Mohon tunggu...
Mh Samsul Hadi
Mh Samsul Hadi Mohon Tunggu... profesional -

Bergabung “Kompas” pada 2002, tiga tahun setelah memulai petualangan di ranah sepak bola. Meliput antara lain Piala Asia 2000 Lebanon; Asian Games 2006 Doha, Qatar; Piala Eropa 2008 Austria-Swiss; Piala Konfederasi 2009 Afrika Selatan; Piala Dunia 2010 Afrika Selatan; Piala Eropa 2012 Polandia-Ukraina. Sejak April 2014, bertugas di Desk Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keajaiban Cordoba dan Jalan Terjal Menuju Wina

15 Juni 2008   05:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:26 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DELAPAN laga penyisihan tersisa, yang diawali Turki versus Ceko di Geneva dan Swiss versus Portugal di Basel, Senin dini hari tadi WIB, menarik dicermati karena akan menentukan empat tim tambahan di perempat final. Empat tim sudah lolos dengan predikat juara grup: Portugal (Grup A), Kroasia (Grup B), Belanda (Grup C), dan Spanyol (Grup D).

 

 

Namun, dua dari delapan laga itu praktis seolah tanpa makna karena tidak ada pengaruhnya dalam menentukan empat tim perempat finalis tersebut, yakni Swiss versus Portugal dan Yunani versus Spanyol di Salzburg. Seperti halnya Portugal, Spanyol diperkirakan akan menurunkan lapis kedua. Bagi Swiss dan Yunani, laga itu tak lebih dari sekadar memperjuangkan kehormatan.

 

 

Pada enam partai lainnya, termasuk Turki versus Ceko yang digelar dini hari tadi WIB, ambisi tim-tim tak hanya mengejar kehormatan, tetapi yang terpenting supremasi. Enam dari tim-tim itu pernah mencicipi trofi Henri Delaunay: Spanyol (1964), Italia (1968), Jerman (1972, 1980, 1996), Ceko (1976), Perancis (1984, 2000), dan Belanda (1988).

 

 

Jerman, tim paling favorit sebelum turnamen dimulai, tidak menduga berada dalam situasi tidak mengenakkan. Pemicunya, tak lain kekalahan 1-2 dari Kroasia di Klagenfurt, 12 Juni lalu. Tim Panser tak mungkin lagi menjuarai Grup B dan, mau tidak mau jika lolos ke perempat final, harus menghadapi juara Grup A Portugal. Selasa dini hari nanti, mereka dijajal tuan rumah Austria di Wina.

 

 

Publik dunia hampir dipastikan menjagokan Jerman. Namun, tidak demikian halnya di Austria. Warga negeri itu percaya, tim Austria masih memiliki peluang lolos meskipun amat kecil. ”Bola itu bundar. Permainan sepak bola selalu terbuka bagi semua kemungkinan,” kata sopir taksi yang mengantarkan saya dari Stadion Tivoli NEU ke Stasiun Innsbruck, dini hari tadi.

 

 

Beberapa hari terakhir ini, televisi-televisi Austria menayangkan kembali peristiwa 30 tahun silam yang sering diistilahkan ”the Miracle of Cordoba (Keajaiban Cordoba)”. Sebuah tayangan partai Austria versus Jerman di Cordoba pada Piala Dunia 1978 Argentina lengkap dengan komentator terkenal saat itu, Edi Finger.Finger telah meninggal 19 tahun lalu. Tetapi, hari-hari terakhir ini ia seolah ”dihidupkan kembali” di Austria.

 

Terkait laga itu, Jerman berambisi mempertahankan gelarnya, sedang Austria hanya berusaha memperjuangkan kehormatan. Karl-Heinz Rummenigge mencetak gol menit ke-19, tetapi rekannya Berti Vogts membuat gol bunuh diri menit ke-59.

 

 

Tujuh menit kemudian, pemain Austria Hans Krankl membuat Austria unggul 2-1 sebelum disamakan Bernd Hoelzenbein menit ke-72.  Memasuki menit ke-87, komentator Finger berseru, ”Ini dia Krankl, menusuk kotak penalti dan tembak. Tor, tor, tor, tor, tor!” Sampai lima kali kata ”tor” itu diulang. Krankl mencetak gol dan skor 3-2 untuk Austria. Jerman pun tersingkir.

 

 

Peristiwa ”Keajaiban Cordoba” itu juga didengungkan di Jerman. Koran Suddeutssche Zeitung, misalnya, mengangkat istilah ”Cordobaverhindern (Hindari Cordoba)” untuk mengingatkan agar peristiwa itu tidak terulang.

 

 

Sang Kaisar, Franz Beckenbauer, yang melihat langsung Jerman dicabik-cabik Kroasia 1-2 di Klagenfurt, Kamis lalu, pun berkata, ”Jerman harus mewaspadai Austria”. Jerman sudah ditunggu Portugal di perempat final jika bisa mengatasi Austria cukup dengan minimal draw.

 

 

Keesokan harinya, satu tiket diperebutkan tiga penghuni ”grup neraka”: Romania, Italia, dan Perancis. Pemenangnya sudah ditunggu Spanyol. Terbayang apa yang terjadi jika Spanyol versus Italia atau Spanyol versus Perancis?

 

Salah satu dari tim-tim favorit itu pun harus kandas di perempat final! Siapa pun yang bertahan, pastilah jalan menuju Wina (final 29 Juni) akan sangat terjal. Anda mungkin sudah mulai menebak tim calon juara Eropa kali ini….

                  

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun