Hari Pertama Sebelas penyair dari komunitas sastra tanah Jawa mulai merapat di dermaga Tri Sakti Kota Banjarmasin dengan menumpang kapal ferry Kumala sekitar pukul 21.15 wita dan mendapat sambutan dari panitia yaitu Ahmad Azhar Ajang, Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegera, dan Samsuni Sarman untuk selanjutnya menempuh jalan darat menuju lokasi utama even Road Show III Puisi Menolak Korupsi di Panggung Bundar Kota Banjarbaru. Sekitar pukul 22.00 wita dilaksanakan welcome dinner di pelataran pusat jajanan dan kuliner Kota Banjarbaru dengan panitia inti dan beberapa penyair yang sudah menunggu. Suasana welcome dinner di pelataran MGR Banjarbaru Kata sambutan tuan rumah disampaikan Ali Syamsudin Arsy dengan ucapan selamat datang dan terima kasih atas kepercayaan penyelenggaraan even berskala nasional ini di Kota Banjarbaru serta menyampaikan beberapa acara yang nantinya dilaksanakan. Berikutnya, Bambang Eka Prasetya dengan pakaian khas betawi mewakili penyair tamu menyampaikan rasa senang dan bangga dengan upacara penyambutan yang belum pernah selama ini ditemui dalam perjalanan muhibah sastra sejak di pelabuhan laut hingga pelataran kuliner ini. Menjelang tengah malam, semua peserta ditempatkan untuk istirahat dan tidur di rumah penyair gila Kota Banjarbaru - Abah Arsyad Indradi dengan segala kesederhanan yang ramah. Hari Kedua Kebiasaan masyarakat banjar untuk sarapan pagi juga dilakoni oleh penyair tamu dengan menyantap kuliner tradisional nasi kuning iwak haruan di rumah Abah Arsyad Indradi. Selanjutnya diajak berwisata oleh penyair Abdurrahman El Husaini ke Kota Martapura untuk menyaksikan museum sejarah rumah banjar gajah baliku dan bubungan tinggi peninggalan masa Kesultanan Banjar di Teluk Selong serta sholat Jumat di Masjid Agung Al Mukarromah yang terbesar kedua di Kalimantan Selatan. Sore, masih dipelataran pusat jajanan dan kuliner MGR Kota Banjarbaru dilaksanakan soft opening Road Show III Puisi Menolak Korupsi dengan diskusi terbuka tentang kepedulian masyarakat terhadap prilaku korupsi di Kalimantan Selatan yang dipandu oleh Budi Dayak Kurniawan dalam rangka HUT ke 4 Tabloid Urbana. Tanggapan pun bersahutan dari peserta diskusi sebagai ungkapan dari pengalaman dan penyaksian kerusakan alam akibat keberutalan pengusaha dan pemerintah yang akhirnya memunculkan koruptor yang membuat rakyat menderita karena kebodohan yang terakomodasi dalam sistem sosial dan budaya. Keterbukaan adalah solusi yang disarankan Leak Sosiawan sebagai upaya menciptakan kemandirian ideologi yang mampu melawan kejahatan korupsi. Usai acara diskusi dilanjutkan makan malam bersama di rumah sastrawan pembina Belgis Of Art Banjarbaru, yaitu Bunda Belgis dengan sajian yang nikmat dan menyenangkan. Puncak Acara Road Show III Puisi Menolak Korupsi Banjarbaru Kobaran api menjadi fokus yang mewarnai pembacaan puisi oleh penyair dengan segala gaya dan gerak bersemangat. Kobaran api menjadi simbol gejolak hawa nafsu yang serakah dari koruptor. Melihat kobaran api tanpa disadari menumbuhkan gejolak batin agar membakar semua keangkaramurkaan manusia yang terjadi di muka bumi ini, baik dalam diri sendiri maupun orang lain. Semua komunitas berbagi dalam gelar pembacaan puisi menolak korupsi - diawali tiga tokoh tuan rumah yaitu Abah Arsyad Indradi, Hamami Adabi, dan Hudan Nur membacakan puisi selamat datang, kemudian barisan anak yang tergabung dalam Teater Kita Banjarmasin membawakan bait-bait puitik penolakan terhadap kejahatan koruptor, kemudian penyair remaja turut pula berpartisipasi memberikan gagasan dan kebencian terhadap ulah koruptor, hingga komunitas madihin dari Sanggar Talas Faperta Universitas Lambung Mangkurat sebagai kesenian tradisional lisan urang banjar turut pula berbagi tuturan tentang parigal koruptor yang menyakiti masyarakat dan merugikan keuangan negara.
Tak kalah dahsyat, penyair banua pun begitu tegar menyuarakan hati nurani dalam bait puisi menolak korupsi di panggung bundar MGR Banjarbaru ini. Lihat saja, Bung Immawan Faskha Al Banjary dengan status Aan 'masih' Setiawan yang membakar diri setelah membaca artikel dan berita di koran tentang maraknya kejahatan korupsi dari semua lini sosial - atau penyair Iberamsyah Barbary yang menyebut korupsi dalam bahasa banjar sebagai 'tai lincung' alias tele ayam yang hadir persis dihadapan kita saat bekerja, santai, makan, malah ketika akan tidur. Tak kalah terbahak-bahaknya penyair Imam Buchori dari Balangan dengan suara keras penuh kebencian terhadap kejahatan korupsi melalui idiom dan atribut bahasa daerah terus mentertawakan kebobrokan moral sang koruptor dalam koridor negara gedibal-gedibul. Sedih juga menyaksikan masyarakat kecil yang tertindas oleh parigal korupsi yang telah menjadi simbol bagi segelintir manusia - hampir tak berdaya - namun dengan Road Show Puisi Menolak Korupsi ini semoga wong cilik sadar bahwa kebodohan akan terus menjadi santapan penggila koruptor dan saatnya kita membangun diri menjadi tegar dan kokoh menapaki kehidupan yang jujur dan jauh dari kebohongan.
Kobaran api tak kunjung padam, kembali dalam gelap dan dingin malam Mas Bambang Eka Prasetya melakoni teaterikal puisi dengan pakaian ala pejabat negara atau manajer perusahaan menggendong, menggelinding, mengguling, dan menyalakan tong sampah yang besar daripada berat tubuhnya. Musik reggae terus menggema mengikuti gerak penyair hingga atribut dasi kepangkatan, baju kemuliaan, celana kekuasaan, dan sepatu penindasan dibakar dalam nyala yang menggelora. Jadi ingat puisi Chairil Anwar -Â dan bara kagum menjadi api - sungguh kita harus berjuang dengan segala ketulusan hati mesti harus tertinggal katok sebagai simbol kesederhanaan dan kopiah sebagai simbol spritual untuk membumihanguskan koruptur dari bumi pertiwi. Hingga pada puncak malam dalam asap bara api yang masih menebar wangi - Mas Leak Sosiawan tampil ke panggung bundar MGR Banjarbaru dan menegaskan - kini terlihat jelas komitmen kita semua untuk menolak korupsi - ayo semua kita galang kebersamaan dalam menandai kehadiran di malam Road Show Puisi Menolak Puisi ini dengan Cinta dan Merdeka!
Hari Ketiga dan Jadwal Pulkam Ternyata setelah hampir separo malam mengisi kemerdekaan panggung MGR Banjarbaru dalam Puisi Menolak Korupsi - sang penyair masih segar ketika harus bangun pukul lima subuh untuk bersama wisata telusur sungai di Pasar Terapung di Lok Baintan. Mereka dengan suka cita berkecipak air dari atas kelotok untuk merasakan kesegaran mentari dan dingin arus sungai Martapura bersama masyarakat yang menjajakan hasil bumi di atas jukung dengan kayuh demi kayuh menuju kehidupan yang layak. Pada siang hari, kembali sang penyair menapaki daratan tanah kuning dalam lorong penggalian batu permata di Desa Cempaka yang panas dan penuh danau buatan. Kemilau permata menjadi kekaguman - namun dibalik itu ada kerisauan lahan menjadi ajang persengketaan dan penggundulan hutan. Masih bermalam dan berdiskusi di pelatar panggung MGR Banjarbaru - hingga terbetik berita esok subuh harus melepas sauh di dermaga dan kembali mengarungi laut yang luas untuk pulkam dan terus bersahutan dalam Road Show Puisi Menolak Korupsi berikutnya. Selamat jalan dan kita pasti berjumpa lagi... salam dari urang banjarmasin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H