Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Status Facebookmu ya Harimaumu!

23 Juli 2015   12:09 Diperbarui: 23 Juli 2015   12:09 692751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang menarik perhatian saya ketika membuka laman facebook milik saya pagi ini. Disalah satu status teman saya, ada screenshot yang disertakan mengenai komen dari seorang facebooker yang menghina kepala negara yaitu Bapak Presiden Jokowi. Sekilas saya membaca status tersebut dan langsung merasa miris karena isinya sangat tidak sopan. Jangankan kepada kepala negara, kepada seorang manusia pun tidak akan ada orang yang menyukai nada sadis seperti itu.

Saya yakin anda tertarik melihat pemilik account tersebut, ini dia: https://www.facebook.com/dudi.hermawan.526 (sayangnya sudah ditutup hanya beberapa jam setelah artikel ini dibaca banyak orang). Tujuan saya bukan untuk mengekspos buat di bully, tapi lebih kepada memperlihatkan kepada anda untuk dipelajari latar belakang dari pengirim status tersebut.

Supaya artikel ini memiliki dasar bukti saya sertakan link facebook dimana anda juga bisa membaca beberapa netter yang berkomentar:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=621422361333791&set=a.103482499794449.4711.100003980979311&type=1&theater

Mengapa Terulang Terus?

Yang menjadi pembahasan saya disini adalah: mengapa hal seperti ini terulang kembali? Apakah masih kurang berita tentang penghinaan dan caci maki yang akhirnya berujung kepada masalah yang lebih besar? Masih ingatkah anda tentang penghinaan seorang mahasiswi S-2 di Yogya? Tidak hanya penghinaan yang dibuat individu saja, tapi beberapa media online pun sampai harus meminta maaf karena turut memberikan berita yang tidak valid sehingga menimbulkan banyak perdebatan yang sebenarnya tidak perlu dan hanya menghabiskan energi serta waktu yang sia-sia saja.

Saya bukanlah seorang ahli psikologi dan analis kejiwaan, jadi saya tidak merasa berhak menganalisa latar belakang lebih lanjut dari si pengirim status penghinaan tersebut.

Saya juga bukanlah seorang pendukung dari Presiden Jokowi yang fanatis. Ada beberapa kebijakan dari pemerintahan Jokowi yang kurang saya setujui, namun saya adalah seorang warga negara Indonesia yang berkewajiban dan juga berhak menghormati kepala negara saya sendiri. Beberapa ketidaksetujuan saya bahas dengan teman-teman dekat, bukan karena saya takut membeberkannya kepada publik, tapi lebih karena saya merasa tidak semua pendapat saya harus diekspos kepada publik.

Belakangan ini saya melihat trend yang semakin besar di kalangan netter untuk mencaci maki, menghujat siapapun atau apapun event yan tidak disukainya. Saya juga sering melihat kebanyakan didasarkan kepada kebencian yang sering tidak beralasan. Sering pula karena didasarkan berita yang tidak valid bahkan banyak yang sudah dimodifikasi.

Karena saya bukan analis intelijen, analis ekonomi, analis konspirasi, maka saya tidak akan banyak berkomentar mengenai hal itu. Lagian akan menjadi debat yang tidak berkesudahan jika saya memberikan beberapa opini yang "sensitif" bagi kebanyakan orang disini.

Yang saya bahas disini adalah trend yang terjadi dikalangan netter dan melihat pola baru yang muncul. Setidaknya sebagai pengamat bidang IT saya memiliki dasar analisa dan skill yang mendukung. Itu saja mungkin belum cukup dan masih bisa mengundang kritik dari para pembaca.

Tapi izinkan saya berkomentar sedikit mengenai hal ini. Saya melihat hal ini terulang kembali lebih mirip dengan gejala anjing yang suka mengejar ekornya sendiri. Sampai bisa menggigit ekornya, anjing tersebut tidak akan berhenti berusaha. Saya menganalogikan bahwa trend anak bangsa yang menyakiti anak bangsa yang lain ya seperti analogi itu. Lupa mereka bahwa yang mau digigit itu adalah bagian dari dirinya juga. Sampai akhirnya terluka maka barulah sadar kalau yang rugi juga adalah dirinya sendiri.

Gejala Bertindak & Melawan

Menariknya lagi, tidak semua netter yang tidak setuju dengan caci maki tadi malah membalas dengan makian. Sebagian memang emosi dan membalas tapi saya lebih tertarik kepada beberapa tindakan yang mulai digalang oleh netter yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun