Satu minggu terakhir mata masyarakat dan media massa di Indonesia tertuju pada peristiwa penyerangan terhadap para tenaga Kesehatan oleh kelompok kriminal bersenjata atau KKB di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, pada Senin (13/9/2021).
Penyerangan tersebut menewaskan Gabriella Meilani (22), salah seorang perawat yang bertugas di Puskesmas Kiwirok dan melukai 8 orang tenaga Kesehatan lainnya.
Selain korban petugas kemanusiaan, dari hasil pendataan sebanyak lima rumah warga dan 11 fasilitas umum dibakar para penyerang. Juga tercatat sedikitnya 83 warga setempat mengungsi ke hutan dan Oksibil, ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang.
Distrik Kiwirok berlokasi cukup jauh dari Oksibil, jika menggunakan pesawat sekitar 15-30 menit, tapi jika jalan kaki memakan waktu 1 hari, sebab belum ada jalur jalan yang bisa ditembus.
Salah satu hasil alam yang terkenal dari distrik ini adalah, kopi arabika. Pada umumnya kopi arabika di Indonesia ditanam pada ketinggian 1.500 mdpl. Tapi, petani kopi Distrik Kiwirok, dan Pegunungan Bintang pada umumnya, menanam kopi arabika pada ketinggian 1.800 hingga 2.000 mdpl. Pada ketinggian ini, udara sangat dingin dengan suhu 18 - 23 celcius.
Suhu udara yang dingin, berkabut dan intensitas cahaya matahari yang kurang membuat buah kopi matang lebih lama di pohon. Inilah yang menjadikan kopi arabika Pegunungan Bintang berbeda dan berkualitas sempurna. Proses pematangan buah yang lama menjadikan zat gizi akan menumpuk dan rasa kopi cenderung lebih asam.
Para petani di kabupaten tertinggi di Indonesia itu, mengenal tanaman kopi sejak 1970-an. Benih kopi arabika typica didatangkan langsung dari Kabupaten Dogiyai menggunakan pesawat jenis twin otter oleh misionaris dari Eropa, Belanda.
Selain ditanam secara organik, biji kopi dipanen secara manual, hasil panen juga diproses secara manual dengan tangan manusia bukan mesin. Panasnya mesin pengolah kopi diduga dapat menurunkan kualitas kopi.
Pada umumnya kopi Pegunungan Bintang menawarkan parade rasa citrus, berry, jeruk, fruity, sweet chocolate, sugar cane dan peach.
Para ekspatriat yang bekerja di Sentani, kerap mengirimkan kopi ini pada keluarga di negara asalnya. Selain itu kopi ini sering dijadikan oleh-oleh bule yang pulang kampung ke negaranya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H