Mohon tunggu...
Sam Junus
Sam Junus Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Konten kreator, Penulis, audiostory, genre : romans, drama rumah tangga dan horor.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Staycation atau...?

7 Februari 2024   15:15 Diperbarui: 7 Februari 2024   16:14 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikisahkan oleh :

Tuti Wulandari

     Namaku Tuti, kini aku tinggal di Denpasar, Bali.
Aku julurkan kepalaku, sehingga wajahku mendekati cermin. Lalu bibirku aku beri lipstik, tiba tiba, tangan Tanti melayang dan tepat mengenai lipstikku. Lipstikku jatuh dan patah ujungnya. Aku menoleh ke arah Tanti, dengan senyum kemenangan dia berjalan kearah pintu keluar. Aku marah, aku tidak terima dengan perlakuannya. Aku kejar Tanti dan rambut panjangnya aku tarik dari belakang. Kemudian saling tarik rambut pun terjadi. Teman teman yang lain pada melerai, ada yang menarik tanganku, ada pula yang menahan Tanti. Rambut kami jadi acak acakan. Tanti menangis, kata Tiwi teman dekatku, kukuku menggores pipi Tanti hingga berdarah. aku tak peduli, aku ke toilet merapikan dandanan ku.

     Aku dan Tanti memang tidak akur, awalnya semua baik baik saja. Saat aku masuk sebagai sales and  beauty advisor baru. Tanti termasuk seniorku. Mas Odi adalah supervisor kami. Mas Odi merupakan adik bungsu pemilik kosmetik yang kami jual.
Mas odi tampan, berkelas, suka humor, sayangnya tidak terlalu tinggi. Tim kami sering memenangkan kontes penjualan. Tanti salah satu promotor yang suka memberi semangat pada kami. Usia Tanti lebih tua dariku tiga tahun. Tanti suka pada mas Odi. Namun mas Odi terasa biasa saja terhadap Tanti.
Karena aku baru, mas Odi banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan padaku. Tanti merasa panas, dan mulai memusuhi aku. Sedangkan aku dengan mas Odi biasa saja.
Maka puncaknya terjadilah keributan, aku dan Tanti.

     Akhirnya, aku tulis sebuah surat pada Tanti. Aku uraikan semuanya, intinya mengapa ini semua harus terjadi? Aku jujur pada Tanti bahwa aku tidak menaruh rasa pada mas Odi. Silahkan jika Tanti mau jalan dengan beliau. Aku tetap menganggap Tanti sebagai seniorku.
Kemudian siangnya, Tanti datang menemui aku, Tanti peluk aku. Dia menangis terharu. Aku katakan padanya, semua akan baik baik saja.
Lalu Tanti, meminta waktuku dan kami ngobrol berdua di kedai pak Manto sambil minum kopi.
Tanti menceritakan dengan berkaca kaca, bahwa dirinya telah direnggut madunya oleh mas Odi. Terkejut lah aku, sampai tidak dapat berkata kata. Tanti menangis, aku tenangkan dia. Lalu Tanti bercerita, saat awal mas Odi sangat perhatian pada Tanti. Lalu mereka jalan namun kata mas Odi, agar jangan tim penjualan tahu. Tanti pun mengikuti permintaan mas Odi.
Kata Tanti melanjutkan. Bahwa seminggu sekali kami selalu melakukan keintiman. Tapi terhenti sejak masuknya aku. Oh ..aku jadi merasa kurang enak. Mas Odi semakin tidak peduli pada Tanti. Sehingga Tanti cemburu padaku.
Aku tertawa dalam hati. Inilah ceritanya, maka aku baru tahu jawabnya siang ini. Mengapa Tanti jadi membenci aku.
Aku peluk Tanti, aku katakan pada dia, bahwa semua itu tidak benar. Aku tidak menaruh rasa pada mas Odi. Tanti merasa lega. Dia minta kami tetap sebagai sahabat. Akupun mengangguk tanda setuju.

