Mohon tunggu...
Samsul Hidayat
Samsul Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tax Spesialist

Mercubuana University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"TB 1 Prof Dr Apollo" Pemahaman Dasar Mengenai Permanent Establishment dan Aspek Perpajakanya

8 April 2021   06:01 Diperbarui: 8 April 2021   09:02 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan terutang pajak suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari Indonesia. Dan sesuai Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, diatur mengenai cakupan penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu:

  1. Sesuai Attribution Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia. Misalnya, apabila BUT perusahaan asing tersebut bergerak dibidang perdagangan, maka penghasilannya di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegitan usaha perdagangannya di Indonesia;
  2. Sesuai Force of Attraction Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah termasuk penghasilan kantor pusatnya dari Indonesia yang diperolehnya dari kegiatan usaha yang sejenis dengan kegiatan BUT nya di Indonesia. Dengan demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.;
  3. Sesuai Effectively-Connected Rule, penghasilan pasif (misalnya: bunga dan royalty) yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dan memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha BUT nya di Indonesia dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.

Umumnya, penentuan cakupan penghasilan suatu BUT diperlukan untuk melindungi hak pemajakan negara-negara berkembang (developing countries) seperti Indonesia. Dalam perundingan, cakupan penghasilan suatu BUT sering diperdebatkan oleh wakil-wakil dari kedua Negara. Sedangkan Dalam menentukan besarnya laba BUT ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan yaitu:

  1. Biaya adminstrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan direktur jendral pajak
  2. Pembayaran oelh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah:
  • Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten atau hak hak lainnya
  • Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
  • Bunga, kecuali bungan yang berkenaan dengan usaha perbankan

Sebagai konsukuensinya, atas pembayaran seperti tersebut diatas, yang diterima atau diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai objek pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

F.  Pajak Penghasilan Badan dan Branch Profit Tax

whatsapp-image-2021-04-07-at-12-24-06-606e188fd541df5405221b52.jpeg
whatsapp-image-2021-04-07-at-12-24-06-606e188fd541df5405221b52.jpeg

Perlakukan perpajakan suatu bentuk usaha tetap (BUT) perusahaan asing di Indonesia diperlakukan sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya Namun demikian atas laba bersih setelah Pajak Penghasilan Badan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia dikenakan tambahan pajak yang sering disebut sebagai branch profit tax dengan tarif sebesar 20% dari laba bersih setelah pajak (net income after tax)

Apabila perusahaan asing tersebut berasal dari negara treaty partner, maka besarnya tarif branch profit tax sesuai ketentuan tax treaty yang berlaku. Penentuan besarnya tarif branch profit tax sering menjadi perdebatan dalam perundingan tax treaty Indonesia dengan negara-negara lainnya karena beberapa hal yaitu: (i) negara treaty partner tidak menerapkan branch profit tax di negaranya, atau (ii) untuk melindungi kepentingan Indonesia dibidang industri hulu Minyak dan Gas Bumi.

Perlakuan Pajak atas Penghasilan Kena Pajak dari Suatu BUT yang di nyatakan kembali di Indonesia

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu bentuk usaha tetap di indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (bersifat final) kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di indonesia. Penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghsilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.
  2. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud hruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1(satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan
  3. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut dan
  4. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial

Bentuk usaha tetap yang melakukan penanaman kembali, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan PPH tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.

Contoh Perhitungan Sederhana Pajak atas BUT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun