Dikisahkan oleh :
Winda
   Sejak meninggalnya anakku, rumah tanggaku bersama mas Satrio semakin goyah. Aku sudah terang terangan menyatakan ketidak puasan ku terhadap cara mas Satrio memperlakukan aku dalam kemesraan. Namun perubahan hanya sementara. Memang mindset mas Satrio tidak dapat diubah. Menganggap istri nya sebagai tempat perhelatan atau suatu wadah untuk keegoisan dia.
Akupun sudah tidak ingin membicarakan lagi. Kini aku menjadi takut hamil, aku keluarkan supaya aku tidak hamil kembali.
Emosiku, aku akui terakhir ini gampang meledak ledak, bisa jadi disebabkan terhambatnya kebahagiaanku secara alam bawah sadar ku.
   Kemudian, aku dan mas Satrio pisah secara resmi.
Kini aku sendiri, aku kontrak rumah serta bekerja di perusahaan expedisi. Aku pegang bagian pendistribusian barang yang akan di distribusikan oleh 25 driver motor dan 6 driver mobil.
Perusahaan ku bekerjasama dengan 3 toko online ternama sebagai outsourcing mereka dalam pendistribusian pesanan konsumen.
   Malam ini aku iseng, teringat pak jantan, hanya ingin tahu kabarnya.
Winda, apa yang kau harapkan? Mendampingi pak jantan? Memang jujur dalam hatiku selalu terbayang beliau. Kini aku telah bebas, seperti ada kecerahan sinar ke arah sana. Aku merasa seperti anak kecil. Dua hal kejadian yakni masa remaja saat malam latihan Jambore itu dan pertemuan kembali dengan beliau.
Apakah dari dua hal itu dapat disimpulkan aku telah jatuh hati pada pak jantan ?
Atau jika di balik dari dua hal tersebut, beliau jatuh hati padaku?
Aku jadi berkutat dengan pikiranku sendiri mengenai beliau. Tepatnya mengenai hatiku padanya.
Aku chat beliau. Namun sepertinya beliau sibuk sehingga pukul 22.00 baru beliau balas.
Balasnya pun singkat, aku baik baik saja Winda. Tanpa menanyakan kabar tentang aku, aku kecewa, dan tidak aku lanjutkan chat dengan beliau. Sebenarnya, aku ingin mengabarkan bahwa anakku meninggal dan kini aku sendiri, namun waktunya sangat sulit dikarenakan pak jantan sepertinya pasif atau sibuk.
   Sementara di pekerjaanku, ada Arif yang selalu berhubungan langsung denganku karena dia adalah kepala gudang wilayah jakarta secara keseluruhan. Seorang duda yang ditinggal meninggal oleh istrinya dua tahun lalu. Dia hidup dengan dua orang putri yang masih duduk di SD.
Arif perhatian sekali denganku. Orangnya pendiam, aku sering melihat dia mencuri pandang saat jam kerja yang sibuk.
Namun sangat lambat pendekatannya.
   Singkat cerita, aku semakin dekat dengan Arif yang sudah berusia 35 tahun. Orangnya perhatian, pendiam dan sangat telaten mengasuh dan merawat kedua putrinya. Arif terlihat sangat sayang dan perhatiannya luar biasa.
Aku mulai masuk dalam kehidupan Arif dan dua putrinya. Mereka merasa terayomi dengan adanya aku, mereka merindukan kasih seorang ibu. Akupun mulai mengikatkan diri dengan mereka berdua.
   Kini aku dan Arif telah menikah dan memiliki seorang putra, Arif seorang suami yang bijaksana, mau bertukar pikiran, mau menerima masukan. Hubunganku dengan Arif sungguh luar biasa. Dia memperlakukan aku seperti seorang ratu saat malam kemesraan.
Bahkan aku dapat merasakan beberapa kali. Sungguh aku bersyukur dapat Arif sebagai suami yang benar benar lahir bathin memberikan kebahagiaan padaku.
Aku selalu lebih diutamakan. Ceritaku selalu didengar dengan sangat penuh perhatian. Pujian hampir setiap malam aku dapatkan, dia sangat perhatian sekali. Perbedaan di wajah atau rambutku tidak pernah luput dari perhatian dia. Selalu dia tanyakan, atau keluarkan pujian, atau memberikan kritikan halus. Aku menyukainya, aku bahagia bersamanya.
   Kini aku tidak bekerja lagi. Arif sudah menjadi area manager distribution . Mendapat fasilitas rumah dan mobil.
Kami pindah di rumah inventaris. Dengan luas tanah 150 meter persegi, terdiri dari dua lantai.
Dua kamar diatas untuk  2 putri kami, yakni anak Arif dan kamar bawah, aku Arif serta bayiku.
   Alhamdulillah, akhirnya pernikahanku yang kedua menjadi pernikahan yang sebenarnya.
Dalam arti, kami saling bahagia, kami saling sayang satu dengan yang lain. Anak anakpun tidak merasa suatu perbedaan.
Keluarga kami harmonis.
   Suatu sore, nama pak jantan masuk di ponselku. Aku hanya tersenyum.
Aku balas chat beliau. Maaf pak aku kini telah menikah kembali, dan memiliki anak laki laki, kini hidupku bahagia. Yang sudah berlalu biarkan berlalu. Hormat ku pada bapak. Salam Winda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H