Terhitung sejak tanggal 1 april, pemerintah secara sah menaikan harga bahan bakar jenis pertamax (BBM Non Subsidi Gasoline RON 92) menjadi menjadi Rp 12.500 per liter (untuk daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor/PBBKB 5%). Kenaikan tersebut bukan tanpa dasar, pemerintah telah melakukan berbagai simulasi untuk menghadapi perubahan harga pasar minyak dunia sehingga negara tidak mengalami krisis.Â
Pun demikian, pemerintah juga telah memperhitungkan dampak dari kenaikan jenis pertamax yang akan menyebabkan inflasi, namun dalam batas yang masih dapat dikontrol. Hal ini disebabkan pengguna Gasoline berjenis RON 92 ini kurang dari 20% saja.
Dampak Kenaikan Pertamax?
Naiknya harga pertamax tentu akan berpengaruh terhadap pasar lokal meskipun pengguna pertamax kurang dari 20% saja. Kemungkinan yang paling jelas terjadi adalah migrasi pengguna pertamax ke bahan bakar yang lebih terjangkau seperti pertalite. Pengguna pertamax yang jumlahnya 20% bisa berkurang karena kenaikan harga, hal ini tentu akan mempengaruhi stok jenis pertalite yang berpotensi langka karena adanya serbuan dari pengguna yang sebelumnya menggunakan pertamax.
Bhima Yudhistira yang merupakan Direktur Center of Economic and Law Studies menyampaikan agar pemerintah memikirkan opsi yag lebih baik daripada menaikan harga pertamax. Menurutnya masih banyak sekema dana kompensasi dari APBN untuk pertamina agar tidak menaikan minyak non subsidi tersebut.
Efek Domino Dari Kenaikan Pertamax?
Kenaikan harga pertamax berpotensi membuat migrasi besar-besaran pengguna pertamax ke pertalite. Hal ini berpotensi terhadap serbuan pasar yang juga berpotensi menyebabkan adanya kelangkaan barang. Apabila keberadaan pertalite terbatas, maka bisa saja penjual diluar regulasi akan menaikan harga diatas harga ketentuan pemerintah. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar juga akan berdampak terhadap harga komoditi pasar yang diangkut menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil tersebut.
Bukan tidak mungkin kenaikan harga minyak jenis pertamax akan mempengaruhi stok minyak jenis pertalite yang juga mempengaruhi harga komoditi pasar. Transportasi adalah komponen utama dalam kegiatan distribusi pasar, jika operasional distribusi meningkat maka harga barang juga akan meningkat.
Kemungkinan Pertalite Juga Naik?
Bahan bakar jenis Pertalite atau BBM RON 90 saat ini menjadi primadona bagi kebanyakan pengguna kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Bahkan beberapa kendaraan distributor seperti pick-up juga menggunakan Bahan bakar jenis Pertalite sebagai bahan bakar utama. Kenaikan Pertalite juga telah disinyalkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Harga Pertalite yang digunakan oleh kebanyakan masyarakat saat ini adalah harga yang telah disubsidi oleh pemerintah, bukan tidak mungkin jika pemerintah mengurangi atau bahkan mencabut skema subsidi terhadap Bahan bakar jenis Pertalite yang menyebabkan harganya menjadi lebih mahal. Atau bahkan pemeritah membuat skema baru untuk mencabut harga subsidi bagi kalangan tertentu saja. Semoga pemerintah dapat memberikan win-win solution dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi negara pasca pandemi tanpa membuat rakyat semakin terjepit dengan berbagi regulasi yang menyempit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H