*********
Pertemuan pun tiba, sahabat bapakku datang bersama temannya, aku pun mendatangkan toko masyarakat yang kami anggap paham, sekaligus RT ditempat kami. Setelah sapa menyapa basa-basi aku pun mulai menyampaikan maksud pertemuan ini. Aku yang tidak pernah memimpin acara terasa banget kaku sekali, dan masih sedikit bergetar suaraku. Aku dipaksa untuk berdiri di tempat yang aku sendiri belum paham dan mengerti untuk melakukannya.Â
Kawan, apakah pernah kau di posisi seperti ini..? Â
"Pak boleh saya tahu, Apa alasan bapak sehingga mengakui tanah dan rumah itu milik bapak?tanyaku pelan nyaris tidak terdengar.
"Saya punya bukti pembayaran PBB dek dan saya punya bukti surat jual beli" Pungkasnya dengan suara lebih keras, sehingga terasa lebih menguasai keadaan. Tangannya menyodorkan fotocopy yang sudah lusuh yang sudah tidak terbaca lagi."Dan kamu harus tahu dek, sayalah yang seharusnya pemilik sah tanah dan bangunan itu".
" Bolehkah kami lihat aslinya Pak?"suaraku masih terdengar gemetar. Kami adalah Tiga bersaudara dengan adik-adik yang juga perempuan. Semenjak di tinggal bapak, tidak ada laki-laki dirumah kami, sehingga terasa sekali kami kehilangan pembela dikeluarga kami.
" Kalau dilihatkan aslinya, kamu mau angkat kaki Dek? Tanya teman bapak itu dengan suara lebih meninggi. Membuat tekanan semakin terasa. Nafasku terasa makin sesak mau nangis, Ibuku yang memang pendiam lebih memilih diam sambil mengusap airmatanya. Terlihat sekali seperti kehilangan daya dan putus asa.
BERSAMBUNG.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H