Mohon tunggu...
Sam Junus
Sam Junus Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Konten kreator, Penulis, audiostory, genre : romans, drama rumah tangga dan horor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan ke Jogjakarta

14 Desember 2023   09:15 Diperbarui: 14 Desember 2023   09:20 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan ke Jogjakarta

Diceritakan oleh: Viveldien Sutamto, usia 24 tahun.

     Sesampainya di stasiun kereta api, aku berlarian untuk print tiket, karena waktu sudah mepet sekali.
Saking buru buru nya aku dikejar ojek online ku. Sebab helm pinjamannya masih nyangkut di kepalaku.
Begitu memasuki area kereta api, aku bingung sendiri mana kereta api ku ?. Aku berlarian kecil, tanya petugas apa saja yang ada disana.
Setelah tahu kereta ku dan lonceng keberangkatan kereta sudah dibunyikan. Aku semakin mempercepat langkahku.

Akhirnya aku dapat duduk dan menikmati jalannya kereta api dengan baik. Duduk disampingku, adalah seorang ibu setengah baya dengan kaca mata tebalnya.
Di depanku seorang pria, mengenakan kaca mata, aku dapat menaksir kaca mata pria ini seharga tiga puluh juta-an. Aku tahu persis kisaran harga merek tersebut.
Sebab baru tiga bulan lalu aku tinggalkan pekerjaanku di sebuah optik ternama di Jakarta. Sehingga aku tahu persis harga model tersebut.
Disamping pria tersebut, adalah seorang gadis yang lumayan cantik, namun kulitnya sedikit gelap.
Gadis itu memegang lolipop, dan memakai topi jeans yang tampak belel, dia memakai lipstik natural dengan lipsgloss yang ketebalan.

     Kereta sudah berjalan menjauh dari Jakarta, kotaku dan siap membawa aku menuju Jogjakarta.
Aku mulai membuka cemilan ku, berupa biskuit asin. Aku tawarkan pada ibu sebelahku, dia menoleh dan menaikkan kaca mata tebalnya dengan tangan kanannya. Kemudian menebak rasanya. Asin dik? Katanya, aku mengangguk. Lalu ibu tersebut menolak halus dengan mengatakan, bahwa dia ada darah tinggi. Aku tersenyum, lalu aku tawarkan pada gadis di depanku.
Dia menoleh dan menggeleng kan kepala. Kemudian aku tawarkan pada pria di depanku. Dia tersenyum, senyumannya sungguh membuat surprise bagiku.
Dia terlihat sangat menarik, lebih terlihat jantan, namun ada kelembutan di senyumnya.
Aku pun tersenyum padanya, sambil tangan kananku tetap menyodorkan biskuit di depan dia. Lalu dia menanyakan, apakah ini suatu basa basi orang timur, bila makan sesuatu di kereta?.
Aku tersenyum dan mengatakan, khusus hari ini aku serius menawarkan, sambil aku tertawa kecil. Pria tersebut tertawa sambil mengambil biskuit ku.
Aku tersenyum, hatiku tersenyum, betapa tampannya pria ini, dengan suara nya yang lembut dan nada bicaranya sepertinya seorang yang suka humor.


     Aku sering mencuri pandang untuk melihat wajahnya. Hatiku tiba tiba bergejolak.
Ah, apa apa an ini? Tapi aku dapat menenangkan diri, namun pria tersebut malahan ganti memandang ku, membuat jantungku berdebar kembali.
Dia menyodorkan tangan kanannya, seraya berkata, Andika dan aku sambut tangannya dengan menyebut namaku, Vivel.
Entah berlagak kurang mendengar atau memang sesungguhnya, aku tidak tahu pasti. Sedikit ditarik tanganku dan dia menanyakan kembali namaku. Aku ulangi lagi.
Dia kelihatan heran, dia mengatakan namaku cukup asing ditelinga.
Aku tersenyum, aku katakan memang sebenarnya aku ada darah Italia. Dia mencoba menggali lebih jauh asal namaku, dia katakan bila laki laki maka akan menjadi Vivaldi.
Aku tertawa, ternyata dia mengetahuinya. Kemudian dia melanjutkan bahwa Vivel kepanjangannya adalah Viveldien yang artinya hidup atau kehidupan, aku tertawa kecil, jantungku masih berdebar keras.
Aku heran begitu tahu dia mengenai arti namaku.
Aku mengatakan padanya, sungguh salut, bahwa dia tahu persis mengenai arti namaku. Dia hanya tersenyum dan berkata, aku hanya menebak, aku makin tertawa.
     

     Tiba tiba gadis disebelahnya menegur kami berdua. Dia katakan, bila di kereta api itu harus sesedikit mungkin bicara agar tidak mengganggu orang lain.
Aku minta maaf bila dia terganggu, namun aku menunjuk sebelahku. Dia tertidur dan tidak menjadi bangun, mata gadis itu melotot, wajahnya tampak kurang suka dengan protes ku.
Aku tersenyum, Andika mengatakan bahwa suara tawa kami tidaklah heboh, hanya bersuara pelan. Lalu dia menunjuk aku, katanya suara tawaku itu lembut, mungkin malah dapat membuat orang menjadi ingin tidur.
Wajah gadis itu menjadi lebih gelap lagi. Kemudian kami lanjutkan berbincang bincang penuh keseruan.
Benar dugaanku, Andika adalah seorang yang humoris, semua kata kataku selalu dapat dipelesetkan menjadi humor segar.
Singkat cerita kami makin akrab, ternyata Andika bukan orang Jogja, dia hanya tinggal di jogja, asalnya adalah Salatiga dekat Semarang.
Dia menyukai jogja karena budayanya dan orang orangnya yang ramah. Aku merasa diriku sudah mulai terjerat lingkaran hati asmara pada Andika.

     Sesampainya kami di stasiun tugu Yogyakarta, aku diajak Andika untuk makan gudeg, yakni makanan khas jogja. Aku berdua dengan Andika semakin akrab dan kami sering bercanda.
Setiap Andika tersenyum, hatiku terasa berbeda, senyumnya benar-benar membuat hatiku meleleh dan menjadi cair.
Di Jogja, aku menginap di hotel Melia Purosani di dekat Malioboro. Setiap pagi aku ditemani Andika berenang dan breakfast bersama. Semakin lama semakin akrab dan aku telah jatuh hati padanya.
Andika memiliki rumah sendiri di daerah jalan kaliurang dan hidup sendiri. Dia menjalankan trading cryptocurrency di sana.
Aku beberapa kali sempat mampir ke rumahnya. Rumahnya tampak Asri dan bersih, Andika rajin mengurus rumah.
Letak rumahnya di dataran tinggi, sehingga udara didaerah jalan Kaliurang atau sering disingkat dengan Jakal, memiliki udara yang dingin dan sejuk.
Aku diperlihatkan ruangan trading dia. Ada 6 monitor layar lebar, Andika memiliki waktu kerja malam hingga pagi hari. Dari keuntungan trading itulah dia telah membeli rumah 2 lantai dan sebuah mobil Honda jazz warna biru. Aku salut padanya.

     Saat malam minggu, kami berdua nongkrong di Legend cafe, kafe yang sangat ramai, kami berdua sudah semakin akrab. Akhirnya tepat pukul 23.00 di kafe tersebutlah Andika menyatakan bahwa dia menyukai aku dan ingin menikahi aku.
Aku menilai, bahwa Andika selain ganteng juga memiliki kelembutan hati.
Walau perkenalan kami singkat, aku telah memiliki perasaan pada Andika. Andika memiliki kepribadian yang cukup baik, pribadinya menyenangkan dan membuat aku terkesan padanya. Aku terima keinginan Andika menjadikan aku istrinya.
Kemudian Andika tersenyum dan mengeluarkan sebuah cincin emas dengan motif 2 garis tipis serta meraih jari kananku dengan lembut, dan menyematkan cincin tersebut di jari manisku.
Ternyata sedikit kebesaran, namun aku terima dan aku ucapkan terima kasih sambil mendekati Andika dan aku kecup dahi Andika dengan penuh perasaan.
Hatiku saat itu haru, bahagia, senang dan sejenisnya, sehingga membuat air mataku berlinang. Andika tersenyum dan aku tersenyum penuh bahagia.

     Singkat cerita, setelah kami menempuh pacaran jarak jauh, atau yang sering disebut LDR, selama 6 bulan, Andika melamarku. dan 3 bulan setelahnya, kami menikah di Salatiga. 2 hari kami tinggal di rumah orang tua Andika, lalu kami habiskan satu minggu untuk keliling Jawa Tengah. Akhirnya, aku dan Andika menempati rumah 2 lantai milik Andika di jalan Kaliurang ( Jakal ), Jogjakarta. Setelah 1 bulan lebih dari pernikahan kami di Salatiga, aku hamil.
Tepat 9 bulan kemudian lahirlah Aditya Andika Vivaldi, anak pertama kami yang lucu dan imut. Kini Aditya menginjak usia 6 bulan.
Kami putuskan bertiga menuju Jakarta dengan kereta api untuk menemui opa dan oma Aditya, yakni papa dan mamaku. Awalnya kami akan naik pesawat, namun untuk mengenang pertemuan pertamaku dan Andika, maka kami putuskan ke Jakarta dengan kereta api. Kami berdua menikmati perjalanan  Jogja- Jakarta bersama buah cinta kami. Saat mengenang perkenalan awal kami di kereta api, kami tertawa bahagia berdua, kemudian Andika memeluk aku, sambil kami masih tertawa bahagia bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun