Jauh sebelum adanya hukum tertulis (undang-undang) seperti sekarang ini, manusia khususnya masyarakat Indonesia menggunakan hukum adat sebagai suatu instrument yang bersifat mengatur guna melindungi kepentingan hak setiap warganya. Hal ini tidak lepas dengan anggapan bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup (Living Law) dikonsepsikan sebagai suatu system hukum yang berasal dari kebiasaan masyarakat dimasa lalu, dianggap adil atau patut, dan telah mendapat legitimasi dari setiap warga yang meyakininya sehingga hukum tersebut tetap hidup mengikuti perkembangan zaman.
Sejatinya manusia lahir dalam keadaan bebas, Homo Homini Lupus, istilah latin tersebut benar adanya, bahwa manusia adalah serigala bagi manusia yang lainnya. Oleh karena itu perlu adanya system yang mengatur (hukum) agar hak dan/atau kewajiban setiap manusia dapat terpenuhi dan terlindungi. Bahwa sejak saat itu pula manusia telah diikat oleh norma-norma yang mengatur terkait dengan tingkah laku setiap personal termasuk didalamnya ialah setiap perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum yang dilaksanakan dalam setiap interaksi sosial.
Guna menjaga kepatuhan dan stabilitas terhadap norma tersebut, maka diperlukan seseorang yang mampu untuk memegang kekuasaan dan untuk memimpin (ditokohkan). Di era seperti sekarang pada tingkat pemerintahan paling rendah ialah kepala desa (kades).
Prinsip Dasar Negara Demokrasi
Kehidupan manusia dilaksanakan secara berdampingan dan dilakukan secara Bersama-sama. Hal ini tidak lepas dari sifat manusia itu sendiri yang memiliki ketergantungan terhdap manusia lainnya (mahluk sosial). Dalam konteks kehidupan bernegara diperlukan suatu tatanan kehidupan sehingga manusia dapat hidup berdampingan dan harmonis dengan manusia lainnya. Demokrasi sebagai salah satu system ketatanegaraan memposisikan masyarakat sebagai pemegang tampuk kekuasaan tertinggi. dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Prinsip dasar negara demokrasi tidak bisa lepas dari istilah negara hukum. Hal ini sejalan dengan pemikiran Immanuel Kant yang mengemukakan bahwa dalam kacamata sempit, negara hukum menempatkan prinsip Recht dan Staat sebagai dasar untuk melindungi hak-hak individu. dan kekuasaan negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.
Hal ini pula yang pada akhirnya menimbulkan adanya hak dan kewajiban, termasuk didalamnya ialah hak setiap warga negara berupa hak sipil dan hak politik (hak sipol). Doktrin tentang HAM sudah menjadi ciri secara universal sebagai a Moral, Political, Legal Framework, dan as a guideline. Atas dasar inilah dalam paham negara hukum, jaminan terhadap perlindungan HAM menjadi ciri yang mutlak yang harus ada di setiap negara sehingga dapat disebut Rechtstaaat. Konsep perlindungan HAM dalam negara demokrasi tidak bisa lepas dari perkembangan HAM itu sendiri, yang memperlihatkan bahwa konsepsi HAM tidak jauh dari reaksi atas kekuasaan yang absolut yang pada akhirnya menimbulkan system konstitusi dan konsep negara hukum baik itu Rechtstaat ataupun Rule of Law sebagaimana disampaikan Louis XIV yang lebih dikenal dengan ungkapan L etat’est Moi (Negara adalah saya).
Salah satu hal mendasar yang perlu kita pahami ialah terkait dengan apa saja yang tergolong kedalam hak setiap warga negara, dan Hak asasi manusia (HAM). HAM (Human Right) setidaknya dibangun atas tiga prinsip dasar yaitu; Pertama, adalah Civil Rights (hak warga negara), adalah “the rights to defend and assent all one’s right, on terms of equality with others and by due process of law”. Kedua, adalah Political Rights, hak yang diberikan oleh hukum untuk meraih, merebut kekuasaan, kedudukan dan kekayaan yang berguna bagi dirinya, contoh konkrit dari hak politik adalah hak untuk dapat memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Ketiga adalah Social Rights, termasuk didalamnya hak ekonomi, dan budaya (ekosob). Dengan begitu maka dapat dipahami bahwa HAM merupakan hak Inherent yang dimiliki oleh setiap manusia dan merupakan anugerah dari tuhan kepada manusia tanpa ada perbedaan.
Meski instrument tersebut menjamin terhadap pemenuhan HAM setiap warga negara, dalam ajarannya disebutkan bahwa ada beberapa hak yang bersifat mutlak (Non-Derogable Rights), dan hak yang dalam keadaan tertentu pemenuhannya dapat dibatasi (Derogable Rights).
Derogbale Rights
Derogable Rights merupakan hak-hak yang termasuk juga kedalam hak sipil dan politik yang bersifat tidak absolut, itu berarti hak ini dalam keadaan tertentu dapat dikurangi pemenuhannya oleh negara (seperti dalam keadaan darurat). Sesuai dengan UUD 1945, Beberapa hak yang termasuk kedalam Derogable Rights antara lain ialah; Pertama, Hak atas kebebasan berkumpul secara damai. Kedua, Hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh. Ketiga, Hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi, termasuk kebebasan mencari, menerima, dan memberikan informasi, serta segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan maupun tulisan).
Non-Derogabel Rights
Non-Derogable Rights merupakan hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hak-hak yang termasuk kedalam Non-Derogable Rights disebutkan dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati Nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dah hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Hal ini diperjelas dalam penjelasan umum Pasal 4, undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, yang dimaksud “dalam keadaan apapun” termasuk keadaan perang, sengketa senjata, dan atau keadaan darurat. Yang dimaksud dengan “siapapun” adalah negara, pemerintah, dan atau anggota masyarakat. selanjutnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal poelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dari pemahan tersebut, dapat kita pahami bahwa hak dipilih dan memilih merupakan hak Derogable-Rights, hal ini juga diatur dalam persyaratan calon. Kita ambil contoh salah satu syarat calon ialah untuk mencalonkan diri, seseorang tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah), dari persyaratan tersebut sudah jelas bahwa hak untuk memilih dan dipilih merupakan hak yang dapat dikurangi pemenuhannya oleh negara dan keberadaan pembatasan calon kepala desa tersebut tidak menyalahi prinsip dasar negara demokrasi.
Sumber Bacaan
Haposan Siallagan, “penerapan Prinsip Negara Hukum di Indonesia”, Sosiohumaniora Journal of Pasal Science and Humanities, Vol 18, No 2, Juli 2016
Bobi Aswandi, Kholis Roisah, “Negara Hukum dan Demokrasi Pancasila dalam Kaitannya dengan Hak Asasi Mansuia”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol 1, No 1, 2019
Mardjono Reksodiputro, “Pandangan tentang Hak-Hak Asasi Manusia Ditinjau dari Aspek Hak-hak Sipil dan Politik Dengan Perhatian Khusus pada hak-Hak Sipil dalam KUHAP”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol 23, No 1, februari 1993
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H