     Berjalannya waktu, tim kami kompak kembali, ada delapan termasuk aku dan Tanti. Bulan ini kami memenangkan kontes kembali, karena Tanti lah penyemangat kami. Dan penjualan tertinggi ada padaku.
Tanti semakin dekat denganku.
Kami menghadiri penghargaan yang diberikan oleh pemilik pada acara makan malam.
Aku diminta mas Odi menghadap dia setelah acara selesai.
Aku sempat memberi tahukan ke Tanti akan hal itu. Tanti menjadi gelisah. Mungkin api cemburu berkobar lagi, entahlah.
Acara selesai pukul dua puluh tiga. Aku sendirian menunggu mas Odi yang saat itu masih berbincang dengan kakaknya sebagai pemilik merek kosmetik yang kami jual.
Setelah selesai, kakak mas Odi menyalami aku, karena penjualanku meroket, lalu berpamitan. Mas Odi menghantar kakaknya, kemudian menemui aku kembali.
Mas Odi menggandeng tanganku. Aku jadi heran, dan pikiranku sudah menebak nebak arah mas Odi.
Setelah kami duduk di ruangan mas Odi. Pintu pun ditutupnya. Jantungku bergejolak, aku ada rasa takut, kuatir dan lainnya.
Keringatku mulai turun, walau pendingin ruangan cukup dingin, namun tidak dapat mencegah ketakutanku.
Mas Odi awalnya menyambut keberhasilanku yang luar biasa, apalagi sebagai pendatang baru. Dan banyak yang dikatakan mas Odi. Aku kurang berkonsentrasi. Pukul dua tiga lewat tiga puluh menit. Semakin larut malam.
Mas Odi baru mengutarakan, bahwa semua yang ada di bawah tim dia, bila menang maka pemenangnya akan menemani staycation bersama mas Odi. Akupun terkejut. Aku belum pernah mendengar hal itu dari teman teman tim aku. Bahkan dari tanti pun aku tidak mendengar. Aku katakan pada mas Odi. Apakah itu suatu keharusan? Bisakah diganti dengan hal lain? Mas Odi menggelengkan kepalanya. Lalu aku konfirmasi kembali, bila aku tidak bersedia?. Mas Odi katakan, bahwa bila hal itu tidak bersedia, maka bulan depan harus mencapai penjualan yang sama atau lebih tinggi lagi. Bila hal itu tidak terjadi maka harus mengundurkan diri. Aku merasa ini permainan yang tidak adil, tendensius dan sudah kearah pelecehan.
Lalu mas Odi berdiri, dengan gaya yang menurut aku sudah tidak simpatik lagi. Sambil senyum dia berjalan kearah ku, dia menanyakan, apa yang menjadi pikiranku? Sehingga aku menolak?
Aku mulai sedikit was was dan tidak dapat berkonsentrasi, aku jawab, bahwa aku takut. Aku belum pernah menginjak hotel sama sekali, lalu apakah kamarnya akan terpisah? Aku mencoba menanyakannya...walaupun aku tahu jawabnya pasti tidak terpisah. Mas Odi tersenyum dan melangkah mendekati aku. Kepalanya didekatkan pada telingaku. Dia sedikit berbisik namun membuat bulu kudukku berdiri. Dia katakan, secantik apakah aku? Sehingga menolak bersenang senang dengan dia?
Aku menggelengkan kepala, aku katakan bukannya aku sombong, bukan masalah kecantikan mas, namun aku takut. Aku masih seorang gadis mas, aku juga memiliki masa depan mas. Aku beranikan diri mengatakan yang ada di hatiku.
Tiba tiba kedua tangan mas Odi memegang pundakku dengan pelan. Aku jadi merinding, jantungku jadi berdetak keras.
Mas Odi tertawa dan mengatakan, bahwa lebih baik aku mengiyakan dan mengalami sendiri, nanti akan tahu bahwa semua baik baik saja. Ketakutanku akan lenyap digantikan dengan kebahagiaan. Kata kata mas Odi itu sulit aku tolak, aku kehabisan alasan.
Namun saat bersamaan, mas Odi melangkah membukakan pintu, katanya padaku tendensius. Silahkan keluar bila tetap pada pendirianku. Atau menyetujui dan mas Odi bersedia mengantar hingga ke kost ku. Malam telah larut, kini telah hampir pukul 0.1 dini hari. Aku jadi berfikir keras. Ini pemaksaan secara halus. Bila aku tetap menolak, maka aku akan kesulitan pulang ke kost ku. Bila aku menyetujuinya, pasti ada sesuatu yang tersembunyi. Namun semua menjadi gelap bagiku. Lalu aku berpikir cepat dan aku jawab, aku setuju.

     Maka, pagi dini hari itu aku akan diantar mas Odi ke kost ku.
Aku melangkah mengikuti mas Odi saat menuju parkiran. Terkejut lah aku, karena tangan mas Odi melingkar dipundak ku.
Aku kembali bergetar, jantungku berdetak lagi. Waktu kami jalan ke arah satu satu nya mobil di depan, mas Odi mempererat pelukannya padaku. Saat itu juga Tanti mendatangi kami. Mas Odi terkejut, akupun terkejut. Tanti ternyata menunggu hingga dini hari di parkiran dekat mobil mas Odi.
Marahlah Tanti pada mas Odi. Lalu aku melepaskan diri dari tangan mas Odi.
Aku menyingkir kebelakang. Mereka berdua beradu mulut. Tapi tiba tiba tangan mas Odi melayang dan mengenai pipi Tanti, Tanti pun terhuyung huyung menahan keseimbangan badannya, aku marah aku.  Aku mendatangi mas Odi, aku katakan mas Odi harus menghargai wanita, bukan cara kasar seperti itu. Satpam yang jaga lari tergopoh gopoh mendengar keributan di parkiran mobil.
Lalu melerai, namun mas Odi malah memarahi satpam, katanya pada satpam, untuk mengusir kami berdua.
Merasa mas Odi adalah adik pemilik, satpam itu ketakutan dan melakukan apa yang diperintahkan mas Odi.
Tangan kananku dan tangan kiri Tanti ditarik satpam tersebut dan diarahkan keluar gedung.
Aku katakan pada satpam bahwa terjadi pemukulan, apakah satpam membela kekerasan, malahan satpam tersebut membentak aku.
Sesampainya didepan gedung, aku dan Tanti di keluarkan dan pagar ditutup.
Aku tarik tangan Tanti ke warung mas Manto. Untung masih buka. Mas Manto heran kok pagi pagi dini hari masih ada di kantor. Tanti pecah tangisnya,
Aku tidak banyak bicara, aku lihat pipi Tanti yang merah serta ada sedikit goresan, aku ingat, mas Odi memakai cincin yang besar, mungkin terkena cincin tersebut.
Tanti masih menangis sesenggukan.
Mas Manto masih bingung karena tidak ada jawabannya. Aku tanya pada dia, dimana kantor polisi?. Kata mas Manto jika jalan hanya sepuluh menit. Lalu dia menunjukan arahnya.
Aku tinggalkan Tanti dan lari menuju arah yang diberikan mas Manto.
Sesampainya di kantor polisi aku mengadukan semuanya, langsung komandannya memerintahkan anak buahnya untuk menuju TKP.
Aku dibonceng motor sampai di warung mas Manto.
Setelah itu ada enam polisi mengetuk pintu gerbang kantorku.
Aku menenangkan Tanti, aku peluk dia. Aku katakan mas Odi bukan pribadi yang baik, aku ada dugaan pelecehan.

     Akhirnya, mas Odi masuk bui. Satu persatu anggota tim mas Odi bersaksi, aku tidak percaya, semua sudah menjadi korban mas Odi. Kecuali aku. Bahkan Tiwi pun yang baik, Soleh juga jadi korban. Mereka tidak pernah menceritakan padaku. Mas Odi kena pasal berlapis.
Tanti memeluk aku, sambil membisikkan terima kasih padaku.
Aku katakan pada Tanti, aku akan ke Denpasar, Bali hari Minggu.  Disana ada temanku yang menawarkan job. Untuk mengembangkan merek baru, dengan target penjualan pada turis asing. Tanti mengangguk tanda setuju.

     Minggu pagi, aku dan Tanti backpackeran, lalu berangkat menuju pulau Bali via darat. Setahun kemudian, aku menjadi Sales Manager dan Tanti menjadi Advisor Manager di perusahaan yang sama. Tanti telah menikah dengan orang Bali.
Aku sendiri masih menjalin hubungan dengan turis asal Amerika latin.

     Aku telah membeli rumah di Denpasar. Mobil adalah fasilitas kantor. Penjualan kosmetik kami, kini sudah sampai mancanegara.
Sebulan sekali, aku dan Tanti staycation bersama, hanya berduaan sekedar cerita dan melepas rindu.

Salamku dari Denpasar, Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun