Mohon tunggu...
Samudra Eka Cipta
Samudra Eka Cipta Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta Travel dan Jalan-Jalan

Jadikanlah Setiap Peristiwa Sebagai Guyonan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjaga Netralitas TNI dalam Berpolitik karena Berkaca dari Sejarah

23 November 2020   19:35 Diperbarui: 23 November 2020   19:38 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada artikel tersebut keterlibatan militer dalam politik praktis dimulai dan dinisiasi oleh Panglima Jendral Abdul Haris Nasution yang mendirikan Partai Politik Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) yang didirikan bersama para perwira dan jendral yang sepaham dengan dirinya ketika ia 'dipecat' oleh Soekarno karena peristiwa 17 Oktober 1952 yang merupakan sebuah peristiwa dimana saat itu tentara melakukan demonstrasi langsung di depan gedung istana terkait dengan kepentingan politik sipil di Era Soekarno.

Dikutip dari sebuah buku karangan Ulf Sundhaussen (1983) diterbitkan oleh LP3ES yang berjudul Politik Militer Indonesia 1945-1967, menyebutkan poin penting bahwa Jendral Abdul Haris Nasution adalah penggagas konsep 'Dwi Fungsi ABRI' yaitu suatu gagasan yang memperbolehkan militer masuk ke dalam ranah politik praktis dari sipil.

Meskipun konsep ini baru diterapkan pada Masa Orde Baru dimana saat itu Soeharto menjalnkan kekuasaanya atas militer dengan menjadikan Golkar dan PP Pancasila sebagai alat untuk mencapai kekuasaanya. Karena Abdul Haris Nasution dianggap paling berjasa oleh Soeharto atas konsep tersebut maka di tahun 1997, ia diberikan gelar 'Jendral Bintang Lima' oleh Soeharto kala itu.

Tentunya, keterlibatan militer dalam perpolitikan sipil jika berkaca dari sejarah memiliki sisi positif dan negatif dari dampak yang dihasil. Dampak positif jika militer terlibat dalam perpolitikan salah satunya adalah negara dapat dijamin keamanannya karena menjadikan militer sebagai institusi terkuat apalagi jika ikut dalam politik.

Militer juga akan jauh lebih sigap jika terjadnya ancaman disintegrasi terutama dari pihak luar yang berusaha menjatuhkan posisi negara di dunia internasional

Sedangkan dampak negatifnya adalah tidak diberikannya akses separuh aau seluruhnya bagi kelompok oposisi dalam menyampaikan aspirasi dan kritikannya karena kecenderungan otoriterisme seperti yang terjadi masa Orde Baru dimana seluruh kelompok oposisi 'dihabisi' bahkan media pun menjadi korbannya, dimana saat itu media ketika hendak memberitakan persnya harus melalui persetujuan aau izin Departemen Penerangan yang didirikan oleh Presiden Soeharto saat itu.

Maka dari itu TNI sepatutnya menjaga netralitas dalam berpolitik dengan memberikan masukan-masukan terhadap kelompok oposisi seperti FPI, namun jangan bertindak sebelum mendapatkan arahan dari presiden.

Karena jika mengutip dari penryataan Jendral Soedirman tadi bahwa sejatinya TNI tetap berjiwa korsa terhadap bangsa dan negara sehingga situasi perpolitikan semakin adem ayem. Sekian.

Samudra Eka Cipta (23 November 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun