[caption id="attachment_164162" align="alignright" width="300" caption="Ini salah satu atraksi yang akan muncul dalam upacara pembukaan Piala Dunia 2010. (Foto: Mh Samsul Hadi)"][/caption]
Piala Dunia 2010 tinggal beberapa jam lagi. Jumat (11/4) ini, pukul 14.00 waktu setempat atau 19.00 WIB, gong turnamen akbar sepak bola dunia itu ditabuh lewat upacara pembukaan dan duel tuan rumah Afrika Selatan versus Meksiko di Stadion Soccer City, Johannesburg. Akankah ini Piala Dunia yang akan selalu dikenang?
"Welcome to South Africa. Re ya le Amohela. Enjoy FIFA World Cup 2010," demikian sapa Presiden Afrika Selatan (Afsel) Jacob Zuma dan tokoh perdamaian Nelson Mandela pada seluruh pengunjung negerinya lewat banner raksasa di dinding lorong kedatangan Bandara Internasional OR Tambo, Johannesburg.
Ditambah senyuman di wajah pada foto keduanya, sapaan tersebut terasa begitu ramah dan hangat. Pengunjung negeri ini juga disuguhi pemandangan yang serba bersolek. Garis marka sepanjang jalan keluar dari bandara terlihat baru dicat. Batang-batang pohon di pinggir jalan dibebat kain berwarna oranye. Bendera tim-tim peserta berkibar di kiri-kanan jalan.
Namun, kesan ramah dan hangat ini berangsur-angsur lenyap ketika semakin dalam memasuki kota Johannesburg. Di beberapa titik perempatan, muncul peminta-minta dengan wajah tegang. Tak ketinggalan, anak-anak muda berbaju lusuh bersikukuh mengatur mobil lalu-lalang, mirip "Pak Ogah" di Jakarta.
Johannesburg adalah salah satu kota dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia. Angka statistik yang sering dikutip menyebutkan, rata-rata 50 hari terbunuh di kota ini. Tidak mengherankan, tidak sedikit pintu gerbang hotel-hotel dilengkapi pagar besi tinggi, lengkap dengan petugas keamanan.
Di pintu Hotel Garden Court Milpark, tempat saya menginap, ditempel pengumuman bahwa pintu masuk akan dikunci mulai pukul 23.00. Di siang hari, gambaran seram itu tidak terlalu mencolok. Tetapi, gambaran itu menyeruak saat malam. Jalan-jalan lengang, tidak ada angkutan umum, jarang terlihat orang berjalan kaki, seperti kota mati.
Malam hari Kota Johannesburg hanya milik mereka yang punya kendaraan roda empat. "Saya tidak akan keluar malam. Saya bisa menyewa taksi, tetapi buat apa mengorbankan diri. Terlalu berbahaya di sini," kata Kevin Eason, rekan wartawan The Times, Inggris, dalam obrolan saat menunggu bus antar-jemput media di samping Media Center Stadion Soccer City.
Di tengah situasi kota seperti ini, Piala Dunia 2010 akan dibuka besok siang, sekaligus mematahkan keraguan sebagian kalangan pada kemampuan Afsel menggelar ajang seakbar Piala Dunia. Tokoh perdamaian yang juga mantan Presiden Afsel Nelson Mandela baru Jumat pagi ini akan memutuskan hadir atau tidak pada upacara pembukaan.
"Banyak orang bilang, tidak ada satu pun negara Afrika yang mampu menggelar ajang ini," ujar Direktur Eksekutif Panitia Lokal Piala Dunia 2010 Danny Jordaan. "Tetapi, kami bisa membuktikan, kami tidak hanya bisa menyamai negara-negara lain (yang pernah jadi tuan rumah), tetapi bahkan bisa lebih baik dari mereka."
Masalah transportasi
Jika kesiapan dan bentuk stadion ukurannya, Afsel boleh mengklaim "lebih baik" itu. Lapangan bak hamparan permadani hijau telah dibentangkan. Ke-10 stadion di sembilan kota penyelenggara tinggal dibuka dan sekitar 97 persen tiket laga telah terjual, mendekati rekor penjualan tiket Piala Dunia 1994 Amerika Serikat yang disebut paling sukses itu.
[caption id="attachment_164165" align="alignleft" width="300" caption="Pekerja memotong rumput lapangan Stadion Soccer City untuk menjamin mutu pesta akbar Piala Dunia 2010. (Foto: Mh Samsul Hadi)"][/caption]
Namun, menggelar ajang seperti Piala Dunia yang berlangsung di sejumlah kota tidak cukup hanya dengan membangun stadion megah dan cantik. Banyak faktor terlibat dan ikut menentukan sukses-tidaknya turnamen, salah satunya masalah transportasi. Tak ada moda transportasi memadai --tidak perlu bicara kenyamanan, tetapi keamanan dulu-- di negeri ini.
Sehari-hari warga setempat bepergian dengan angkutan mirip mikrolet atau bus kota. Namun, moda ini lebih tepat milik "eksklusif" warga kulit hitam, seperti halnya kereta. Di malam hari, angkutan itu berhenti operasi. Padahal, hampir separoh dari total 64 laga mulai berlangsung malam hari (kickoff pukul 20.30).
Bagi wartawan, panitia menyediakan bus antar-jemput (shuttle), tetapi terbatas dari hotel-media center dan hotel-bandara. Selain jarang tepat waktu, transportasi itu tidak efektif karena harus menghampiri sejumlah hotel sebelum tiba di tujuan. "Hanya hotel-media center dan hotel bandara. Kami tidak menyediakan tranportasi antarkota," ujar Pieter, ofisial bagian transportasi media di Stadion Soccer City.
Akibat sistem transportasi buruk itu, seorang wartawan Brasil terlunta-lunta semalamam dan kesulitan balik ke hotelnya di Pretoria seusai meliput laga uji coba Portugal versus Mozambik di Johannesburg. "Saya bisa mengerti, ini bukan Paris atau London. Tapi, dengan transportasi seperti ini mengerikan," katanya.
[caption id="attachment_164168" align="alignright" width="300" caption="Mejeng dulu ah... di Stadion Soccer City, sebelum pesta Piala Dunia 2010 dibuka. (Narsissss banget! Heheheh....)"][/caption]
Apa pun kekurangan yang ada, the show must go on. Sambil mengingat sapaan hangat Zuma dan Mandela di Bandara OR Tambo, re ya le amohela (selamat datang), Piala Dunia 2010 terlalu sayang untuk tidak dinikmati.
Nikmatilah, tetapi jangan lupa. Ini Afrika, Bung!
=============
* Tulisan ini dimuat di Harian "Kompas" edisi Jumat, 11 Juni 2010.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H