Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Pejuang-Pejuang Kecil

28 Juli 2015   19:05 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:05 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering juga saya mengumpat kalau ada hal yang tidak berjalan sebagaimana saya harapkan. Walaupun bukan komparasi yang ideal, saya kagum dan hormat dengan si nenek. Saya tebak, dengan kondisinya yang seperti itu pasti dia tidak tahu hiruk pikuk dunia ini. Mungkin hari-harinya dijalani dengan "sepi". Sepi dari hal-hal yang kita selalu jalani dengan kejengkelan dan unek-unek.

Teringat saya sewaktu muda, ketika banyak menggugat Yang Maha Kuasa. Mengapa begini, mengapa begitu, kenapa begini dan kenapa harus begitu? Mungkin foto ini adalah "teguran" dari-Nya untuk mengingatkan saya akan hal itu? Bisa jadi... karena saya jadi terdiam melihat lakonnya dalam menjalani hidup.

Prihatin Dengan Tindakan

Foto yang ketiga dan terakhir saya bahas adalah foto seorang pria tua yang lebih mengedepankan aksi "sendirian" dan memberi sikap keprihatinan dengan tindakan nyata yang unik. Sungguh berbeda dengan yang banyak dicontohkan disekitar kita saat ini bukan?

[caption caption="Sumber Foto: Postingan mas Begundal Wahyuu"]

[/caption]

Berita terakhir menurut postingan mas Begundal Wahyuu pada tanggal 27 Juli 2015: "Sugeng Rawuh ing tlatah Kabupaten Bekasi pakdhe.. Lokasi barat jembatan Tanjung pura,asli no copas..monggo tmen2 dr regional bekasi jakarta dibantu pengawalan."

Gila.. saya segera searching mengenai pak Yudi Karyono ini via google dan ternyata sudah pernah diliput Kompas. Anda bisa baca kisahnya di: http://regional.kompas.com/read/2015/06/10/22470081/Demi.Permainan.Tradisional.Yudi.Naik.Egrang.Yogya-Jakarta.untuk.Temui.Jokowi

Kurang kerjaan... itu menurut pikiran spontan saya. Seperti biasa, segera saya teliti ulang gaya pikiran monyet saya itu. Saya perbesar gambarnya dan melihatnya dalam waktu yang lebih lama. Sambil melihat detailnya, saya mencoba berempati.

Siapa lagi yang mau main enggrang jaman sekarang? Apalagi yang memberi contoh adalah pria dari udik seperti dia? Hmm.. susah juga mencari perspektif lain ya?

Tapi saya lihat ada bendera di salah satu kayu enggrang yang dibawa pak Yudi ini. Wahhh... saya jadi malu. Bulan agustus kan sebentar lagi? Ahh... dia mencoba mengkaitkan aksinya menjelang peringatan kemerdekaan negara kita. Dia dan sikapnya mewakili kepedulian warga negara dengan sesuatu yang ada disekitarnya. Walaupun dia menunjukkan satu sikap keprihatinan untuk hal yang menurut saya sepele. Tapi dia menunjukkannya dengan aksi nyata! Bukan dengan mulut ribut dan sikap menuntut.

Saya kira tujuannya tadi hanya untuk keprihatinan saja. Namun imajinasi saya berkembang luas. Saya bayangkan pak Yudi ini disatu waktu di masa depan berkata kepada cucunya, "Nak, eyang sudah pernah nyoba jumpa bapak presiden biar kamu tetap bisa dan suka main enggrang"

"Presiden? Eyang jadi ketemuan ndak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun