Mohon tunggu...
Sam Junus
Sam Junus Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Konten kreator, Penulis, audiostory, genre : romans, drama rumah tangga dan horor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Disaung Yang Sama

22 Desember 2023   08:45 Diperbarui: 22 Desember 2023   08:57 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikisahkan oleh :

Arie Verdi

     Adzan subuh telah selesai berkumandang, namun aku belum dapat memejamkan mataku.
Badanku lelah, hatiku capai, namun tetap pikiranku berputar dan berputar. Sehingga mata tidak siap istirahat, sepertinya ikut berjaga, menjaga hatiku supaya tidak jatuh semakin dalam dan dalam lagi. Cukup sudah, aku menyentakkan kaki, cukup untuk memikirkannya. Masih banyak lelaki yang jauh lebih setia dari pada mas Prapto.

     Aku dan mas Prapto sudah lebih dari dua tahun berpacaran. Selama pacaran kami, tidak pernah terjadi keributan yang besar. Aku suka akan perhatian mas Prapto padaku. Setiap hari, berangkat maupun pulang kerja aku selalu dalam boncengannya.
Sehingga tepatnya setahun lalu, aku putuskan untuk mencintai mas Prapto seutuh dan sepenuh hatiku. Apalagi kami telah merencanakan pernikahan, tabungan kami semakin naik karena selalu kami isi berdua dengan penuh keikhlasan dan kecintaan.

Baca juga: Mannequin

     Permintaan mas Prapto aku turuti, aku berikan seluruh nya untuk dia, termasuk kemesraan yang sudah diluar garis pacaran.
Kini semua sudah layu, bunga sudah terhisap madunya oleh kumbang. Keceriaan, kegirangan berganti menjadi kebencian. Ketulusan mas Prapto ternyata berbatasan dengan penyerahan tubuhku padanya.
Setelah itu, aku merasakan perbedaan yang sangat mencolok.
Bila mas Prapto ada keinginan aku segera sanggupi, apapun keadaanku. Tapi sebaliknya, malahan aku di permain kan. Selalu ditunda dan ditunda.
Penjemputan setelah kerja, kini dapat dihitung dengan jari. Seminggu paling dua hari. Mulai aku sering mendengar dari teman temanku, mas Prapto berboncengan dengan wanita lain.
Semakin lama jalannya mas Prapto semakin meliuk kesana dan kesini.
Perjumpaan semakin jarang, dengan berbagai alasan yang dikira aku tertipu oleh alasannya.
Karena belum ada bukti kuat, akupun terdiam, aku hanya dapat memegang dadaku.

     Akhirnya, aku sudah bulat keputusanku untuk melepaskan mas Prapto. Aku tidak merasa bahagia lagi, aku tidak merasa nyaman lagi.
Sesuatu jika sudah tidak seimbang lagi, pasti ada yang tersakiti. aku yang menjadi korbannya.
Memang memutuskan sesuatu yang berurusan dengan hati tidak semudah seperti memutuskan memakai gaun apa pada pernikahan teman.
Untuk itu, malam ini merupakan malam panjang yang aku lalui hanya ditempat tidur, namun otakku dan perasaanku berputar hingga subuh tiba.
Mengapa malam ini? Karena besok adalah hari ulang tahun mas Prapto yang ke dua puluh lima.
Dia sudah merencanakan makan malam berdua di Saung Sunda.

     Di Saung Sunda itulah, dulu kami mengawali jalan kami dimulai. Dan akan aku akhiri jalan kami, di Saung Sunda juga.
Aku siang ini membeli bunga saat istirahat makan siang. Sesampainya di kantor, aku buatkan tulisan yang paling indah, lalu aku gulung dan sematkan di batang bunga tersebut. Kemudian aku beri pita merah. Aku sudah persiapkan semuanya.

     Malamnya, mas Prapto menjemputku untuk merayakan ulang tahunnya untuk diri sendiri. Karena hatiku sudah final.
Saat akan mulai makan, aku peluk mas Prapto sambil memberikan ucapan. Sesaat mas Prapto tanya, kok tanpa cium pipi?....aku katakan, setelah selesai makan kue. Dia pun setuju.
Lalu setelah makan usai, aku berikan bungaku. Dengan wajah berseri, mas Prapto akan cium pipiku, namun aku berikan keningku.
Wajahnya heran, tapi aku beri senyuman centil, sehingga dia tidak merasa ada hal yang kurang beres.

Baca juga: Malam Jumat Kliwon

     Segera gulungan kertas menarik perhatian mata mas Prapto, aku katakan kuenya harus dipotong mas, lalu mas Prapto letakkan bunga dan tulisanku di sampingnya.
Setelah kue dipotong dan kami makan kuenya, mas Prapto menagih janjiku untuk cium pipi. Aku mengatakan pada mas Prapto, tidak fair jika mas Prapto belum membaca kata kataku di tulisan bunga itu.
Lalu dia mengambilnya dan mulai membuka dan membacanya.
Terkejut lah dia, apa apa an ini? kata dia dengan wajah terkejut.
Aku menenangkan dia, dan aku akan beri penjelasan,  lalu dengan wajah kecewa dan menahan emosi. Aku terangkan semuanya.
Aku katakan kini semua sudah final mas. Aku katakan lagi, bahwa kami memulai di saung ini untuk merawat kebahagiaan bersama, dan aku akhiri di saung ini juga, untuk menenangkan hatiku yang terluka.
Aku katakan lagi, bahwa hatiku sudah final.
Mas Prapto merenung dengan wajah yang kusut. Pandangannya jauh ke dalam gelapnya malam. Aku hanya memandangi ponselku.
Mas Prapto berujar, apakah ada hal yang harus aku perbaiki? Aku katakan aku sudah final mas, maaf tidak ada yang perlu diperbaiki, semua sudah tertoreh menjadi luka di hatiku.
     

Kami kembali terdiam dan membisu, tak berapa lama, ponsel mas Prapto bergetar, tanda ada panggilan masuk. Mas Prapto, menengok panggilan diponselnya, lalu meminta ijin padaku untuk mengangkatnya. Aku hanya menganggukkan kepala, lalu mas Prapto berdiri membelakangi aku, sambil menerima panggilan tersebut. Mas Prapto mengatakan, oke Nadya, aku pasti, sebentar lagi aku ketempat biasa, tunggu aku sayangku. lalu ditutupnya panggilan itu, setelah suara perempuan itu mengatakan, baik sayang aku tunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun