Tragedi Mina yang menewaskan lebih dari seribu umat islam di seluruh dunia membuat banyak pihak menyayangkannya. Pasalnya orang yang melaksanakan ibadah haji bukan untuk mencari mati tetapi hanya untuk melaksanakan rukun islam yang ke lima yaitu melaksanakan ibadah haji ke baitullah bagi yang mampu dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan. Pada kenyataannya, dalam melaksanakan jum’rah yaitu melontarkan batu merupakan rukun haji dan wajib dilaksanakan, namun pada saat pelaksanaannya terjadi desak desakan dan benturan antara orang yang sudah melaksanakan jumrah dan orang yang belum melaksanakn jumrah.
Hal ini mengundang prihatinan banyak pihak satu sisi jemaah haji harus melaksanakan kewajiban jumrah sebagai salah satu rukun haji dan disisi lain mereka harus mengorbankan nyawa untuk bisa melaksanannya. Dua hal yang saling kontradiksi tersebut, menurut penulis berakar pada satu permasalah yaitu kurangnya budaya antre bagi seluruh jama’ah haji di dunia.
Antre dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kegiatan berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran. Dalam antre, seseorang selalu mendahulukan orang lain yang datang lebih awal dan menunggu sampai mendapatkan giliran. Antre merupakan contoh dari disiplin diri dan orang lain karena dengan antre keadaan tertib dan kondusip akan didapatkan.
Budaya antre ini sangat jarang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari khususnya di Indonesia. Sebut saja pada saat ada lampu merah, pengendara motor dan mobil saling berubutan untuk menjadi yang terdepan tanpa memedulikan keselematan dirinya dan orang lain, begitu juga pada saat ada perlintasan rel kereta api dan pengendara motor dan mobil harus antre. Lagi-lagi pengendara motor dan mobil berebutan agar menjadi yang terdepan dalam melintasi rel kerata api. Mereka tidak peduli dengan orang lain yang telah dahulu menunggu.
Hal yang sama, sering kita jumpai bahwa tidak adanya budaya antre dalam kehidupan di negeri ini yaitu pada saat pembagian daging Qur’ban, Zakat Mal, Sedekah dan kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial lainnya. Semua masyarakat berebutan tampa memikirkan bahaya yang akan menimpa diri dan orang lain sehingga, tidak jarang kita temukan orang-orang yang ceredar hanya gara-gara berutan untuk mendapat beras, baju, dan menjadi yang terdepandalam kegiatan kegamaan.
Padahal, andai mereka sabar dan mengantre, mereka pasti mendapatkan jatah yang telah disediakan, tidak harus berebutan untuk menjadi yang terdepan tanpa memikirkan nasib orang lain apalagi sampai mengorbankan orang lain. Budaya mengantre harus menjadi orientasi dalam menanamkan disiplin diri. Dengan budaya antre kecelakaan akan terhindari dan juga terhindar dari banyaknya korban.
Hemat penulis kejadian di mina yang telah menewaskan ratusan umat islam lebih adalah karena faktor budaya mengantre ang tidak tertanam dalam diri ummat islam. andai ummat islam dalam melaksanakan jumr’ah mengantre dan sedikit bersabar dengan mendahulukan orang lain, maka kecelakkan tersebut dapt terhidari, namun kenyataannya para jemaah tidak membudayakan antren dan berebutan menjadi yang terdepan dan dampaknya adalah orang lain menjadi korban dengan nyawa taruhannya.
Budaya antre harus menjadi bagian dalam menanamkan pendidikan karakter bagi seluruh ummat islam khususnya siswa, mahasiswa yang merupakan basis generasi penerus bangsa. Selain itu, penanman budaya antre juga perlu bagi jemaah hari yang ingin melaksanakan ibadah terlebih pada saat melaksanakan jumrah. Pemerintah harus memberikan pelatihan dan pengarahan tetang betapa pentingnya budaya antre dalam kehidupan, karena dengan mengantre berarti memberikan kesempatan kepada orang yang lebih dahulu datang dan juga menghadari dari kecelakaan yang akan menimpa diri sendiri dan orang lain.
Selain sekolah-sekolah harus memberikan pengarahan betapa pentingnya budaya antre, karena dengan mengantre berarti telah menghargai hak orang lain. selain itu budaya antre merupakan bagian dari disiplin diri dalam mengatur, mengendalikan diri sendiri agar tercipta kenyamanan dan ketentaran dalam bergaul dengan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H