Mohon tunggu...
Samuel Aritonang
Samuel Aritonang Mohon Tunggu... Atlet - STT HKBP PEMATANGSIANTAR

NEW MARVELOUS TEAM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hubungan Agama dengan Budaya Batak

1 Desember 2019   23:56 Diperbarui: 2 Desember 2019   00:00 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

PENDAHULUAN

Pada awalnya, kepercayaan Batak Toba berpusat pada Mulajadi Nabolon. Kepercayaan ini sudah memiliki ciri monoteis. Tetapi kepercayaan ini dipengaruhi oleh hadirnya orang-orang India ke tanah Batak terutama melalui Barat (Barus) dan Utara (Tanah Karo). Menurut para ahli, pengaruh yang cukup kental dari India ke kepercayaan Batak Toba yaitu menyangkut keyakinan akan adanya dewa. Leluhur ini sudah ada bersama dengan Mulajadi namun masih ikut serta membimbing dan mengarahkan keturunannya di bumi. Ada budaya yang ditolak mentah-mentah dan ada juga diterima dengan sangat hati-hati. Kita sebut saja Debata yang dipakai untuk menerjemahkan Allah. Dalam situasi yang penuh dengan keraguan,I.L. Nomensen (1874) sebagai pewarta yang gemilang di Tanah Batak memasukkan nama Debata ke dalam Kitab Suci. Pemakaian nama Debata ini pada awalnya hanya untuk sementara waktu menunggu pertumbuhan rohani orang Batak dan suatu ketika akan disempurnakan untuk waktu depan. Alasan utama pemakaian istilah Debata karena pada waktu itu, nama Debata  cukup sering muncul dalam percakapan sehari-hari. Sebetulnya juga Nomensen sudah mendengar bahwa dalam doa ibadat-kultus, nama Mulajadi Nabolon selalu disebut lebih dahulu baru menyusul ketiga dewata, atau dengan menambahkan kata Debata sehingga menjadi Debata Mula Jadi Nabolon, pencipta alam semesta.

LANDASAN TEORI

            Teologi misi Konsili Vatikan II mengatakan bahwa sebelum Yesus Kristus menjelma menjadi manusia, Allah telah menaburkan benih-benih Sabda dalam hati manusia, budaya, adat kebiasaan atau agama segala bangsa yang merupakan suatu bentuk persiapan untuk menerima Injil. Pernyataan ini mengundang umat beriman untuk mengkaji, meneliti dan menganalisis unsur-unsur baik secara meyakinkan "benih-benih Sabda" itu sehingga dengan arif, "dengan penghargaan dan cintakasih, menggabungkan diri, sebagai anggota masyarakat, dan ikut serta dalam lingkungan dan kehidupan budaya dan sosial, melalui aneka cara pergaulan hidup manusiawi serta pelbagai kegiatan, sehingga mereka akrab dengan tradisi-tradisi kebangsaan dan keagamaan mereka". Seluruh tindakan misi di atas, membutuhkan upaya secara sadar transformasi atas unsur-unsur positif yang terkandung dalam budaya dan keagamaan mula. Lewat tulisan ini saya hendak mengetengahkan keunikan pengalaman akan Allah secara spesifik Kristus dari sudut pandang orang Batak. Bagaimana awal Yesus dikenali oleh orang-orang Batak dan bagaimana mereka memaknai keberadaan-Nya sebagai sang Juru Selamat.

METODE PENELITIAN

          Metode penelitian yang saya gunakan dalam membuat suber ini, saya mencari dari berbagai sumber-sumber buku, beberapa artikel, dan bertanya kepada natua-tua(pentuah) orang Batak beserta dari beberapa Pendeta. Menurut saya penelitian ini cukup efektif, karna mendapatkan informasi yang cukup akurat.

 

 

 

 

PEMBAHASAN

Mulajadi Nabolon Siapakah Dia?

        Orang Batak Toba mengakui bahwa Mulajadi Nabolon sebagai puncak pengalaman kepercayaannya. Secara bebas Mulajadi Nabolon berarti Awal Mula Yang Agung. Interpretasi etimologis membuka pintu lebar pemahaman akan siapakah Mulajadi Nabolon. Dua suku kata Mulajadi diurai menjadi mula yang berarti "awal" dan jadi merupakan kata sifat dari manjadi yang berarti menjadi. Kedua kata disatupadukan mula manjadi berarti awal dari kemenjadian, awal genesis. Nabolon yang artinya yang besar, mulia atau agung. Mulajadi Nabolon berarti awal mula yang agung, awal mula yang mulia dan besar. Dia yang mempunyai permulaan dalam diri-Nya. Penalaran yang lebih jauh, kita menemukan bahwa diri Mulajadi berpribadi atau berpersonalitas. Sebagai pribadi Mulajadi disapa dengan Ompung yang melahirkan "Rasa Akrab". Kata "Ompung" merupakan ungkapan antromorpis yang menunjukkan adanya kedekatan yang sekalipun demikian tetap ditemukan 'jarak'. Keadaan hubungan sosial orang Batak dengan Yang Ilahi sebagai yang berpribadi terlukis secara eksplisit(jelas dan tidak berele-tele) dalam adagium: "Eme si tamba tua parlinggoman ni siborok; Debata ma namartua luhutma hita diparorot: Padi si tamba tua tempat berteduh berudu; Allahlah sumber berkat kita semua diasuh". Eme sitamba tua disifatkan atau dimetaforkan sebagai Mulajadi Nabolon sedangkan Berudu dipandang sebagai simbol diri manusia yang menyimbolkan rasa taat dan tunduk di hadapan Mulajadi. Masuk akal secara kultural bahwa Mulajadi dilambangkan dengan padi karena padi mengandung unsur jiwa atau roh. Yang menjadi Roh Mutlak adalah Mulajadi Nabolon. Secara metafisik metafor yang semacam ini diterima. 

        Dalam terang pemikiran Rudolf Otto, Mulajadi adalah Allah pribadi yang ada dan wibawanya terdapat dalam dirinya, yang kriteria mysterium tremendum et fascinosum, Hahomion Jorbut-Masormo dirasakan sekaligus.  Padi "sitambah tuah" "menjadi benda suci" yang dikonkretkan pada sipirni tondi, berarti pembuat jiwa teguh-selamat. Pemakaian kata ini dalam konteks sekarang telah dikenakan bagi setiap tindakan religius dengan 'menaruh beras di kepala': waktu pernikahan, pemberkatan atau mengakhiri kecemasan (tarsonggot). Buah real dari sipir ni tondi tentu parsaulian. Dalam bahasa primal parsaulian dapat diterjemahkan sebagai bonum et pulchrum (kebaikan dan keindahan) sebagai sifat dan kekhasan Sang Kudus. Sipir ni tondi mempunyai sifat daya 'penyambung kehidupan', yang dalam penghayatan hanya Mulajadi yang mampu menyambung kehidupan, karena manusia tergantung kepada yang menjadikan kehidupan. Sipir ni tondi berdaya-guna menjadi bekal bagi pertemuan dan ikatan pergaulan orang Batak Toba. Kecerahan, semangat hidup dan elan vital, hilang segala lelah, tubuh menjadi dan hati penuh semangat, adalah juga sifat dan pengembangan pemahaman dalam penerimaan si pir ni tondi. Bila orang menerima sipir ni tondi orang menerima kekebalan dari bahaya serta tawar penangkal bala, yang pada akhirnya merupakan sifat dari Mulajadi Nabolon. Kepedulian Yang Ilahi secara intim dilukiskan dengan memakai kata "marorot" yang lajim dipakai untuk menunjukkan pengasuhan seorang ibu menggendong dan membuai bayi dalam pelukan. Kata "marorot" secara harafiah berarti melindungi, menjaga, mengawasi, mengawasi anak-anak, mengayomi, membina, merawat. Tanggungjawab konkret Allah sangat dialami dan dirasakan orang Batak sehingga dalam percakapan resmi sering terungkap: "marilah lebih dahulu mengucapkan syukur kepada Tuhan". Gelar-gelar yang diberikan kepada Mulajadi mengungkapkan tugas dan peran-Nya dalam konsepsi Batak Toba.

           Dalam refleksinya, Edwin Loeb menyebutkan bahwa atribut fundamen dari Mulajadi ialah the great beginner of being. Secara sederhana pemikiran Edwin Loeb menyingkapkan realitas ketergantungan orang Batak kepada pencipta-Nya tidak hanya pada tingkat manusia saja tetapi termasuk juga seluruh ciptaan (na sa na adong di tano on) bergantung pada-Nya. Mulajadi menjadi realitas yang sungguh-sungguh sedangkan realitas yang lain menjadi kenyataan karena "Realitas Dei". Sebagai "Realitas Dei"Dewa tertinggi dari Batak Toba dikaitkan dengan Keabadian dan Kemhkuasaan dan Dia adala Pencipta sebenarnya dari segala sesuatu termasuk para dewa sendiri".Sebutan Mulajadi sebagai "makhluk pertama dan pencipta adalah atributa relativa karena atribut tersebut bertolak dari adanya ciptaan-Nya. Jadi jikalau tak ada apapun di luar Mulajadi, atribut-atribut tersebut tidak berarti apapun. Pelbagai atribut yang dikenakan kepada Mulajadi juga terungkap secara eksplisit dalam Katekismus Agama Primal Batak Toba: Awal kata: Debata Mulajadi yang ada pada awal mula. Ia tidak berawal mula, sudah ada dan tidak mempunyai ujung, dan abadi (hidup). Rupanya penuh dengan kebaikan dan keindahan,satupun tidak ada bandingannya. Ia tidak mempunyai ayah dan ibu, tidak berputri dan berputra, bukan putra dan bukan putri. Padanya tidak ada yang kurang, sempurna, punya kuasa yang tak terbandingkan. Dari yang tiada menjadi ada, semuanya karena kehendaknya. Demikianlah ada-nya Debata Mulajadi Nabolon pada awal mula. Aslinya Pustaha Nametmet PAMBI, Mulahata: Debat Mulajadi Nabolon do hansa na adong ianggo di mulana ni mulana. Dungkon ni Debat Mulajadi Nabolon, tung na so marmula do i, naung adong hian do ibana, jala na so marujung, mangolu ro di saleleng ni lelengna. Ianggo rupa di Debat Mulajadi tung sungkot ni na uli do, sungkot ni na denggan, tung na so adong tudosanna, tung nanggo sada pe. Debat Mulajadi ndang mar-ama, ndang mar ina, ndang mar anak, ndang marboru, ndang baoa jala ndang boru-boru. Debat Mulajadi tung na so adong na hurang di Ibana, sungkup do sude, tung na so adong marhahurangan, jala guru di lomona do aha sambing giot Na. Na adong gabe soada, na soada gabe adong, boi do i sude marguru tu lomo ni roha Na, songon i ma hinaadong ni Debat Mulajadi Nabolon di mulana hian. Atribut fundamen di atas menunjukkan ketuhanan yang transenden dan secara hakiki bersifat personal. Resiko dari paham ini bahwa Tuhan yang transenden berpengetahuan dan berkemauan, yang mempunyai pathos terhadap realitas manusia sehingga manusia Batak Toba, bahkan setiap orang secara pribadi. Secara pribadi Ia disapa dengan Ompung yang sama sekali lain. Pengalaman manusia tentang Mulajadi secara immanen terjadi lewat berbagai pengalaman numina dalam suatu hidup yang dinamik dan kosmos yang kudus. Refleksi akan tondi (jiwa) merupakan petunjuk konkret imanensi Mulajadi. Termasuk dalam hal ini adat sebagai ungkapan immanensi-Nya. Pada awalnya hidup manusia dengan penghuni dunia kayangan berada dalam status tak bernoda. Mereka hidup sekeluarga dengan Allah Pencipta Mulajadi Nabolon dan orangtua mereka, dewa Trimurty bahkan seluruh penghuni kayangan. Kalau mereka rindu berkungjung kepada kerabatnya di dunia atas (Banua Ginjang) melalui tali benang Si Boru Deak Parujar, manusia setengah dewa yang pertama sekali turun dari langit sekaligus yang melahirkan manusia pertama di bumi (Banua Tonga).Namun "kesombongan manusia meruntuhkan jalan menuju Banua Ginjang" (Loeb 1985:75). Manusia mengabaikan dan tidak peduli lagi kepada Allah. Manusia lebih takut akan roh-roh dan arwah nenekmoyang serta hantu-hantu. Tuhan merasa mendongkol dan dunia hanyalah bau yang memuakkan sehingga Ia memutuskan benang penghubung kedua dunia (Hoetagalung 1926:25). Tindakan Allah ini juga disebabkan oleh karena pelanggaran Adat. Dewata dan Pencipta Mulajadi Nabolon tersingkir dari hati manusia akibat perhatian pada kekuatan Si Jahat, Naga Padoha yang merajalela dan menancapkan tajinya. Hidup menjadi terancam oleh ketiadaan, yakni kecemasan, penyakit dan maut.      

Kristus: Siapakah Dia bagi Orang Batak Toba?

       Kehadiran Gereja di Tanah Batak menuntut sebuah refleksi yang mendalam sehubungan dengan Injil di Tanah Batak sendiri. Sebagai simpul utama, Kristus yang telah memasuki Tanah Batak perlu dijelaskan dalam konteks budaya Batak. Usaha I.L. Nomensen perlu diacungi jempol sebagai permulaan Kabar Gembira memasuki dunia Batak. Tetapi dalam budaya Batak Toba siapakah Kristus itu? Pertanyaan ini hendak dijawab sekalipun tidak akan terjawab secara memuaskan. Pdt. H.Marbun memulai uraian Kristologisnya dengan misteri inkarnasi Yesus Kristus pada dunia Yahudi. Sebagai akibat dari misteri inkarnasi ialah Kristus menyatu dengan aturan dan budaya Yahudi. Hal ini bisa terjadi karena Kristus telah mengosongkan diri secara total menjadi manusia Yahudi. Sekalipun mengosongkan diri tetapi Kristus tetap Allah. Namun dalam inkarnasi telah terjadi perjumpaan yang sungguh, yang tidak ada bandingnya antara Allah dan Manusia dalam budaya Yahudi

Perbedaan dan Persamaan Si Raja Indainda dengan Yesus.

      Kedewataan-Keilahian Keajaiban hidup manusia Yesus Kristus, Sang Gembala, dapat diamati dalam empat tahapan, yakni: tahapan pengandungan; tahapan kehidupan umum; tahapan penderitaan dan wafat; dan tahapan kebangkitan.Pertama tentang kelahiran-Nya sendiri Kitab Suci mengatakan: Ia "dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria". Kehadiran Malaikat Gabriel kepada Maria menjadi indikator keilahian yang ajaib termasuk juga sembahan para gembala serta ketiga orang majus menjadi pendukung keajaiban asal dan kelahiran Yesus.Dalam konteks Si Raja Indainda, tidak dikisahkan peristiwa kelahirannya, hadir sebagai perjaka dewasa dengan ciri-ciri yang cukup "aneh": bersosok kadal, mirip bunglon (berkaki empat), matanya seperti bendulan gong. Dalam interpretasi uskup A.B. Sinaga, dalam konteks mitologis predikat-predikat yang dimiliki oleh Si Raja Indainda menunjukkan sisi kedewataan dan keilahian. Ini adalah salah satu cara mitologi menggambarkan keajaiban dan kedalaman makna hidup serta misteri yang mendukungnya, yang disebut dewata.Kedua, keajaiban perbuatan. Keajaiban yang ditampakkan Yesus selama hidup-Nya ialah semacam perbuatan ajaib. Keajaiban pertama yang berlangsung di Kana menyusul dengan keajaiban-keajaiban berikutnya seperti: bersama Petrus menangkap ikan luar biasa banyaknya, berjalan di atas air, memberi makan 5.000 orang, menyembuhkan orang sakit bahkan membangkitkan Lazarus. Perbuatan ajaib ini menjadi petunjuk bahwa Yesus bukan berasal dari dunia ini. Ia sungguh anak Allah, dan karena itu sanggup melaksanakan perbuatan keajaiban Allah. Tindakan Yesus ini sudah dinubuatkan dalam dunia Perjanjian Lama: "Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan (Mat 11:5).Dalam konteks mitos, Si Raja Indainda kurang jelas diceritakan tentang "perbuatan-perbuatan ajaib" yang dilakukannya tetapi sifat keallahannya sangat diakui oleh orang Batak Toba.Ketiga, pelaksana kehendak Ilahi. Mengikuti isi Injil Yohanes 10 ayat 11 yang mengatakan: "Gembala yang baik menyerah nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya" makin jelas bahwa Yesus adalah Juruselamat manusia. Penyerawah nyawa-Nya itu berlangsung "sampai wafat dan wafat di salib (Fil 2:7). Ketegaran dan tidak takut mundur menjadi suatu pertanda bahwa kehadiran-Nya semata-mata hanya untuk melakukan Kehendak Bapa-Nya.Berbicara tentang pelaksanaan kehendak Ilahi, cerita tentang apa yang dilakukan oleh Si Raja Indainda dilihat dari peristiwa usaha seorang putri dewa yang hendak meminangnya. Dalam cerita itu dikisahkan bagaimana Si Raja Indainda memberikan persyaratan sebagai tanda kehendak Allah yaitu dengan mencabut rambut dari ubun-ubun dan meniupkannya ke arah tangga rumah Si Raja Indainda. Kalau putus janganlah masuk ke rumah sebab itu merupakan kehendak ilahi. Cukup banyak putri dewa yang mencoba melamarnya tetapi Si Raja Indainda tetap membuat ritual yang untuk melihat kehendak ilahi. Di sinilah tampak pemasrahan dan perkanjangannya kepada Sang Kudus. Sekalipun ada perbedaan yang cukup terang dan bisa terbaca, tetapi tetap bisa dilihat suatu persamaan yang terletak pada unsur kehendak bebas yang tahu dan mahu. Imam Kurban Perjanjian Lama menggambarkan fungsi imam sebagai mediator antara umat dan Allah. Sebagai mediator, si imam masuk ke tempat yang kudus sambil membawa darah kurban untuk memperdamaikan umat Israel dengan Allah. Kehadiran Kristus memperbaharui fungsi imam Perjanjian Lama. Ia menjadi Imam Agung yang membawa darah-Nya sendiri. Kurban inilah "yang dirindukan oleh berbagai macam kurban menurut hukum alam, karena kurban ini mencakup kepenuhan dan penyelesaian semua saja yang baik yang ditandakan melalui kurban-kurban itu" Secara mengagumkan penulis kitab Ibrani (Ibr 9:5-7) mengatakan: "Korban dan persembahan,serta korban penghabus dosa Engkau tidak berkenan.sungguh Aku datang.untuk melakukan kehendak-Mu" untuk menunjukkan persembahan diri demi keselamatan umat manusia.Hidup tidak menikah, berhasil mengolah godaan, "lamaran nikah" dari Si Boru Sorbajati dan Siboru Deak Parujar sebagai putri dari dewa kayangan menjadi yang selalu dikagumi oleh orang Batak Toba dalam cerita Si Raja Indainda. Orangtua Batak Toba yang berusia 50 tahun ke atas juga masih mengingat, 'demi penyelamatan manusia Batak Toba', bahwa seluruh anggota tubuh Si Raja Indainda menjadi tanaman dan obat penangkal bala dan maut bagi manusia. Artinya, bahwa anggota tubuhnya menjadi sarana 'penyelamatan dunia'. Walaupun secara praktis-konkret tidak menyerahkan diri pada kematian seperti yang dilakukan Yesus Kristus yang mati di salib, namun dari sikap dasarnya Si Raja Indainda menyerahan diri seturut kehendak Mulajadi Nabolon. Penyerahan diri konkretnya lewat seluruh anggota tubuh yang dijadikan sebagai sarana kesejahteraan manusia.Mitogoni Si Raja Indainda dieksplisitkan secara konkret dengan kehadiran korban manusia Mahu. Ketika berada dalam situasi batas,manusia bermenung bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam berelasi dengan Mulajadi Nabolon sehingga terjadi peristiwa peristiwa yang tidak membahagiakan manusia. Untuk 'menebus' manusia dalam situasi batas tersebut, seorang 'imam' kampung memberikan diri sebagai pemulih relasi. Kehadiran korban manusia-imam kampung yang berstatus Mahu dilihat dari situasi manusia dalam situasi batas yang tidak ada solusi logis-rasional. Spirit dari imam-Mahu tidak lepas dari Si Raja Indainda, Para ahli Batak masih memperdebatkan makna kurban diri imam-mahu dalam berbagai sudut ilmu. Apa pun katanya, penumpahan darah Kristus tetap menduduki tingkat puncak, definitip dan sempurna dari seluruh kurban yang ada di bumi. Mutu persamaan oleh Si Raja Indainda yang secara eksplisit pada 'imam'-Mahu kampung tidak dapat dikatakan sebagai identik dengan kurban Kristus. Sang Imam Agung Yesus Kristus, sebagai manusia, tetapi tetap Allah dan Putra, telah mengurbankan diri-Nya dengan menumpahkand arah sampai mati di salib. Keunggulan kurban Kristus bahwa Allah sendiri, Yesus Kristus, turun ke bumi, dan mengurbankan diri-Nya di bumi sebagai manusia.

 

 

PENUTUP

      Ada banyak gambaran mengenai Allah, yang semuanya berasal dari manusia sendiri. Gambaran-gambaran itu biasanya sesuai dengan alam pikiran orang, dan dipengaruhi oleh keadaan sosio-psikisnya atau budaya dan tradisi. maka perlu waspada terhadap gambaran-gambaran mengenai Allah. Kita harus tetap membedakan antara gambaran yang dibuat manusia dan kenyataan Allah sendiri (Realitas Dei), karena Allah sendiri sesungguhnya tidak bisa digambarkan secara penuh. Keagungan dan kedahsyatan Allah sering digambarkan secara menakutkan sekaligus menenteramkan. Dalam konteks inilah kehadiran Mulajadi Nabolon sangat kuat dalam Budaya Batak.Sebagai praeparatio evangelica, Si Raja Indainda, imam agung orang Batak Toba dapat dipakai untuk menghantar paham "Sang Imam Agung", yakni Yesus Kristus. "Ia (Yesus Kristus) dipanggil menjadi Imam Agung oleh Allah menurut tata Melkisedek" (Ibr 5:10). Dalam pemahaman akan misteri Kristus, proses inkarnasi harus dilihat dalam kacamata kritis, kreatif dan positif terhadap budaya Batak Toba. Kecemasan akan terjadinya sinkretisme pada orang tertentu tetap harus dihargai bahkan dapat menjadi alat untuk menemukan suatu kebenaran iman secara tepat. Namun di atas segala usaha dan upaya, ungkapan iman guru spiritual abad pertengahan Fransiskus dari Asisi: "Segala hormat, pujian dan sembah hanya kepada Tuhan Allah saja" menjadi kata kunci yang perlu dipegang kuat.Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun