Mohon tunggu...
venan samudin
venan samudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - pemulung

Cintai Terang Kebijaksanaan!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jalan Itu Penuh Terjal (Sebuah Refleksi tentang Hidup Membiara)

16 September 2021   19:06 Diperbarui: 16 September 2021   19:08 3313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Menjadi pengikut Kristus bukanlah sebuah perkara yang mudah, kurang lebih seperti itulah jawaban yang akan kita dengar serta kita peroleh ketika kita mencoba bersoal jawab dengan orang-orang yang telah berjanji membaktikan hidupnya hanya kepada Allah. 

Menjadi pengikut Kristus dalam hal ini ialah pilihan hidup untuk menjadi seorang imam dan biarawan/biarawati atau lebih dikenal dengan istilah "kehidupan membiara". 

Barangkali sebagian besar kaum terpanggil, demikian sebutan untuk mereka yang memilih hidup menjadi imam dan biarawan/biarawati, pada mulanya berpikir bahwa kehidupan yang akan dijalaninya itu pasti dijauhkan dari yang namanya kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan. Anggapan seperti ini biasanya muncul pada saat awal, ketika benih panggilan itu mulai dirasakan kehadirannya di dalam kehidupan seseorang. 

Ambil misal, seorang bocah laki-laki mulai merasa terpanggil ketika dia melihat tokoh yang menjadi inspirasinya katakanlah melihat seorang imam yang bertugas sebagai pastor parokinya hampir selalu bahagia setiap saat, tidak pernah sekalipun sang pastor paroki didapati tengah menyajikan raut muka yang muram. 

Wajah para imam yang dikenal luas oleh umat yang dilayaninya adalah hampir selalu memancarkan kebahagiaan dan kedamaian di dalam situasi dan kondisi apapun. Anggapan seperti ini biasanya akan terus berkembang sejauh seseorang belum masuk dalam salah satu komunitas biara ataupun seminari tinggi. Namun setelah seseorang mulai masuk dan menjalani kehidupan di dalam tembok biara, agaknya pandangan seperti demikian perlahan-lahan akan berubah.

Menjalani kehidupan membiara ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, menjalani kehidupan membiara bagi kebanyakan orang bagaikan menempuh sebuah perjalanan yang penuh terjal. 

Bagi kaum terpanggil hidup membiara merupakan sebuah perjalanan penuh liku, perjalanan penuh tantangan, perjalanan yang menuntut perjuangan yang tidak sedikit serta sebuah perjalanan yang membutuhkan semangat juga kesetiaan. 

Berani memilih menjadi pengikut Kristus berarti berani juga menanggung, menerima serta mencicipi setiap kesulitan yang kapan saja akan datang menghampiri. Karena bagaimanapun juga setiap pilihan pasti selalu mengandung konsekuensinya. 

Menjadi apa dan menjadi siapa pun kita di dunia ini, suatu waktu atau bahkan dalam seluruh waktu akan senantiasa menjumpai serangkaian kesulitan yang tidak akan pernah bosan mendatangi kehidupan kita.

Salah satu kenyataan yang seringkali kita jumpai di tengah masyarakat dan telah menjadi realitas yang sangat sulit untuk disangkal ialah orang-orang menganggap bahwa hidup menjadi seorang imam atau biarawan/biarawati merupakan sebuah pilihan hidup yang sangat mudah. Mudah dalam arti tidak adanya kesulitan atau tantangan yang berarti, sebagaimana dialami oleh orang-orang kebanyakan yang memilih hidup berkeluarga. 

Seringkali orang berkata; menjadi imam atau biarawan/biarawati itu gampang, sebab mereka hanya sibuk mengurus diri mereka sendiri. Agaknya sebagian besar masyarakat kita sudah terlanjur bergerak dalam koridor berpikir seperti ini. 

Dan tentu saja perihal stigma ini yang juga terus berkembang di tengah masyarakat tidak semuanya adalah benar, sebab mereka yang memilih hidup menjadi imam dan biarawan/biarawati juga mengalami banyak tantangan dan kesulitan dalam hidupnya. 

Hidup membiara bukanlah sebuah kehidupan yang dijalani di alam mimpi yaitu sebuah dunia tanpa kesulitan apalagi penderitaan seperti yang kita ketahui. 

Namun, lebih dari pada itu hidup membiara merupakan sebuah pilihan hidup yang dijalani di atas dan di dalam dunia yang satu dan sama dengan orang yang hidup berkeluarga. Sebagaimana pribadi-pribadi yang hidup berkeluarga mengalami dan menghadapi serangkaian kesulitan di dalam kehidupannya, demikianlah mereka yang memilih hidup membiara juga mengalami situasi sulit di dalam kehidupannya.Kesulitan yang dihadapi oleh kaum terpanggil khususnya menjalani kehidupan menjadi seorang imam, barangkali bisa menjadi contoh. 

Sebelum ditahbiskan menjadi seorang imam Tuhan, biasanya seseorang harus menjalani terlebih dahulu apa yang disebut sebagai masa formasi. Menurut ketentuan yang berlaku, selama menjalani masa formasi seorang calon imam dituntut untuk menyelesaikan studinya dalam bidang filsafat dan teologi. 

Adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat disangkal lagi bahwa selama masa studi ini seorang calon imam tentu tidak pernah luput dari apa yang namanya tantangan atau kesulitan, pengalaman pahit selalu datang setiap saat. 

Ada calon imam yang selama masa studinya selalu menghadapi kegagalan, seperti setiap semester selalu ada mata kuliah yang tidak lulus dan sebagai konsekuensinya mata kuliah tersebut harus diambil lagi pada semester-semester berikutnya. 

Apalagi yang digumuli pada masa ini adalah bidang studi filsafat yang oleh semua orang diakui tingkat kesulitannya. Selama masa studi inilah, banyak calon imam yang mengalami putus asa dan akhirnya memutuskan untuk menarik diri dari kehidupan membiara. Untuk diketahui bahwa itu hanyalah salah satu dari sekian banyak persoalan yang selalu setia mengiringi perjalanan hidup orang-orang biara.

Pilihan hidup  menjadi imam dan biarawan/biarawati ternyata tidak semudah yang dipikirkan. 

Terdapat begitu banyak kesulitan dan tantangan dalam menjalani pilihan hidup ini. Jikalau demikian halnya, lantas mengapa hingga kini masih terdapat begitu banyak orang yang mau dan berani memilih jalan terjal itu? Pertanyaan ini agaknya cukup sukar untuk dicari jawabannya, barangkali itulah yang orang-orang maksudkan sebagai misteri panggilan. 

Memang harus diakui pula bahwa panggilan menjadi pengikut Kristus selalu diselimuti oleh begitu banyak misteri, bahkan orang-orang yang berjalan pada lorong itu sendiri pun sukar memahaminya bahkan menjelaskannya. 

Sekiranya tidak ada seorang pun manusia di dunia ini yang sudah mengetahui secara pasti, seperti apa dan bagaimana persisnya kehidupan yang akan dijalaninya di masa yang akan datang. Hanya Allah sajalah yang mengetahui dengan pasti potret perjalanan hidup kita di waktu yang akan datang.

Hidup membiara bukanlah sebuah kehidupan yang dijalani di alam mimpi yaitu sebuah dunia tanpa kesulitan apalagi penderitaan seperti yang kita ketahui, melainkan sebuah pilihan hidup yang dijalani di atas dan di dalam dunia yang satu dan sama seperti yang dihuni oleh mereka yang hidup berkeluarga. 

Sebagaimana pribadi-pribadi yang lain menghadapi serangkaian kesulitan di dalam kehidupannya, demikianlah juga mereka yang dijuluki kaum terpanggil mengalami situasi sulit di dalam kehidupannya. 

Karena itu refleksi singkat ini lebih merupakan sebuah upaya sederhana untuk menjelaskan kepada masyarakat luas bahwa menjalani kehidupan membiara bukanlah sebuah pilihan hidup yang mudah. 

Setelah membaca tulisan sederhana ini diharapkan agar pandangan yang selama ini sudah tertanam bahkan tertata serta terpola dengan baik bahwa hidup membiara adalah sebuah pilihan hidup yang miskin tantangan dan kesulitan, perlahan-lahan diubah. Sebab kehidupan membiara sama seperti pilihan hidup yang lain, selalu didatangi kesulitan serta tantangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun