Mohon tunggu...
Samuel Clasico
Samuel Clasico Mohon Tunggu... -

El Clasico Signor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

ISIS Ingin Kau Tumpas Habis, tapi Separatis?

16 Agustus 2014   14:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:24 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan judul ini mucul ketika melihat aksi unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pada 15 Agustus 2014 di Yogyakarta yang dikawal sekitar 6 truk personel kepolisian dari berbagai unit satuan seperti Brimob, Dalmas, dan pasukan polisi bermotor dengan berseragam dan atribut lengkap, ditambah unit Lalu Lintas yang mengamankan setiap persimpangan yang ada di jalan Kusumanegara menuju ke titik nol Kilometer, Malioboro.  Warga Jogja saat itu cukup bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi karena begitu banyaknya personel polisi yang terlihat disekitar jalan Kusumanegara, namun begitu mengetahui adanya demonstari oleh mahasiswa Papua asal asrama Kamasan, masyarakat sekitar maupun yang lewat seolah menjadi pendatang ditanahnya sendiri karena hanya bisa melihat dari kejauhan, dan jalannya akan dialihkan untuk menghindari kemacetan.

Kekecewaan besar juga dirasakan oleh organisasi Paksi Katon (Keamanan Kraton) Yogyakarta, organisasi yang telah beberapakali menghadang aksi Separtis AMP Yogyakarta yang selalu meminta Referendum dalam setiap aksinya. Kali ini Paksi Katon tidak menghadang AMP karena Ketuanya Paksi Katon, Muchamad Suhud SH mengatakan bahwa Polisi melarang Paksi Katon untuk menghadang AMP. Jika Paksi Katon dilarang menegakkan martabat pemerintah Indonesia yang dilecehkan oleh organisasi Separatis, ini berarti hak konstitusional untuk Belanegara masyarakat Yogyakarta yang tergabung dalam organisasi Paksi Katon telah dilanggar, padahal belanegara adalah hak seluruh elemen bangsa yang tercantum dalam Amandemen UUD 1945 pasal 30 dan pasal 27 ayat 3, serta UU No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Keprihatinan tidak hanya sampai disitu, baik Polisi, TNI, Satpol PP atau apapun namanya  aparat Negara yang ada di lokasi lebih memilih membiarkan kelopok pendukung separatis berteriak-teriak di Titik Nol Kilometer mencaci maki dan mempermalukan Pemerintah Indonesia termasuk pemerintah Provinsi Yogyakarta yang dipimpin Sultan Hamengkubuwono X. Karena pada saat AMP meminta Kemerdekaan di titik Nol Kilometer, di Gedung Agung yang jaraknya hanya beberapa meter dari lokasi aksi sedang dilakukan latihan gladi upacara 17 Agustus yang tidak lain adalah hari yang sakral bagi bangsa Indonesia ini. Terhadap gerakan ISIS semua aparat pemerintah angkat bicara dan seolah ingin menumpas habis, namun kepada gerakan Separatis aparat Negara seperti lemah tak berdaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun