Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pungli Di Sekolah: Kreatifitas Terselubung?

7 Agustus 2015   16:52 Diperbarui: 7 Agustus 2015   16:52 1656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menyempatkan diri untuk santai sejenak sore ini di warung kopi langganan saya. Selain tempat santai, banyak inspirasi tulisan muncul dari acara "nguping" dadakan itu. Walau tidak semua bisa saya tuang dalam tulisan, tapi banyak yang menggelitik pemikiran saya. Salah satunya adalah artikel ini.

Dimulai dari celoteh seorang bapak tua yang memprotes tentang jumlah uang yang masih dikutip sekolah anaknya. Alasan sekolah itu adalah sebagai dana perbaikan infrastruktur yang rusak. Tidak hanya disitu saja, ternyata keluhan bapak itu diamini oleh beberapa teman diskusinya. Maklum saja, bulan agustus ini masih terhitung sekolah baru mulai. Selain berita pungli masih segar juga diingatan kita mengenai pelaksanaan MOS yang masih cukup kontroversial dan memakan korban seperti yang saya ulas di artikel MOS Memakan Korban Lagi?

Yang juga ikut membuat saya miris adalah munculnya berita tentang pungli sekolah di DIY yang diulas oleh harian Tribun Jogja edisi hari ini, Jumat 7 Agustus 2015. Saya sempat membacanya setelah melihat beberapa kali koran ini beredar ditangan para pria dewasa tadi.

Berbagai Modus

Menurut liputan media massa tersebut ada berbagai macam jenis pungli yang ditengarai terjadi. Mulai dari pemungutan untuk baju sekolah yang mencapai ratusan ribu rupiah, LKS, perbaikan infrastruktur, infaq bahkan asuransi MOS. Jangan tanya kenapa MOS bisa menarik asuransi dan bentuk asuransi apa yang disebutkan?

Bisa geleng kepala membaca artikel tersebut dan mengetahui betapa banyaknya modus yang dibuat. Penemuan ini dibuat oleh Lembaga Ombudsman Yogyakarta. Adapun sekolah yang disurvey cukup banyak meliputi sekolah-sekolah baik SD, SMP maupun SMA/SMK di empat kabupaten, Sleman, Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul dan Yogya.

Total sekolah yang diduga melakukan pungutan liar sementara ini mencapai 50 sekolah.

Menurut wakil ketua Lembaga Ombudsman DIY, Hanum Ariani, survey ini masih akan dilanjutkan karena belum semua sekolah diperiksa. Bisa dibayangkan kalau jumlah ini masih bisa bertambah.

LO DIY juga berencana akan melanjutkan informasi mengenai pungli ini ke level yang lebih tinggi yaitu departemen terkait untuk ditindak lanjuti.

Menurut Ombudsman DIY, ada beberapa poin penting yang harus dilakukan oleh pihak sekolah seperti:

  • Seharusnya sekolah seharusnya menerapkan transparansi dan akuntabilitas baik dari dana BOS ataupun dana sumber orangtua terkait penarikan PPDB.
  • Perlunya sosialisasi tentang dana BOS, tidak hanya kepada sekolah namun juga kepada masyakarat sehingga semua pihak dapat mengetahui.
  • Adanya kontrol dari dinas pendidikan terhadap sekolah negeri dan political will dari kepada daerah untuk mencari solusi konkret dari masalah ini

Ekspektasi vs Realita

Cukup sulit memang menyalahkan pihak sekolah dalam hal ini. Tentu ada berbagai alasan yang dinyatakan penting demi munculnya pungutan liar tersebut. Kita bisa percaya atau tidak, tapi praktik pungli ini masih terus berjalan sampai sekarang. Bahkan setelah munculnya berbagai bantuan yang digulirkan pemerintah kepada sekolah-sekolah, tidak langsung berarti berhentinya modus pungli yang ditengarai sudah lama berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun