Dan yang Ketiga, adalah Unreported Fishing, yakni penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya.
Regulasi Hukum Sebagai Landasan Kewenangan Melakukan Penyidikan
Penulis sudah menyampaikan diatas bahwa yang memiliki kewenagan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana perikanan ialah kepolisian, PPNS, dan TNI AL
Pertama, Kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana perikanan berdasarkan pasal 14 ayat (1) Huruf G undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa guna melaksanakan tugas pokoknya, kepolisian diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kedua, adalah PPNS, meski diberikan kewenangan oleh KUHAP untuk melaksanakan penyidikan, penyidik PPNS dalam melaksanakan tugasnya tidak lepas dari koordinasinya dengan kepolisian. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam pasal 107 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Termasuk didalamnya juga mengatur terkait dengan penyerahan perkara terhadap penuntut umum.
Ketiga, adalah TNI AL, Berdasar pada pasal 9 huruf B undang-undang 34/2004, TNI memiliki tugas tersendiri terkait dengan penegakan hukum dan menjaga keamanan di perairan yurisdiksi nasional Indonesia, dengan tetap mengedepankan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Hal tersebut sebagai dasar bahwa TNI AL memiliki tugas untuk melaksanakan segala bentuk penegakan hukum di laut sesuai dengan kewenangan (constabulary function).
Sinkronisasi Antar Instansi
Terlepas dari kewenangan yang diberikan oleh undang-undang terhadap tiap-tiap instansi untuk melaksanakan penegakan hukum di wilayah perairan indonesia, penyidikan oleh Polri, PPNS, dan TNI AL dalam pelaksanaannya memiliki potensi besar terhadap timbulnya sengketa kewenangan, oleh karena itu perlu adanya sinkronisasi dan koordinasi guna menghindari terjadinya potensi sengketa tersebut.
Koordinasi yang dimaksud dapat melalui dua jalur yakni berdasarakan piagam kesepakatan Bersama terhadap penanganan tindak pidana perikanan. Yakni melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No PER.18/MEN/2011 Tentang Perubahan kedua Atas peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 Tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan.Â
Ataupun Satgas illegal fishing yang dibentuk berdasarkan Perpres No. 115 Tahun 2015 Tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing).
Selain itu perlu peraturan yang tegas dan tidak hanya berdasar pada penafsiran terkait dengan Batasan wilayah perairan. Sehingga konflik kepentingan dari tiap instansi yang memiliki kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana perikanan dapat dihindari.