Mohon tunggu...
Samsul Bakri
Samsul Bakri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih belajar menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Ekonomi Undip

Selanjutnya

Tutup

Book

Novel Anak Semua Bangsa Karya Pramodya Ananta Toer (Sebuah Resensi)

27 Juni 2023   05:55 Diperbarui: 27 Juni 2023   06:15 1523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Informasi latar belakang

Pramoedya Ananta Toer adalah seorang pengarang Indonesia yang terkenal dengan novel kuartetnya. Novel-novel tersebut adalah Anak Segala Bangsa, Bumi Manusia, Rumah Kaca, dan Langkah Kaki. Tulisan ini akan melihat buku keduanya Anak Semua Bangsa di mana ia menawarkan wawasan tentang imperialisme dunia Eropa di Asia pada awal abad ke-20.

Buku ini mengkaji secara mendalam cengkeraman Belanda terhadap ekonomi, politik, budaya penduduk pulau Jawa, dan infrastruktur sosial. Buku ini menggambarkan kebijakan kolonialisme Belanda (superioritas dan dominasi) dengan cara yang menunjukkan praktik dan sikap kolonialis Eropa dan Amerika.

Dalam novelnya Anak Segala Bangsa, Pramoedya mengangkat cerita yang mungkin dianggap antikolonial dan feminis oleh pembaca. Dia membawa pembaca ke dunia yang hidup.

Hal itu ia lakukan dengan penggambaran pusaran budaya seperti yang terjadi di Indonesia (Hindia Belanda) tahun 1980-an. Ceritanya mengikuti Minke, yang merupakan karakter utama dari novel pertamanya Bumi Manusia, dalam perjuangannya untuk mengatasi ketidakadilan yang mengelilinginya.

Kejeniusan sastra Promoedya yang terkenal terbukti dari cara dia menggambarkan karakter seperti yang kita alami di dunia modern. Ada istri ras campuran Minke, seorang petani Jawa yang diperangi dan keluarganya yang miskin, pelukis Prancis Marais, dan juga pemuda revolusioner Tionghoa yang semuanya menggambarkan bagaimana Belanda memperhatikan perubahan terutama di Jepang yang merupakan ancaman angkatan laut terhadap Koloni Belanda meskipun mereka tinggal bersama di pulau yang sama (Evans dan Pierce).

Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana imigrasi dan imperialisme global dari akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 telah menyatukan budaya manusia dan meningkatkan pembentukan budaya yang beragam.

Imperialisme seperti yang Digambarkan dalam Novel

Pramoedya menulis empat novel, umumnya dikenal sebagai Kuartet Buru ketika dipenjara di Pulau Buru di mana dia tidak memiliki akses ke pena dan kertas. Novel-novel tersebut mendapat perhatian internasional dan karenanya sangat membantu para akademisi di universitas. Dalam buku pertamanya Anak Segala Bangsa, Pramoedya mengangkat isu imperialisme, seperti yang akan kita bahas di bawah ini (Evans dan Pierce).

Imperialisme adalah perebutan suatu negara atau wilayah oleh negara lain yang lebih kuat. Menurut American Vision 2010 Glencoe, imperialisme adalah tindakan yang digunakan satu negara untuk melakukan kontrol ekonomi atau politik atas negara yang lebih lemah atau lebih kecil. Penyebab imperialisme bermacam-macam, antara lain nasionalisme, revolusi industri, rasisme, dan desakan untuk membudayakan negara-negara yang tidak beradab. Dalam buku Pramoedya, rasisme adalah alasan paling menonjol bagi imperialisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun