiliki kesamaan tertentu. Yaitu keadaan ekonomi yang belum stabil/baik sesuai yang diimpikan.

Namun ada yang mempunyai sudut pandang dari sisi kritis, ada pula yang memandang dari sisi keyakinan bahwa kondisi akan membaik. Menurut saya keduanya mempunya pesan positif masing-masing. Tidak perlu dikembangkan ke dimensi lain yang tidak ada korelasi langsung. Yaitu tudingan bahwa ada kepentingan yang menunggangi berita-berita itu. Terkesan merendahkan jabatan wartawan walau kita akui ada wartawan yang memang buruk dalam profesinya. Kembali lagi, apakah gara-gara nila setitik maka harus sebelanga yang rusak?

Budaya kritis dibangun bukan dengan tujuan untuk menghujat atau menyalahkan pihak tertentu. Kritis saya kira adalah gerakan mengungkap kekurangan dan membuat banyak pihak sadar bahwa masih ada yang perlu diperbaiki. Jadi jangan berpuas diri adalah kunci utamanya.

Sementara bila membaca berita perekonomian mulai membaik, kita memang harus mengakui ada perubahan yang sudah bisa kita rasakan. Soal belum puas? Semua pihak memang sudah tahu akan hal itu. Tapi mengakui bahwa kita bergerak maju adalah satu bentuk optimisme yang dibangun. Dan itu penting untuk bangsa ini disaat banyak negara lain yang terkena dampak perubahan ekonomi global yang silih berganti muncul.

Janganlah kita terlalu cepat terjebak ke pola pikir praktis. Jika ada media kritis maka kita tuding oposisi pemerintah dan tidak berniat mendukung pembangunan. Sebaliknya, bila ada media yang bernada optimis, maka semudah itu pula kita menuding bahwa media tersebut pro pemerintah dan menafikan masalah yang masih ada disekitar kita. Optimis dan pesimis hanyalah sudut pendekatan tidak kurang dan tidak lebih. Masing-masing ada manfaat tertentu bila digunakan dengan baik.

Masalahnya apakah kita sudah menggunakan analisa yang memadai untuk persepsi optimis maupun pesimis tadi?

Sekiranya anda adalah pembaca yang pesimis, apakah yang bisa anda lakukan untuk ikut membantu kondisi yang kurang menguntungkan ini? Atau bila anda optimis, apakah masih ada lagi yang bisa anda perbaiki untuk meningkatkannya?

Persepsi vs Aksi

Sebenarnya kita jangan hanya terpaku pada sudut pandang saja. Saya sengaja memilih ilustrasi gelas setengah berisi setengah kosong untuk menguji pembaca Kompasianer. Sebagian pasti sudah mengira maksud saya setelah membaca artikel ini? Saya kira belum juga sih.

Yang saya maksudkan adalah, mengapa hanya terpaku memandang gambar tersebut dan menyimpulkan. Kalau setengah berisi berarti anda optimis? Kalau setengah kosong berarti anda pesimis? Hehehe... yang saya maksud adalah: Apakah anda mau mengisinya sehingga penuh, atau anda menggantikannya dengan air yang lain? Terserah saya kira. Yang pasti anda tidak hanya berdiam diri dan sibuk berkomentar. Kebanyakan orang memilih demikian. Anda sebaiknya melakukan aksi, lepas dari persepsi anda pesimis atau optimis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun