Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Kahin yang berjudul Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Taktik yang dilakukan oleh Jendral Sudirman berserta pengikutnya tidak pernah diajarkan sebelumnya ketika mengikuti masa pendidikan di PETA, begitupun dengan Jendral Abdul Haris Nasution yang saat itu menjabat sebagai Panglima KODAM III Divisi Siliwangi juga tak mengalami hal demikian ketika menjadi komandan di KNIL Taktik itu juga yang kemudian diikuti oleh Nasution untuk menghindari dari kejaran Belanda Sekutu.Â
Ada hal yang menarik dari cerita perjalanan yang dilakukan oleh Abdul Haris Nasution ketika melakukan hijrah ke wilayah Yogyakarta, karena memang saat itu seluruh wilayah Jawa termasuk Batavia kala itu sudah dikuasai oleh Sekutu berkat usaha Van Mook dalam memperkecil pengaruh tokoh republik di Indonesia  Jendral Nasution dalam sebuah video youtube yang berjudul Jendral Nasution Bercerita Tentang Agresi Militer I diunggah oleh akun youtube Maulana bin Nawawi, dalam video tersebut Nasution diwawancarai oleh salah satu wartawan asal Belanda yang dilakukan di rumahnya sekitar tahun 1970an.Â
Dalam wawancara tersebut Jendral Nasution menceritakan pengalamannya saat perjalanan dari Garut menuju Tasikmalaya yang mana berdasarkan kesaksiannya Jendral Nasution ketika Pesawat Tempur milik Sekutu menggempur wilayah sepanjang Garut-Tasikmalaya untuk menghancurkan sekaligus membunuh Jendral Nasution bersama dengan pasukannya.Â
Ia kemudian melompat kemudian berlindung diantara semak dan pepohonan agar terhindar dari serangan tersebut. Ketika sudah sampai di daerah Mangunreja Tasikmalaya ternyata akses jembatan yang menghubungkan ke Kota Tasikmalaya sudah terlebih dahulu dihancurkan oleh Sekutu sehingga Pak Nas (sapaan akrabnya) pergi ke daerah pegunungan dan kemudian menyusun strategi geriliyanya untuk sampai di Yogyakarta.Â
Taktik inilah yang kemudian ditakutkan oleh Belanda karena para pejuang republik menggunakan pendeketan 'menyergap lalu menyerang'. Sehingga para pejuang Kemerekaan Indonesia selama prosesnya selalu mengalami nasib pasang surut dalam upayanya untuk mencapai Kemerdekaan Indonesia.
Bagaimana Cara Kaum Millenial Dalam Memaknai Hari Pahlawan?
Memperingati Hari Pahlawan bagi Kaum Millenial tidak harus selalu melulu diperingati melalui upacara-upacara. Terlebih di Masa Pandemi saat ini tidak dianjurkan untuk mengumpulkan massa.Â
Namun, terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk memperingati hari tersebut diantaranya adalah dengan membuat suatu karya berdasarkan minat, hobi, serta kemampuan.
Seperti dengan cara menulis, karena menulis selain hanya untuk kepentingan publikasi, menulis juga dapat dijadikan sebagai 'senjata' dalam menuangkan gagasan serta pemikirannya sehingga para pembaca dapat mengerti pesan yang disampaikan oleh penulis. Â
Hal  tersebut, diawali dengan sebuah kritikan yang ditulis oleh Multatuli atau Edward Douwes Dekker dan Surjadi Surjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara menuliskan sebuah tulisan yang berjudul Max Havelaar dan Als Ik Nderlander Was yang kemudian sempat dilarang peredarannya oleh Pemerintah Kolonial karena dianggap berbabahaya bagi kepentingannya.Â
Namun, perjuangan para tokoh perjuangan dalam mencapai 'Indonesia Merdeka' juga dilakukan oleh para tokoh Pergerakan Nasional, seperti Tirto Adhi Soerjo, Raden Mas Marco Kartodikromo, dan Lim Koen Hian seorang keturunan Tionghoa yang mendirikan Surat Kabar Sin Tit Po telah menjadikan koran sebagai bahan perjuangan untuk melawan kolonial.Â